Mardani Maming Tersangka Tunggal, Penyuapnya Meninggal

Jakarta: Mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming menjadi tersangka tunggal dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait izin usaha pertambangan di wilayahnya. Lembaga Antikorupsi tidak menetapkan tersangka dari unsur pemberi suap dalam kasus tersebut.
 
“Dalam paparan ekspose itu ternyata pemberinya Hendry Sutiyo (pengendali PT Prolindo Cipta Nusantara atau PCN) itu sudah meninggal, jadi pemberinya sudah meninggal,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis, 28 Juli 2022.
 
Alex mengatakan Henry merupakan pemberi suap ke Mardani dalam kasus ini. Namun, dia bebas dari proses hukum karena sudah meninggal dunia.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Namun, KPK percaya diri kasus ini bisa ditangani. Lembaga Antikorupsi itu mengeklaim mempunyai banyak bukti dalam menangani kasus tersebut.
 
“Dan perkara ini sebetulnya ada irisan dengan perkara yang ditangani oleh Kejaksaan Agung menyangkut kepala dinas pertambangan dan energi,” ujar Alex.
 
Mardani diduga menyelewengkan kekuasaannya dalam pemberian izin usaha pertambangan di Kabupaten Tanah Bumbu. Mardani diduga memberikan karpet merah untuk mempercepat proses peralihan izin usaha pertambangan PT Bangun Karya Pratama Lestari dan PT Prolindo Cipta Nusantara.
 
Sejumlah dokumen tanpa kelengkapan administrasi dikeluarkan Mardani untuk mempercepat proses peralihan tersebut. Peralihan itu diyakini melanggar ketentuan Pasal 93 ayat (1) dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Beleid itu menyebut pemegang IUP dan IUPK tidak boleh memindahkan IUP dan IUPK-nya kepada pihak lain.
 

KPK juga meyakini Mardani meminta Hendry untuk mengurus izin pelabuhan untuk menunjang aktivitas operasional pertambangan. Usaha pertambangan itu juga diyakini telah dimonopoli PT Angsana Terminal Utama (ATU) yang juga milik Mardani.
 
Mardani juga diyakini sudah berkali-kali menerima duit dari Hendry dalam kurun waktu 2014 sampai 2020. Beberapa duit yang diterima diambil oleh orang kepercayaannya atau masuk dari perusahaan Mardani. Totalnya mencapai Rp104,3 miliar.
 
Dalam kasus ini, Mardani disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Can)
 

(ADN)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!