MONDIAL, Frank & co, dan The Palace adalah sederet merek perhiasan ternama yang diproduksi dan dipasarkan oleh PT Central Mega Kencana (CMK). Perusahaan yang berpengalaman puluhan tahun di industri berlian ini memang istimewa. Selain tetap agresif melebarkan sayap bisnis dengan membangun jaringan toko di berbagai wilayah di Indonesia meski terkendala pandemi Covid-19, CMK juga mengelola bisnis secara profesional dan transparan.
Betapa tidak. Jaringan gerai CMK sudah ada di 22 provinsi. “Sampai akhir tahun 2022, kami menargetkan membuka sebanyak 30 gerai baru lagi,” ujar Petronella Soan, Chief Operating Officer CMK. Saat ini CMK memiliki 90 gerai, yang akan menjadi 106 gerai, di seluruh Indonesia.
Walaupun memiliki jaringan gerai yang sangat luas, CMK berhasil melaju mulus, tanpa gangguan berarti, bahkan, berhasil mengakselerasi business growth. Menurut Nella, panggilan dekat Petronella, hal ini terjadi karena manajemen berhasil melakukan perencanaan serta perhitungan yang matang dalam meningkatkan produktivitas selama pandemi.
“CMK berfokus pada pengembangan bisnis dan talent-talent yang ada di dalamnya. Karena CMK percaya bahwa ekspansi bisnis hanya dapat terjadi apabila sebuah perusahaan memiliki talent-talent yang terus berkembang bersama dengan perusahaan. Maka dari itulah, apresiasi serta pengembangan talent merupakan salah satu hal yang secara konsisten dijalankan oleh kami.” Terbukti selama pandemi, ketika industri retail menjadi salah satu industri yang sangat terdampak, CMK memilih untuk tetap mempertahankan talent–talentnya tanpa terkecuali, bahkan justru semakin gencar menjalankan program-program talent development. Dalam pemilihan talent sendiri, Nella mengatakan bahwa faktor kejujuran, menjadi hal utama, “Perusahaan lebih mengutamakan kejujuran karena berada di industri perhiasan, apapun gender serta latar belakang budaya dari talent yang berkarya di CMK,” katanya. Selain kejujuran, terdapat pula aspek kualitas yang bagi Nella terbentuk melalui berbagai macam indikator yang unik sesuai dengan keahlian si talent itu sendiri.
“CMK hanya melihat dari aspek kualitas, yang di dalamnya ada integritas, kemampuan untuk berpikir, managerial skill, dan ketegasan dalam mengambil keputusan,” kata Nella yang merintis karier dari bawah.
“Pada dasarnya tidak ada pembeda antara laki-laki dan perempuan. Semua bisa melakukan pekerjaan sesuai dengan keahliannya masing-masing.“ demikian penilaiannya.
Siapa pun bisa menjadi pemimpin di perusahaan ini, dan pihaknya memberikan kesempatan yang sama untuk berkembang.
“Saya, secara pribadi, memulai karier dari frontliner (di toko). Saya selalu bilang, tidak adil buat saya yang memulai karier dari bawah tidak memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang,” katanya.
Namun, semua itu tergantung pada bagaimana individu meningkatkan kualitas mereka di setiap posisi atau divisinya. “Yang menjadi fokus adalah kualitas orangnya, bukan gender, status, maupun latar belakangnya,” Nella menegaskan.
Di level direksi CMK, saat ini komposisinya 50:50 untuk laki-laki dan perempuan. Di level atas sangat memberikan ruang untuk pengembangan diri. Posisi perempuan di level direksi ada di bidang operasional, keuangan, dan merchandise. Begitu pun di level pegawai, pihaknya tidak membedakan antara laki-laki dan perempuan.
Nella menjelaskan, CMK itu bergerak end to end, mulai dari desain, produksi, pemasaran, hingga penjualan. Di produksi atau manufacturing (pembuatan perhiasan), sangat umum diisi oleh laki-laki sebagai pengrajin. Saat ini juga sudah mulai ada perempuan yang menjadi pengrajin.
Adapun di area merchandise (rantai pasok), kebanyakan pekerjanya adalah perempuan (hampir 60%). Di area operasional, seimbang, 50:50.
“Secara keseluruhan, komposisi karyawan kami 42% perempuan dan 58% laki-laki, karena area terbanyak ada di frontliner dan pengrajin,” ungkap Nella.
Dari tahun ke tahun, keterlibatan perempuan dalam organisasi CMK terus meningkat. Hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah toko serta antusiasime perempuan yang semakin besar untuk terjun ke industri retail perhiasan.
“Bisnis kami adalah bisnis perhiasan. Secara data, konsumen kami 83% adalah perempuan. Kami tidak membeda-bedakan laki-laki dan perempuan, namun karena industrinya perhiasan (dunia perempuan), yang melamar juga kebanyakan perempuan sehingga yang tersaring untuk masuk ke organisasi juga kebanyakan perempuan,” paparnya.
Demikian juga dalam hal mencetak leader, pihaknya tidak membedakan prosesnya antara laki-laki dan perempuan. Perusahaan ini memiliki talent pool yang memberikan edukasi, challenge, dan assessment yang sama sehingga yang dilihat adalah hasilnya; bagaimana mereka bisa mempresentasikan value, kompetensi, serta kapabilitas yang dimiliki.
Lalu, apakah perempuan menjadi target utama pasar CMK? Dalam database perusahaan ini tercatat bahwa konsumen dari brand-brand CMK memang masih didominasi perempuan yakni sebesar 84,01%. Dari sisi usia, target pasar cukup bervariasi. Walau rentang usia 30-45 tahun menjadi kelompok terbanyak, mereka yang berusia di bawah 30 tahun, dan di atas 45 tahun pun terbukti berhasil menjadi pelanggan setia brand-brand CMK. Adapun, walau socio-economic status (SES) konsumen rata-rata berasal dari kelas A, melalui brand-brandnya yang menawarkan diversifikasi produk serta harga yang variatif, brand-brand CMK juga terbukti memiliki konsumen pecinta perhiasan dari berbagai SES.
Dari sisi produk, walaupun 94% item adalah perhiasan perempuan. Patut diingat pula bahwa perhiasan merupakan benda yang merepresentasikan cinta dan rasa sayang, serta merupakan top of mind untuk mereka yang ingin menghadiahkan sesuatu yang spesial bagi orang tercinta. Maka dari itulah, dalam melakukan aktivitas pemasaran, CMK juga menyasar audiens-audiens yang beragam, salah satunya adalah kelompok laki-laki dari berbagai kalangan dan usia, tidak hanya kelompok perempuan saja.
“Analisis kami, perhiasan merupakan symbol of love sehingga yang membelikan perhiasan adalah laki-laki untuk pasangan mereka. Dan berdasarkan data social listening media digital kita banyak yang melihat advertising kita adalah laki-laki. Makanya kami dalam 2-3 tahun terakhir makin gencar untuk menargetkan laki-laki untuk melihat produk kita,” kata Nella.
Cara untuk membangun keinginan orang menggunakan perhiasan adalah dengan memakainya. Sehingga, CMK menggunakan brand ambassador perempuan dalam tiga tahun terakhir. Namun, pihaknya juga sering bekerjasama dengan laki-laki, di antaranya dengan Randy Pandugo dan Tex Saverio.
Mengenai perkembangan bisnis saat pandemi Covid-19, Nella menjelaskan, yang digelutinya adalah industri perhiasan dan sudah melewati banyak krisis. Namun, diakuinya, saat pandemi, tahun 2020 dan 2021, tokonya tutup yang menyebabkan revenue menurun cukup signifikan.
Meski demikian, sesuai dengan yang diungkapkan sebelumnya, sebagai sebuah perusahaan retail yang tentunya sangat terdampak oleh pandemi, CMK tidak hanya berhasil membuktikan ketahanan mereka secara bisnis. Namun juga membuktikan integritasnya terhadap masing-masing SDM dengan tidak melakukan adanya pemutusan hubungan kerja (PHK). Bahkan, pihaknya masih bisa memberikan pendapatan yang cukup bagi mereka untuk melewati masa sulit. Sesuatu yang patut disorot karena tidak seperti yang dilakukan banyak perusahaan lainnya di masa pandemi.
Malah, saat pendemi pihaknya memberikan banyak edukasi kepada karyawan. Perusahaan pun membuat sendiri silabus, kurikulum, materi edukasi, dll. Maklum, hingga saat ini belum ada sekolah jewellery.
“Selama pandemi, kami tidak berhenti melakukan pelatihan terkait perhiasan, industri, dll. Selama pandemi, saya bekerja 10 kali lebih capek ditambah degdeg-an dengan kondisi team yang terpapar covid-19,” Nella berterus terang.
Perlahan tapi pasti, krisis saat pandemi bisa dilalui. Kini CMK sudah mulai banyak melakukan ekspansi di berbagai daerah, di antaranya Medan, Pekanbaru, dan Palembang. Juga akan membuka toko di Lampung, Jambi, Bengkulu, dan Aceh (pada 2024).
Di Kalimantan, CMK telah ada di Samarinda, Balikpapan (Kalimantan Timur), Banjarmasin (Kalimantan Selatan), dan Pontianak (Kalimantan Barat). Di Sulawesi, CMK ada di Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Tenggara.
Di Jawa-Bali, hampir semua kota besar sudah dirambahnya, antara lain Jakarta, Bandung, Cirebon, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Sidoarjo, dan Denpasar.
Penjualan produk terbanyak di Jabodetabek, sebesar 35%-40%. Adapun daerah potensial lainnya adalah Medan, Surabaya, dan Makassar. “Target sales di 2022 sebanyak 100% karena kondisi saat ini sudah mulai membaik,” kata Nella optimistis.§.
Author : Dede Suryadi & Anastasia AS
Artikel ini bersumber dari swa.co.id.