Untuk masuk ke hutannya harus jalan tiga jam. Proses pengangkatan bisa memakan waktu dua hari, dilakukan secara manual menggunakan pacul dan linggis
Banjarmasin (ANTARA) – Bumi Kalimantan yang begitu kaya akan sumber daya alam benar-benar menyajikan apapun yang manusia butuhkan dengan kemauan untuk berusaha.
Bukan hanya batu bara yang sangat melimpah di Borneo, tetapi juga sumber alam lain yang berasal dari tanaman maupun hewan yang bisa dimanfaatkan dan memiliki nilai yang tinggi.
Salah satu sumber daya alam bumi Kalimantan yang dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) adalah bonggol pohon Ulin yang masih banyak tersebar di hutan.
Irfan Adi Siswanto adalah pendiri PT Anakayu Bangun Nusantara yang bergerak di bidang pengolahan limbah industri kayu. Fokus usaha UMKM yang dikelola Irfan adalah pemanfaatan beragam kayu yang sudah tidak terpakai, atau bisa disebut limbah, untuk diolah kembali menjadi produk yang bernilai jual tinggi dan memiliki daya saing.
Limbah kayu tersebut diambil secara gratis. Limbah yang kebanyakan orang menganggapnya sebagai barang tak berharga itu disulap menjadi beragam produk menarik dan dapat menghasilkan.
Limbah kayu antara lain palet kayu bekas yang sudah tidak digunakan lagi oleh perusahaan atau industri besar hingga bonggol pohon ulin bekas ditebang yang masih tersisa di hutan-hutan Kalimantan.
Produk yang dibuat oleh Irfan terbagi menjadi dua, yaitu mebel dan furnitur untuk interior maupun eksterior yang dibuat sesuai pesanan, serta produk kerajinan berupa alat dapur, fesyen, hingga hiasan.
Uleen adalah merek dagang yang dibuat Irfan untuk memperkenalkan produk kerajinan yang kebanyakan dibuat dari kayu ulin. Siapa yang tak kenal kayu Ulin? Pohon yang memiliki sebutan kayu besi ini sangat terkenal dengan kekuatannya dan keawetannya. Berkebalikan dengan kebanyakan kayu yang lapuk dan membusuk bila terendam air, ulin justru semakin kuat bila semakin lama terkena air.
Pohon ulin sendiri merupakan tumbuhan khas Kalimantan yang hanya tumbuh di Pulau Kalimantan, baik di hutan seluruh wilayah provinsi di Kalimantan maupun di Sabah dan Serawak Malaysia yang masih satu pulau.
Kekokohan kayu yang terkenal dengan sebutan Iron Wood di mancanegara ini semakin bernilai jual tinggi karena kelangkaan dan statusnya sebagai tumbuhan yang terancam punah. Pertumbuhan pohon ulin juga sangat lambat.
Dari umur nol sampai 100 tahun, pohon ini baru bisa tumbuh dengan diameter 50 cm. Pada usia 100 tahun ini pula pohon ulin baru bisa ditebang untuk dimanfaatkan kayunya. Bandingkan dengan pohon jati yang sudah bisa dimanfaatkan kayunya pada usia 35 tahun.
Sisa-sisa tebangan pohon ulin yang sudah ditanam sejak era kolonial ini masih tersebar di hutan-hutan Kalimantan. Bonggol dan akar pohon ulin ini bisa diambil gratis, namun dengan usaha yang tidak sedikit.
Irfan adalah salah satu orang yang mau bersusah payah mengangkat bonggol dan akar pohon ulin ini untuk dijadikan barang bernilai jual tinggi.
“Untuk masuk ke hutannya harus jalan tiga jam. Proses pengangkatan bisa memakan waktu dua hari, dilakukan secara manual menggunakan pacul dan linggis,” kata Irfan.
Kini, ia sudah memberdayakan masyarakat sekitar untuk dipekerjakan mengangkat bonggol ulin, mulai dari menggali hingga mengangkut akar pohon tersebut.
Dari sisa akar pohon itulah Irfan bersama timnya membuat berbagai macam kerajinan kayu berbahan dasar ulin seperti sendok, garpu, pisau kue, vas, asbak, mangkuk, piring, gelas, pajangan berbentuk truk dan kapal tongkang, talenan, hingga jam tangan.
Ekspor
Perjalanan Irfan mengembangkan produk kayu limbah ini tidak besar begitu saja. Usaha yang dirintisnya sejak 2017 ini bermula dari produksi furnitur rumah secara custom sesuai pesanan, hingga akhirnya mengembangkan usaha menjadi produksi kerajinan alat dapur dan aksesoris.
Produk berbahan baku kayu langka dengan merek dagang Uleen ini dilirik oleh PT BNI Tbk untuk diundang pameran di Korea Selatan pada 2019. Di luar ekspektasi, nyatanya produk Uleen mendapatkan minat yang bagus dari masyarakat Korea Selatan.
Irfan menyebut, tingginya animo masyarakat internasional terhadap produk Uleen adalah karena bahan baku kayu ulin itu sendiri yang sudah terkenal dan memiliki reputasi tinggi di mancanegara.
“Ketika saya pameran di Seoul, satu talenan saya jual 30 ribu won, itu setara Rp450 ribu. Kalau di sini Rp150 ribu. Saya bawa 70 talenan itu habis tiga hari,” kata Irfan.
Setelah itu, Irfan terus meluaskan pasarnya dengan ekspor ke beberapa negara Asia lainnya seperti Jepang dan Singapura. Volume ekspor produk Uleen belum sampai satu kontainer. Oleh karena itu Irfan memutar otak dengan menitip ekspor bersama dengan produk mebel Jepara yang sudah memiliki pasar internasional lebih dulu. Negara tujuan ekspor paling baru untuk memasarkan produk Uleen adalah Inggris.
Dari ekspor produk kayu ulin yang dilakukan, Uleen bisa meraih omzet Rp130 juta hingga Rp150 juta setiap bulannya. Omzet Uleen berkembang dari hanya Rp20 juta sebulan pada 2019 dengan dua orang karyawan hingga menjadi Rp150 juta sebulan setelah ekspor dengan mempekerjakan 25 karyawan.
Untuk pasar produk Uleen memang lebih diminati di luar negeri ketimbang pasar lokal. Penjualan ekspor Uleen berkontribusi 70 persen dengan sisanya 30 persen untuk pasar domestik.
Perjalanan Uleen hingga pasar internasional tidak lepas dari program pembinaan dan pelatihan UMKM yang diselenggarakan oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kapasitas dan skala usaha UMKM lokal.
Uleen sudah lama menjadi mitra UMKM binaan Bank Indonesia dengan diberikan berbagai manfaat mulai dari pelatihan, bantuan alat produksi, hingga akses pembiayaan.
“Wah banyak sekali ya manfaatnya. Kita didatangkan ahli digital marketing, diajarin, kalau sudah pernah ekspor kita dicarikan pasar. Perjanjian saya dengan buyer Singapura, BI yang menjembatani. Kita juga direferensikan oleh BI kepada bank BUMN dan swasta untuk bisa mengakses pembiayaan,” kata Irfan.
Uleen juga turut berpartisipasi dalam acara Kampanye Gerakan Nasional Bangga Buatan Indonesia (Gernas BBI) Kalimantan Selatan yang digelar di Taman Siring KM 0 Kota Banjarmasin pada 22 Juli hingga 24 Juli 2022.
Ke depannya, Irfan mengatakan ingin mengembangkan skala usaha Uleen menjadi lebih besar dengan membuka toko di seluruh Indonesia untuk memudahkan pengiriman dari penjualan yang didapat secara daring. Saat ini Uleen baru memproduksi dan membuka toko penjualan di Banjarbaru.
“Rencananya kita buka store di Surabaya dan Jakarta, sehingga untuk area timur dan barat kita bisa suplai,” kata Irfan.
Pembukaan toko tersebut untuk meminimalkan ongkos kirim mengingat kayu ulin memiliki bobot yang lebih berat dari kayu pada umumnya.
Baca juga: Mendag paparkan upaya pasarkan produk UMKM hingga ke pasar global
Baca juga: Presiden Jokowi minta pelaku UMKM mulai incar pasar ekspor
Baca juga: Kadin: Digitalisasi bantu dorong UMKM jadi bagian rantai pasok global
Editor: Faisal Yunianto
COPYRIGHT © ANTARA 2022
Artikel ini bersumber dari www.antaranews.com.