Indrayoga Suharto, Menyusun Persiapan Menuju Bisnis EBT

Indrayoga Suharto,Direktur Bisnis 1 PT Rekadaya Elektrika.

Sudah lebih dari 15 tahun Indrayoga Suharto berkarier di lingkup PT PLN (Persero). Mulai bergabung pada 2006, Indrayoga telah mengecap berbagai posisi di perusahaan listrik milik negara tersebut. Dia juga sempat mendapat promosi ke PT PJB (anak perusahaan PLN) sebagai Manager of Project Management Office. Hingga pada Juni 2021, dia mendapat penugasan yang lebih tinggi lagi, menjadi Direktur Bisnis 1 PT Rekadaya Elektrika, cucu usaha PLN, yang dijabatnya sampai sekarang.

Rekadaya Elektrika merupakan perusahaan di bidang engineering, procurement, and construction (EPC) infrastruktur ketenagalistrikan yang mayoritas sahamnya dipegang oleh PJB. Perusahaan ini antara lain menangani EPC Pembangkit PLTU Gorontalo, EPC Transmisi Transmission Line Tenayan-Perawang, EPC Gardu Induk Kayutangi. Kemudian, ada layanan AIP (Availability & Improvement Program) di PLTU Paiton, konsultasi di PLTU Cilacap Ekspansi 2, dan investasi di IPP (Independent Power Producer) PLTU Mamuju.

Pandemi Covid-19 turut memukul bisnis EPC Rekadaya Elektrika, karena banyak perusahaan mengalihkan dana investasinya untuk penanganan pandemi. Indrayoga mengatakan, yang terjadi pada bisnis EPC saat ini adalah sebagian besar pemilik anggaran investasi membuat perubahan kontrak, yaitu dengan mengalihkan beban risiko yang semula ada pada dirinya ke pihak kontraktor. Hal ini mengakibatkan shifting cost menjadi sangat murah, sehingga klien akan mudah beralih ke yang lebih murah.

Sebagai Direktur Bisnis, hal ini tentu menjadi perhatian Indrayoga. Untuk menghadapinya, pria kelahiran 1981 ini melakukan efisiensi biaya agar bisa bersaing dengan pasar global. “Harga yang murah merupakan keyword bisnis EPC. Maka, untuk bisa bersaing, kami harus bisa menekan biaya dengan sangat baik,” katanya.

Dia bersama tim menyusun strategi eksekusi dengan analisis SWOT, baik internal maupun eksternal. Kemudian, ada tiga strategi yang dibangun demi menjaga sustainable competitive advantage.

Strategi pertama, long term partnership, yaitu dengan membangun ekosistem dalam bisnis EPC. Pada small scale, lebih banyak memanfaatkan tenaga kerja dan material lokal. Pada medium scale, dengan mengalihdayakan ke kontraktor lokal dan material distributor lokal. Sementara pada large scale, bekerjasama dengan pabrikan-pabrikan yang berpengalaman.

Strategi kedua, internal workforce. Dia menjelaskan, langkah ini guna menekan biaya tenaga kerja, yaitu dengan mengoptimalkan SDM yang ada untuk mengerjakan berbagai pekerjaan di lapangan, serta bekerjasama dengan para kontraktor.

Strategi ketiga, recurring income. Rekadaya Elektrika mengoptimalkan penggunaan utilitas peralatan kerja yang biasanya digunakan untuk mendukung kegiatan konstruksi, dengan menyediakannya untuk disewakan. “Jadi, mereka yang ingin masuk ke bisnis EPC bisa mendapat dukungan dari yang kami miliki. Dengan ini, kami membangun ekosistem baru bagi perusahaan-perusahaan yang bergerak di bisnis EPC,” kata Indrayoga.

Sebagai perusahaan yang didirikan untuk meningkatkan dan menyediakan lokal konten (TKDN) dalam proyek ketenagalistrikan, pihaknya berupaya memaksimalkan ketiga strategi tersebut dengan mengedepankan kearifan lokal dalam berkolaborasi dan menciptakan ekosistem lokal di bidang EPC melalui kolaborasi dengan perusahaan-perusahaan nasional, dengan tujuan besar yaitu go global. “Adat istiadat yang kita punya menjadi yang terdepan dalam memenangkan persaingan,” ujarnya.

Indrayoga menjelaskan bahwa rencana perusahaan lima tahun ke depan selaras dengan fokus negara terkait energi baru dan terbarukan (EBT). Pada sisi SDM, dia sudah menyusun kesiapan SDM guna mendukung target tersebut.

Pada tahun pertama, yakni awal 2022, telah dilakukan proses sertifikasi profesional manajemen proyek pada level-level tertentu yang mengikuti pelatihan tersebut. “Kami juga mempersiapkan SDM agar siap dalam manajemen EBT dengan berbagai diklat (pendidikan dan latihan),” katanya.

Indrayoga menekankan, persiapan SDM ini memang menjadi salah satu fokus utamanya untuk bersiap-siap menggarap EBT, baik dalam hal bisnis maupun manajemen proyeknya. Dia bahkan ikut terjun langsung melakukan analisis serta indentifikasi SDM di perusahaan, termasuk hasil psikotes dan assessment-nya.

Dia mencontohkan, salah satu karyawannya lulusan STM yang mengalami kemandekan karier berhasil dibimbingnya sampai berkembang menempati posisi manajer. Yang dilakukannya adalah mengidentifikasi dan merencanakan karier. “Dalam hal mengelola SDM, yang saya perhatikan adalah memaksimalkan kelebihan dan kekuatan masing-masing SDM,” ungkapnya.

Di tahun kedua, menyiapkan organizational capital readiness (OCR). Pihaknya menetapkan organisasi yang disiapkan sesuai dengan visi bisnis Rekadaya Elektrika, baik terkait bisnis EPC, konsultasi, maupun EBT.

Kemudian di tahun ketiga, perusahaan akan masuk ke bisnis EBT, terutama proyek-proyek EBT yang besar seperti PLTA. Indrayoga mengatakan, proyek PLTA memang menjadi tantangan karena belum ada pemain EPC di Indonesia yang mengintegrasikan listrik dari PLTA, selama ini digunakan kontraktor-kontraktor luar yang melakukan konstruksi PLTA.

“Oleh karena itu, tahun depan kami menargetkan bisa menjadi integrator PLTA. Maka, SDM, organisasi, dan dananya harus disiapkan dengan sangat baik,” kata lulusan Magister Manajemen Universitas Diponegoro ini antusias. (*)

Yosa Maulana & Herning Banirestu

www.swa.co.id


Artikel ini bersumber dari swa.co.id.

error: Content is protected !!
Exit mobile version