News  

Penipu Online Berhasil Mencuri dari Warga Australia Sekitar Rp20 Triliun di Tahun 2021

Suara.com – Beberapa hari setelah menerima telepon dari seseorang yang mengaku sebagai “pegawai Microsoft”, Brian akhirnya menyadari telah tertipu. Tabungan sekitar Rp400 juta raib dari rekening banknya.

Pelaku yang mengaku dari “Microsoft” itu menawarkan untuk memperbaiki masalah pada komputer Brian (bukan nama sebenarnya).

Setelah warga Australia berusia 76 tahun ini memberikan nama akun dan password komputernya, penipu itu berhasil mengendalikan komputer dan menarik A$38.700 dari rekening bank online pensiunan ini.

Sang penipu meninggalkan A$300 di rekening Brian. “Uang ini adalah tabungan hidup saya,” kata Brian.

Baca Juga:
Marak Penipuan Online, Kominfo Minta Masyarakat Tingkatkan Literasi Digital

“Sejak kejadian itu, kesehatan saya belum pulih kembali. Saya belum bisa tidur dengan nyenyak,” ujarnya.

Menurut Komisi Persaingan dan Konsumen Australia (ACCC), kasus penipuan online meningkat pesat tahun lalu, banyak di antaranya menargetkan korban lansia.

ACCC pekan ini merilis laporan data dari portal pelaporan penipuan Scamwatch (dioperasikan oleh ACCC) dan ReportCyber (dari kepolisian negara bagian dan federal serta badan keamanan Australia), serta perbankan, jasa pengiriman uang, dan lembaga lainnya.

Menurut wakil ketua ACCC Delia Rickard, total kerugian yang dilaporkan dari semua lembaga terkait mencapai hampir A$1,8 miliar.

“Dengan memperhitungkan jumlah penipuan yang tidak dilaporkan, kerugian sebenarnya lebih dari A$2 miliar,” kata Delia Rickard.

Baca Juga:
Empat Tips Terhindar dari Penipuan Online Bermodus Social Engineering

Ia menyebut perkiraan kerugian 2 miliar dolar ini masih jauh lebih rendah dari kerugian sebenarnya.

“Jumlah ini sangat mencengangkan. Kami perkirakan tahun ini akan lebih buruk lagi,” ujarnya.

Modusnya seperti apa?

ACCC menyebut kerugian akibat penipuan yang menawarkan investasi palsu meningkat lebih dari dua kali menjadi 700 juta dolar pada tahun 2021.

Penyebab utamanya yaitu maraknya penipuan investasi mata uang kripto, dengan kerugian 99 juta dolar.

Modus tipikal penipuan ini melibatkan pelaku yang sudah menyiapkan platform investasi dan perdagangan mata uang kripto yang palsu, sehingga mereka yang masuk ke platform itu otomatis tertipu.

Di samping itu, ada pula modus penipuan asmara, yang korbannya kemudian digiring ke platform investasi palsu tersebut.

“Warga kebanyakan tidak mengerti bagaimana cara perdagangan mata uang kripto, namun mereka juga tidak mau ketinggalan,” jelas Delia Rickard.

Dijelaskan, modus lainnya yaitu berupa penipuan skema piramida dan ponzi, umumnya melibatkan aplikasi penipuan investasi ponzi.

Skema piramida versi modern ini menyebabkan korban tanpa sengaja menginvestasikan uang dalam skema penipuan yang dananya dipakai membayar investor sebelumnya.

Selain penipuan investasi, jenis lain yang mengalami peningkatan besar adalah pengalihan pembayaran.

Modusnya yaitu penipu menyamar sebagai pegawai bank, klien bisnis, atau bahkan agen pelunasan cicilan kredit properti.

Penipuan dengan modus mendapatkan akses komputer dari jarak jauh, seperti yang dialami Brian, juga meningkat.

Kerugian dari modus seperti ini meningkat menjadi 16 juta dolar, dengan korban terbanyak dari kalangan warga berusia di atas 65 tahun.

Penipu semakin piawai

Menurut Wakil Ketua ACCC Delia Rickard, penipu online kini semakin piawai.

“Saya mendengar cerita dari negara lain, di mana kelompok kejahatan terorganisir sudah meninggalkan bisnis narkoba dan beralih ke penipuan online,” jelasnya.

“Ada kekayaan besar yang bisa dihasilkan. Ada pasar di situs website bawah tanah yang menjual semua yang Anda butuhkan untuk menjadi penipu online,” kata Delia.

Penipu Online Berhasil Mencuri dari Warga Australia Sekitar Rp20 Triliun di Tahun 2021 Image: Pesan Flubot secara teratur diubah oleh penipu untuk mengecoh calon korbannya. ABC North West Queensland: Kemii Maguire

Sebelum COVID, pada 2019, warga Australia mengalami kerugian sekitar 634 juta dolar. Pada tahun 2020, jumlahnya meningkat menjadi 850 juta dolar.

Saat itu, warga menghabiskan lebih banyak waktu sendirian dengan ponsel atau komputer, menyebabkan mereka rentan terhadap penipuan seperti phishing email.

Modus ini melibatkan penipu yang menyamar sebagai pegawai bank atau otoritas lainnya untuk mengelabui korban agar memberikan informasi data pribadi, termasuk password atau kata sandi.

Jumlah laporan penipuan phishing meningkat 183 persen dari 2019 hingga 2020. Pada tahun 2021, modus ini meningkat lagi sebesar 62 persen.

Pada tahun 2021 juga penipuan SMS mengalami lonjakan terbesar dalam sejarah Australia.

Mulai bulan Agustus 2021, ribuan orang Australia menerima pesan teks tentang panggilan tak terjawab, pesan suara, pengiriman, dan upload foto.

Pesan tersebut meminta korbannya untuk mengklik tautan yang mereka kirimkan. Korban yang mengklik tautan itu, otomatis terpapar malware yang memberikan akses ke kata sandi dan akun korban.

Kerugian yang dilaporkan dari modus penipuan yang dikenal sebagai Flubot ini tak sampai 11.000 dolar pada tahun 2021.

“Yang hilang dari para korban ini adalah sejumlah besar informasi data pribadi,” kata Delia.

Upaya mengatasi penipuan

Peningkatan kerugian ini terjadi di tengah upaya berbagai lembaga pemerintah Australia mencoba menghentikan penipuan online.

“Saya belum pernah melihat begitu banyak penipuan online dibandingkan dua tahun terakhir,” kata Delia Rickard.

“Setiap kali kami menerapkan strategi yang berhasil, para penipu bisa mengatasinya,” jelasnya.

Ia mencontohkan panggilan telepon yang sebenarnya merupakan penipuan.

Pada Desember 2020, industri telekomunikasi menerapkan aturan untuk mendeteksi dan memblokir panggilan, atas rekomendasi dari Otoritas Komunikasi dan Media Australia.

Pada tahun 2021, perusahaan telekomunikasi memblokir 357 juta panggilan penipuan.

Tapi penipu hanya mengubah taktik mereka, dengan fokus pada SMS, seperti modus Flubot.

Sebagai tanggapan, perusahaan telekomunikasi Telstra memperkenalkan filter penipuan SMS pada bulan April tahun ini.

Tapi lagi-lagi, penipu mengubah taktik mereka.

“Sekarang kita melihat peningkatan penipuan pada aplikasi terenkripsi seperti WhatsApp,” jelasnya.

Menurut dia, pihak perbankan bisa berbuat lebih banyak dalam mengatasi penipuan.

Di Australia, bank yang memproses transaksi online tidak memeriksa apakah nama rekening cocok dengan nomor rekening.

Hal ini memudahkan peretas untuk melakukan penipuan pengalihan pembayaran, meniru identitas bisnis atau pihak sah lainnya, dan meminta korban untuk mengirim pembayaran ke akun mereka.

Pemerintah Australia telah meminta perbankan untuk memperkenalkan verifikasi nama, juga dikenal sebagai konfirmasi penerima pembayaran, setidaknya sejak 2020, tapi sejauh ini kalangan perbankan menolak.

Seperti apa di tahun 2022?

Menurut Delia, laporan awal tahun ini menunjukkan bahwa kerugian akibat penipuan online akan berlipat ganda lagi.

Sejauh ini, katanya, kerugian yang dilaporkan ke Scamwatch sudah mendekati angka total tahun 2021.

Kerugian yang dialami Brian sebesar 38.700 dolar itu adalah bagian dari laporan tahun 2022.

Pensiunan dari Kota Albany di Australia Barat ini ditipu beberapa minggu lalu dan telah menjual mobil kesayangannya untuk memulihkan saldo banknya.

“Saya telah bekerja sepanjang hidupku untuk memiliki mobil ini,” katanya.

“Sekarang saya tidak memilikinya lagi,” tutur Brian.

Diproduksi oleh Farid Ibrahim dari artikel ABC News.


Artikel ini bersumber dari www.suara.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!