Ombudsman Ungkap Tiga Modus Kecurangan PPDB di Banten

Jakarta: Ombudsman Provinsi Banten menemukan sejumlah kecurangan dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) di Banten. Setidaknya, ada tiga modus operandi yang muncul ketika PPDB di Banten.
 
Ketiga modus tersebut, yakni pelaku memiliki relasi sehingga mendapat jatah mencari murid titipan. Kemudian, ada rekomendasi yang dikirim pejabat daerah untuk meloloskan calon siswa, hingga penerimaan uang untuk pembangunan kelas.
 
Asisten Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Banten Zaenal Mutaqin memaparkan modus pertama pelaku memiliki “jatah” di sekolah. Dia menyebut jatah itu terpisah dari PPDB resmi yang diselenggarakan.





Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Zaenal menceritakan pelaku yang memiliki jatah mengiklankan diri secara terbatas kepada beberapa orang dengan target orang tua/wali yang anaknya tidak diterima pada saat mendaftarkan diri di PPDB resmi. Atau mencari pendaftar yang tidak memiliki kepercayaan diri yang cukup dalam mengikuti PPDB resmi.
 
“Kemudian orang tua siswa menghubungi pelaku bernegosiasi mengenai harga kursi yang biasanya tergantung dari persepsi terhadap sekolah yang dimasukkan sekolah yang bersangkutan. Maka semakin favorit maka harga kursi semakin mahal,” kata Zaenal melalui YouTube Ombudsman RI, dikutip Jumat, 26 Agustus 2022.
 
Dia memaparkan setelah ada kesepakatan dengan orang tua lalu terjadi transaksi. Bukti dalam bentuk transfer sejumlah uang dari orang tua kepada pelaku itu digunakan untuk menjamin siswa yang masuk melalui jalur khusus di luar PPDB bisa mendaftar saat daftar ulang diselenggarakan.
 
“Atau bisa juga daftar ulang ini berbeda dari siswa-siswa yang lain. Karena tidak bisa dibedakan secara khusus mana jalur PPDB maupun non PPDB. Atau penyelenggaraan daftar ulang ini dilakukan di waktu tertentu saja,” papar dia. 
 
Praktik lainnya, siswa titipan dari berbagai unsur. Seperti instansi pemerintah, kepala daerah, aparat penegak hukum, kepala instansi, dan sebagainya.
 
Zaenal mengungkapkan pihaknya menemukan barang bukti seperti surat rekomendasi dari kepala daerah. Hingga, bukti pesan singkat kepada kepala sekolah secara langsung menitipkan calon siswa.
 
“Bentuknya ada rekomendasi dari kepala daerah, kemudian ada daftar yang dibentuk oleh sekolah itu sendiri. Ini khusus dibuat daftar mana saja siswa titipan yang dalam sekolah tersebut,” ujarnya.
 
Selanjutnya, penerimaan uang dengan tekanan untuk membuka ruang kelas baru dan akhirnya sekolah mendadak menambah kelas. Sekolah, kata dia, akhirnya mengajukan surat ke dinas terkait penambahan kelas atau inisiatif sendiri dan mengajukan rincian anggaran biaya kelas tambahan.
 
Zaenal menjelaskan karena ada permintaan baik dari jalur khusus atau titipan mau tidak mau sekolah menambah kelas baru untuk menampung siswa tersebut. Sekolah meminta dana ke orang tua siswa titipan lantara tidak memiliki anggaran yang cukup.  
 
“Kami menemukan praktik penggunaan dana ratusan sampai mendekati miliaran dari satu sekolah yang membangun lima tambahan kelas. Pada saat pembangunan kelas, anak-anak bagian dari penambahan kelas dititipkan ke ruang-ruang yang tidak layak seperti perpustakaan dan seterusnya. Kami meminta kepada orang tua siswa dana itu agar dikembalikan karena itu pungli dan sudah dilakukan pengembalian dari sekolah ke orang tua siswa,” beber Zaenal. 
 

 

(REN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

error: Content is protected !!
Exit mobile version