Politikus PDIP Sindir Perilaku Elite Relawan Ngambek Demi Jabatan Politik

Merdeka.com – Mesin partai politik jelang Pilpres 2024 mulai dipanaskan. Aksi relawan mulai digencarkan, mendukung calon masing-masing.

Politikus PDI Perjuangan (PDIP), Deddy Yevri Sitorus menilai saat ini ada segelintir elite kelompok kepentingan berkedok relawan yang sedang resah dengan bergulirnya tahapan-tahapan Pemilu 2024.

Sekelompok kecil elite kelompok kepentingan berkedok relawan ini sejatinya adalah parasit-parasit kekuasaan yang ingin tetap eksis dan mendapatkan posisi politik serta akses terhadap APBN maupun BUMN.

Demikian dikatakan Deddy. “Kelompok relawan sebagai bagian dari volunterisme adalah bagian dari perkembangan demokrasi yang positif sebagaimana ditunjukkan dalam peradaban politik di barat dan terutama Amerika,” kata Deddy dalam keterangannya, Sabtu (13/8).

Volunterisme atau kerelawanan adalah semangat partisipasi politik yang muncul ketika adanya kepemimpinan baru yang menawarkan perubahan, adanya kesamaan kepentingan yang kuat atau munculnya musuh bersama yang mengancam.

Hal itu bisa dilihat dari menjamurnya kelompok-kelompok relawan saat perhelatan demokrasi di negara-negara maju seperti Amerika dan Inggris saat Clinton dan Obama memenangkan kontestasi Presidensial di Amerika atau kemenangan spektakuler Partai Buruh saat dipimpin Tony Blair.

Di Indonesia, fenomena positif hadirnya kelompok-kelompok relawan dapat dilihat saat Joko Widodo memenangkan kontestasi Pemilihan Gubernur DKI Jakarta tahun 2012 silam. Fenomena yang relatif sama terjadi di Amerika, Inggris dan Pilgub DKI Jakarta saat itu sangat elegan dan berkualitas.

Para relawan dan organisasi relawan muncul dimana-mana dan bergerak ke arah yang sama tanpa komando dan mengalir dengan baik dari rumah-rumah, kantor, kampung hingga tingkat nasional.

“Gejalanya sama, volunterisme bangkit, massif tetapi bersifat ad hoc. Begitu pemilu selesai, semua relawan kembali pada kehidupan normal dan hanya sedikit yang kemudian meneruskan naluri politiknya di jalur politik formal atau partisan,” ujar Deddy.

“Tetapi di Indonesia, sejak pemilu 2014 hingga hari ini banyak relawan atau kelompok relawan yang akhirnya justru berubah menjadi aktor politik dan ormas permanen,” kata Deddy.

Aktor-aktor politik baru yang lahir sejak 2014 ini, sebagian besar sebelumnya aktif di partai politik dan ormas atau LSM. Ternyata, kata Deddy, mulai merasakan nikmatnya kekuasaan dan akses ekonomi yang didapatkan dengan terus menumpang di ketiak kekuasaan.

“Ada pimpinan relawan yang kemudian menempatkan saudara, teman dan anggotanya di kementerian-kementerian dan BUMN untuk mengakses jabatan, APBN maupun menikmati madu proyek-proyek BUMN. Banyak dari mereka yang kemudian berperilaku buruk melebihi elite politik, bermodal kedekatan atau sekedar foto dan selfie dengan para pejabat dan penguasa,” urai Deddy.

“Mereka aktif meminta ketemu dengan para pejabat negara dan BUMN agar bisa mendapatkan berbagai akses yang bahkan tidak dimiliki oleh politisi maupun aktivis partai politik,” kata Deddy.

Bahkan, lanjut Deddy, pernah ada pentolan elite relawan yang ngambek dan “mengancam” hingga akhirnya mendapatkan posisi wakil menteri. Padahal saudara kandung dan kroninya sudah mendapatkan berbagai jabatan di kekuasaan maupun BUMN, ungkap Deddy.

Sebagai anggota Komisi 6 DPR RI yang bermitra dengan Kementerian BUMN serta selalu terlibat sebagai tim inti kampanye Pilpres 2014 dan 2019, Deddy mengaku tahu persis siapa saja dan bagaimana kelakuan para elite relawan tersebut.

“Saya tahu siapa yang sebenarnya punya massa, yang benar-benar bergerak saat pemilu dan siapa yang saat ini jadi benalu kekuasaan,” ujarnya.

Lebih jauh menurut Deddy, ditengah ketidakpastian calon Presiden atau partai afiliasi, para elite relawan bermental parasitik ini mencoba melakukan berbagai manuver-manuver politik.

“Tidak lebih dan tidak kurang, tujuannya adalah agar punya saham dalam pemerintahan berikutnya dan terus menikmati kue kekuasaan yang memabukkan itu,” kata Deddy.

Menurutnya, atas nama organisasi, mereka membawa-bawa massa yang sangat mencintai Presiden Jokowi dan bertindak seolah-olah sebagai kepanjangan tangan atau aparatur kehendak politik Presiden.

“Para anggotanya tidak pernah tahu bahwa para pentolan relawan itu hidup dan berperilaku melebihi elite politik, meskipun seringkali mereka harus keluar ongkos sendiri dalam setiap kegiatan. Sementara elitenya sibuk menagih proposal ke sana kemari dan uangnya entah kemana,” beber Deddy.

[rhm]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!