Kisah Rumah Tua Peninggalan Bouwplan 7 Belanda Milik Keluarga Irawan Prajitno, Penuh dengan Cerita Unik

MALANG, celebrities.id – Sekilas rumah tua di Malang peninggalan zaman masa kolonial Belanda memang tak ada bedanya, seperti rumah yang kini ditempati Irawan Prajitno.

Namun siapa sangka rumah peninggalan kolonial Belanda ini memiliki cerita tersendiri. Cerita itu datang saat rumah itu selesai dibangun oleh Belanda di bouwplan 7 bersama kawasan perumahan elite di Jalan Ijen dan sekitarnya, pada 1934. 

“Dulunya rumah ini perkebunan tebu punyanya Pabrik Gula Kebonagung dibangun 1934 masuk bouwplan 7, ditempati 1935,” kata pemilik rumah Irawan Prajitno, ditemui MNC Portal pada Sabtu (9/7/2022).

Menurut Irawan, kawasan permukiman baru yang dibangun pemerintahan Belanda di Jalan Ijen dan sekitarnya, hanya diperuntukkan untuk orang-orang Eropa, para pejabat kota kala itu, dan pengusaha Belanda. Orang pribumi atau inlandeer dalam bahasa Belanda, diharamkan bertempat tinggal di daerah itu.

Bahkan konon ada pagar khusus yang memisahkan permukiman orang-orang Belanda dan Eropa lainnya dengan perkampungan pribumi yang ada di bawahnya. Para pribumi ini pun tak bisa sembarangan masuk kawasan permukiman Eropa itu.

“Bouwplan 7 diperuntukkan untuk para pejabat Kota Malang yang Belanda, kaum penguasaha, dan diperuntukkan untuk orang Eropa, intinya daerah ini ditetapkan wilayah Belanda dan tempat tinggal pejabat Malang. Yang pribumi ditaruh di bawah di Oro-oro Dowo, Jodipan, Kebalen. Dia (orang Belanda ini) nggak mau rumahnya lebih rendah dari inlandeer atau pribumi, karena daerah sini kan lebih tinggi dari yang sebelah timur. Itu psikologis orang Belanda,” katanya.

Menariknya dari deretan permukiman warga Eropa itu ada satu-satunya rumah yang ditempati oleh warga pribumi atau inlandeer. Rumah ini berada di Jalan Anjasmoro Nomor 5 dihuni oleh Slamet dan keluarganya. Saat itu Slamet menjadi bagian dari pejabat di rumah pemotongan hewan (RPH) yang dibuat Belanda.

“Yang namanya Slamet ini orang pertama ini, Orang Jawa kok bisa milih tempat tinggal di sini. Kebetulan ada sedikit punya sumbangan kepada sejarah Kota Malang, dia kepala RPH pertama yang dibuat oleh Belanda,” ujarnya.

Awalnya Slamet bisa menjadi salah satu pejabat di pemerintahan Belanda berawal dari lowongan kerja yang dibuka. Dimana saat itu pemerintah Belanda membuka lowongan untuk merancang rumah pemotongan hewan yang higienis dan bagus. 

“Karena sebelumnya mungkin nggak ada yang bagus, akhirnya dibikin itu. Pemerintah Kotapraja membuka lowongan, jadi Pak Slamet ini dia dokter hewan, jadi dokter hewan lahir 1919, tahun 1930-an tugas di Watampone, anak sudah ada empat, kalau tetap di luar Jawa pendidikannya sulit. Makanya begitu ada lowongan tadi Slamet ini ngajukan lamaran,” katanya.

Singkat cerita akhirnya dia berhasil diterima, kemampuan berkomunikasi dengan warga pribumi dan penguasaan bahasa Belanda dan bahasa lokal, menjadikannya kandidat yang diterima. 

“Urusan potong hewan urusan sama orang-orang inlandeer urusan pekerjaan kasar sama orang-orang lokal. Kalau kepalanya orang Belanda, komunikasinya nggak bisa nggak enak, sampai hari ini semuanya orang Madura. Kakek saya bisa ngomong Madura, pernah dinas di Sumenep tahun 1926. Itu salah satu kelebihan yang akhirnya menduga-duga kenapa akhirnya diterima oleh Belanda, ada sejarahnya walaupun sedikit di Kota Malang,” ujarnya.

 


Artikel ini bersumber dari www.celebrities.id.

error: Content is protected !!
Exit mobile version