Bersiap diri demi tangga karier di perusahaan teknologi

Era perusahaan teknologi

Seiring dengan perkembangan zaman, transformasi digital kini menjadi sebuah keniscayaan. Bahkan semenjak pandemi Covid-19, digitalisasi menjadi semakin terakselerasi. Dampaknya, pertumbuhan perusahaan teknologi yang ada di Indonesia pun ikut naik.

Dari hasil penelitian RevoU yang dirilis Mei 2021, pertumbuhan perusahaan yang diukur dari penambahan jumlah karyawan justru banyak dialami oleh perusahaan teknologi. Padahal, kala itu dampak badai pemutusan hubungan kerja (PHK) oleh berbagai perusahaan konvensional dari berbagai sektor masih terasa. Berdasarkan catatan Badan Pusat Statistik (BPS), angka pengangguran di Tanah Air mencapai 1,62 juta selama pagebluk.

Sementara, perusahaan teknologi dari berbagai sektor mengalami pertumbuhan, kecuali sektor pariwisata yang terkontraksi sebesar 14%. Dengan perusahaan yang mengalami pertumbuhan paling tinggi ialah health tech yang sebesar 26% dan disusul oleh edutech yang mencapai 21%. Sedangkan kategori lainnya, e-commerce, transportasi dan fintech masing-masing tumbuh sebesar 14%, 14% dan 4%.

“Untuk riset kali ini, kami mengumpulkan 31 perusahaan teknologi di Indonesia dan Asia Tenggara yang terbagi menjadi enam kategori (berdasarkan Google, Temasek & Bain) yaitu: e-commerce, transportasi, travel, fintech, edutech, dan health tech,” tulis Senior Content Marketing at RevoU Ivi Vilory dalam laporan hasil penelitian tersebut.

Belakangan, sejumlah perusahaan teknologi, khususnya perusahaan rintisan (startup) terlihat gencar melakukan PHK massal. Dampak jangka panjang pandemi ditengarai menjadi penyebabnya. Atas kondisi ini, banyak pihak mengatakan bahwa startup di Indonesia sedang memasuki tahap awal ledakan gelembung alias bubble burst.

Meski demikian, faktanya kebutuhan tenaga kerja di perusahaan teknologi masih sangat besar, sedangkan pasokan tenaga kerja yang siap dan terampil masih sangat terbatas.
Dari data Indeed.com, kesenjangan antara jumlah lowongan yang terbuka dan jumlah lulusan sangat besar. Ada 600.000 lowongan kerja setiap tahun, sedangkan jumlah lulusan universitas hanya 50.000 per tahun. Jadi, untuk setiap curriculum vitae (CV) ada sekitar 12 lowongan pekerjaan.

“Dengan adanya transformasi digital, perusahaan akan membutuhkan banyak profesional yang mahir di dunia teknologi dan digital,” kata Pemerhati Industri startup Ignatius Untung, kepada Alinea.id, Selasa (5/7).

Lebih spesifiknya, perusahaan akan mencari keahlian di bidang teknologi, digital dan e-commerce. Di mana keterampilan yang menjadi nilai tambah adalah dalam pembuatan kecerdasan buatan alias artificial Intelligence/AI, otomatisasi, pengalaman menangani pelanggan atau digital marketing, serta pengembangan produk.

“Profesi-profesi ini yang akan banyak dibutuhkan ke depan,” imbuh mantan Ketua Umum Asosiasi E-commerce Indonesia (IDEA) itu.

Kesenjangan digital

Faktanya, Indonesia bukan hanya kekurangan tenaga kerja digital saja, melainkan juga kekurangan pelamar kerja yang berkualitas. Bahkan, kini Indonesia dapat dikatakan telah mengalami fenomena talent crunch atau krisis talenta. 

Kondisi ini, terjadi lebih dini dari prediksi banyak ahli yang mengatakan fenomena ini baru akan terjadi pada tahun 2030, lantaran kecepatan perubahan kebutuhan masyarakat yang dibarengi pula dengan percepatan perkembangan teknologi dunia.

Karenanya, tak heran jika skill gap atau kesenjangan kemampuan digital bahkan telah menjadi makanan sehari-hari perusahaan teknologi. “Beberapa tahun terakhir, talent crunch-nya sudah makin menjadi. Jadi demand (permintaan) untuk tenaga kerja digital saat ini sudah jauh lebih tinggi dari supply (ketersediaan tenaga kerja),” beber Direktur GoTo dan CEO Gojek Kevin Aluwi, belum lama ini, dikutip dari kanal YouTube Kompas TV.

Jika teknologi terus berkembang, dan pasti akan terus berkembang, krisis dikhawatirkan akan semakin melebar. Merujuk pada riset Dewan Teknologi, Informasi dan Komunikasi Nasional (Wantiknas), pada 2030 nanti Indonesia masih akan kekurangan talenta digital sebanyak 18 juta orang. Sebaliknya, India yang memang sudah terkenal sebagai pabrik talenta digital, diprediksi akan mengalami surplus tenaga digital hingga 245,3 juta orang di tahun yang sama.

Sebagai mitigasi, Kevin menilai, sudah seharusnya industri dilibatkan dalam perancangan kurikulum mata pelajaran atau kuliah yang berkaitan dengan teknologi. Sebab, industri lah yang paham betul dengan kriteria yang dibutuhkan dari tenaga kerja untuk menjadikan digitalisasi di Indonesia kian maju.

“Indonesia belum punya kolaborasi antara dunia pendidikan dengan industri yang berhasil mencetak tenaga digital mumpuni,” imbuh dia.

Selain itu, untuk membantu mengurangi skill gap di dunia digital, Tokopedia, yang berada dalam naungan Grup GoTo, melakukan kolaborasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo). Melalui Tokopedia Academy, perusahaan teknologi lokal dengan marketplace terbesar di Indonesia itu menggelar program inkubasi bagi pelajar, bertajuk Tokopedia NextGen. Ajang yang ditujukan bagi pelajar untuk lebih memahami dunia digital, guna mencapai pemerataan pengetahuan melalui teknologi.

“Kegiatan Tokopedia NextGen yang berkolaborasi dengan Gerakan Nasional (Gernas-red) Literasi Digital ini menjadi tolok ukur yang baik untuk mendukung pengembangan talenta digital nasional,” ujar Juru Bicara Kominfo Dedy Permadi, saat dihubungi Alinea.id, Rabu (6/7).

Tidak bisa dimungkiri, literasi digital menjadi hal dasar yang harus dipenuhi untuk menciptakan talenta digital. Tidak hanya itu, literasi digital juga menjadi salah satu faktor kunci yang dapat dimanfaatkan masyarakat untuk memasuki industri digital dan dapat memanfaatkan shifting teknologi yang masih akan terus terjadi.

Pada kesempatan terpisah, Direktur Jenderal Aplikasi Informatika (Aptika) Kominfo Samuel A. Pangerapan mengungkapkan, di dalam program ini ada empat modul yang diberikan kepada calon-calon talenta digital, sehingga siap terjun ke dalam industri teknologi. Digital skill atau kemampuan digital, digital safety atau keamanan digital, digital culture atau budaya digital, dan digital ethics atau etika digital.

“Harapan kami, Program Literasi Digital ini dapat membawa perubahan positif bagi masyarakat Indonesia,” katanya, dalam Webinar Tokopedia NextGen: Lika-liku Satu Tahun Bekerja di Industri Teknologi, Kamis (30/6).

Setelah berhasil masuk ke dalam industri digital, dengan kondisi teknologi yang sangat dinamis, para talenta digital pun dituntut untuk bergerak cepat. Apalagi, setiap hari akan ada saja masalah baik di bidang data, otomasi, hingga programming yang harus segera dipecahkan.

Namun, hal ini tidak perlu dikhawatirkan karena ada sederet tips dari para Nakama (sebutan untuk karyawan yang bekerja di Tokopedia) agar calon-calon talenta digital dapat sukses berkarier di bidang teknologi.

Yakni, memahami hal dasar pada industri teknologi mengingat bidang profesi ini sangat dinamis. Sebelum memutuskan untuk berkecimpung di industri teknologi, para Nakama menyarankan agar calon talenta digital dapat memahami terlebih dulu sejumlah pekerjaan mendasar dalam industri teknologi, seperti product management, data analytics, web development, mobile development, UI/UX design, software engineering dan lain-lain.

Lalu, talenta digital harus memiliki kemauan tinggi untuk belajar. Data Scientist Tokopedia, Faldi Sulistiawan mengatakan karena dunia teknologi yang sangat dinamis, talenta digital juga diharuskan untuk memiliki kemauan belajar besar. Hal ini tak lain demi meningkatkan kemampuan bekerja dan agar talenta digital dapat memecahkan setiap masalah yang ada di dunia professional.

“Misalnya belajar lewat Tokopedia Academy, yang sering berbagi informasi mengenai dunia teknologi, seperti data, desain produk, pengalaman pelanggan dan masih banyak lagi,” ungkap Faldi.

Tips lain, pentingnya kolaborasi dan komunikasi. Mengingat setiap pekerja perlu memahami tugas atau tanggung jawabnya, serta memiliki kemampuan berkolaborasi, demi mencapai tujuan bersama. 

“Jangan malu bertanya kepada rekan kerja yang memiliki pengalaman lebih agar bisa memperoleh arahan untuk memperbaiki kinerja kita. Kami di Tokopedia sendiri punya budaya untuk terus belajar seperti seorang murid dan kemauan berbagi seperti seorang guru,” kata Software Engineer Web Platform Tokopedia, Audrey Datau.

Kemudian, bergabung dengan komunitas dan ikut pelatihan. Data Scientist Tokopedia, Ifta Jihan Nabila menyarankan setiap calon talenta digital untuk memanfaatkan kesempatan jika kantor mengadakan pelatihan teknologi bagi karyawan. Hal ini dimaksudkan agar keterampilan talenta digital dapat terus meningkat.

“Bergabung dengan komunitas yang mendalami dunia teknologi akan menambah – bukan hanya hard skills – tetapi soft skills untuk sukses di pekerjaan,” jelasnya 

Terakhir, setelah berhasil masuk ke dalam industri teknologi, talenta digital diharapkan dapat beradaptasi dengan budaya perusahaan. Selain untuk kenyamanan pribadi ketika bekerja, adaptasi juga diperlukan agar talenta digital dapat dengan leluasa menyampaikan ide yang dimilikinya kepada rekan kerja lainnya. 

Apalagi, di mana pun talenta digital bekerja, pasti akan membutuhkan interaksi antara satu pekerja dengan pekerja lainnya. Sebagai contoh, seorang data scientist perlu mengumpulkan dan menganalisis data, membangun banyak sistem dan otomasi, serta membagikannya kepada perusahaan. 

“Dalam menyampaikan data-data ini, diperlukan keterampilan berkomunikasi sesuai target audiens dan budaya perusahaan, agar ide yang disampaikan dapat dipahami dan menjadi riil, supaya pada akhirnya dapat memberi manfaat kepada pengguna,” jelas Faldi.


Artikel ini bersumber dari www.alinea.id.

error: Content is protected !!
Exit mobile version