redaksiutama.com – Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Asosiasi Game Indonesia (AGI) kembali menggelar ajang Indonesia Game Developer Exchange ( IGDX ). IGDX 2022 ini digelar hari ini, Jumat (14/10/2022) hingga 16 Oktober mendatang di Bali.
Salah satu rangkaian kegiatan dalam ajang ini adalah IGDX Academy . Melalui IGDX Academy, pengembang (developer) game lokal akan menjalani pelatihan yang dipimpin langsung oleh mentor lokal dan asing yang berpengalaman di industri game.
IGDX Academy tahun ini diikuti oleh 36 peserta (pengembang) yang terbagi menjadi dua kategori, yakni 15 peserta di level intermediate dan 21 lainnya di level advance.
4Happy Studio , salah satu pengembang yang ikut serta dalam IGDX Academy 2022 ini menceritakan pengalamannya. 4Happy Studio sendiri merupakan pengembang lokal asal Batam yang masuk dalam kategori level advance.
Rafi, perwakilan dari 4Happy Studio menceritakan pengalamannya selama mengikuti sesi mentoring di IGDX Academy tahun ini.
Rafi mengaku pertama kali mendengar informasi ajang IGDX 2022 dari komunitas, lalu langsung mendaftarkan diri melalui situs resmi IGDX 2022 setelah memenuhi sejumlah syarat tertentu.
“Ada beberapa syaratnya. Harus legal dulu studionya dan minimal harus dua tahun di game developer,” tutur Rafi.
Berdasarkan syarat dan ketentuan, peserta yang masuk ke dalam kategori intermediate mencakup developer game yang telah melewati proses pengembangan game selama kurang dari dua tahun.
Sebaliknya, kategori level advance diisi oleh nama-nama pengembang game yang lebih mahir lantaran sudah menghabiskan waktu selama lebih dari dua tahun mengembangkan game.
Selanjutnya, pengembang game yang mendaftar IGDX Academy 2022 akan dikurasi dan mendapatkan pengumuman terkait nama-nama mentor yang akan memberikan bimbingan secara online.
Menurut Rafi, 4Happy Studio mendapatkan dua orang mentor yang terdiri dari Zak Whaley selaku Director of Engineering dari PlayEveryWare.
Kemudian Mary-Anne Lee yang menjabat sebagai Product Marketing Manager di Mighty Bear Games juga ikut serta membimbing pengembang game yang berbasis di kota Batam, Riau.
“Per satu mentor itu 7 sesi dan setiap sesi itu sekitar 1 jam,” jelas Rafi.
Selama sesi mentoring di IGDX Academy, Rafie menjelaskan ia dan rekan-tekan tim 4Happy dapat dengan bebas menanyakan beragam jenis topik terkait proses pengembangan game, kendala yang sedang dialami, review lebih dalam mengenai kualitas produk game, hingga kapasitas bisnis saat ini.
Di antara beragam topik tersebut, 4Happy Studio mengaku lebih fokus untuk membenahi sisi development, serta bisnis dan value perusahaan.
Sasar target pasar mancanegara
Ini merupakan kedua kalinya Rafi mewakili 4Happy Studio di acara puncak IGDX. Pada 2021 lalu, 4Happy Studio juga ikut serta di sesi IGDX Academy dengan tujuan membantu proses pengembangan Cube, game mobile berbasis Android.
Dibandingkan dengan tahun lalu, Rafi mengatakan IGDX 2022 kali ini memungkinkan para peserta memilih penerbit game yang ingin dijadikan mentor.
Dengan demikian, peserta dapat menentukan nama-nama mentor yang dinilai lebih cocok untuk memberikan arahan terkait proses bisnis dan game yang tengah dikembangkan.
“Kalau yang minta (request) mentor biasanya mereka yang belum cocok atau mereka yang butuh mentor tertentu atau ada alasan lain,” ucap Rafi.
Tahun ini, 4Happy Studio menerima bimbingan untuk membantu proses pengembangan game Who is He: Let me Out . Who is He: Let me Out merupakan game puzzle dan horor yang digarap menggunakan software Unity dan game engine 3D Blender.
Saat ini Who is He: Let me Out sudah memiliki demo yang bisa diakses melalui , dan .
Menurut Rafi, Who is He: Let me Out menargetkan pasar mancanegara. Ia mengatakan banyak peminat yang berasal dari negara lain, seperti Amerika Serikat (AS), China dan Rusia.
Sejauh ini, Who is He: Let me Out telah di-download lebih dari 10.000 kali. Menurut Rafi, minimnya ketertarikan gamer Indonesia terhadap game buatannya turut dipengaruhi oleh perbedaan genre yang diminati.
Pria berusia 22 tahun ini menilai bahwa game lokal masih memiliki peluang untuk bisa populer di Indonesia. Hanya saja, peluangnya akan jauh lebih besar apabila game tersebut juga populer di luar negeri.
“Soalnya kalau gamer di Indonesia lebih suka game kompetitif seperti Mobile Legends dan PUBG, dan banyaknya game mobile,” pungkas Rafi.