Berkaca Siklus Kemarau 2021, 53 Desa di Bangkalan Berpotensi Alami Kekeringan pada Medio Agustus

SURYA.CO.ID, BANGKALAN – Hujan mendadak turun meski saat ini masih memasuki masa peralihan musim dari penghujan ke kemarau. Namun Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Bangkalan memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada pertengahan Agustus 2022.

Dari pemetaan BPBD pula, sedikitnya 53 desa di sembilan kecamatan berpotensi terdampak kekeringan. Puluhan desa terdampak kekeringan tersebut berdasarkan data realisasi dropping air bersih di tahun 2021

Plt Kepala Pelaksana BPBD Kabupaten Bangkalan, Rizal Morris mengungkapkan, database tersebut digunakan BPBD Bangkalan sebagai dasar potensi awal wilayah yang berpotensi terdampak kekeringan.

“Tetapi semoga saja jumlah desa terdampak kekeringan tahun ini bisa berkurang. Kami akan berkoordinasi kembali dengan seluruh camat untuk memastikannya,” ungkap Rizal kepada SURYA, Minggu (24/7/2022).

Tahun lalu atau tepatnya pada 24 Juli 2021, peringatan dini disampaikan BMKG bahwa Kabupaten Bangkalan memasuki kondisi Kekeringan Meteorologis. Di mana kondisi kering suatu daerah pada periode waktu tertentu yang disebabkan berkurangnya curah hujan, atau karena musim kemarau yang panjang.

Kala itu, 37 desa di enam kecamatan dilaporkan terdampak bencana kekeringan. Alarm kondisi Hari Tanpa Hujan (THT) itu langsung direspon Bupati Bangkalan, R Abdul Latif Amin Imron.

Sebagai langkah awal, Ra Latif kala itu mengirimkan sebanyak 25 ton liter bantuan air bersih yang diangkut dengan 5 armada tangki berkapasitas masing-masing 5.000 liter. Armada tersebut diberangkatkan ke Kecamatan Galis, Klampis, dan Arosbaya.

Disinggung masih terjadinya hujan saat ini, Rizal menyatakan, penyebab perubahan kondisi cuaca saat ini karena aktifnya beberapa fenomena dinamika atmosfer skala global-regional yang cukup signifikan.

Meskipun saat ini sebagian besar wilayah Indonesia sudah memasuki musim kemarau, lanjutnya, namun adanya fenomena-fenomena atmosfer tersebut memicu terjadinya cuaca yang berdampak masih turunnya hujan di sebagian besar wilayah Indonesia. Termasuk wilayah di Jawa Timur.

“Salah satu faktornya adalah fenomena La Nina yang pada Juli ini diidentifikasi masih cukup aktif dengan kategori lemah. Hujan yang hingga saat ini masih terjadi meskipun tengah memasuki peralihan musim dari penghujan ke kemarau, memang sesuai dengan rilis BMKG,” pungkas Rizal. ****


Artikel ini bersumber dari surabaya.tribunnews.com.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!