Belanja TIK Indonesia Masih Rendah Hanya Rp 21 Triliun

Merdeka.com – Menurut laporan Kearney “Transforming Indonesia’s e-government landscape” menyebutkan pembelanjaan pemerintah Indonesia untuk Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) hanya sebesar Rp 21 triliun pada tahun 2020 dan diperkirakan hanya Rp46 triliun pada tahun 2030 atau setara dengan 0,13 persen dari PDB.

“Jumlah investasi Indonesia di bidang TIK jauh lebih rendah dari rata-rata investasi 0,5 persen dari PDB di negara-negara benchmark yang telah berhasil mentransformasi sektor pemerintahannya,” kata Tomoo Sato, Partner di Kearney dalam keterangannya, Kamis (25/8).

Tomoo melanjutkan, untuk mencapai visinya menjadi negara dengan ekonomi terkuat kelima hingga ketujuh di dunia pada tahun 2045, pemerintah membutuhkan investasi TIK yang signifikan untuk mempercepat platform One Data Indonesia dan transformasi digital pada lebih banyak layanan publik.

Sementara itu, Alvin Suadarna, konsultan di Kearney juga turut berpendapat. Negeri ini, kata dia, rasanya perlu menggunakan opsi pendanaan untuk membiayai pembangunan infrastruktur cloud pemerintah yang terpusat.

“Pendekatan inovatif seperti bermitra dengan perusahaan swasta akan menjadi salah satu cara untuk mendukung pengembangan infrastruktur TI. Indonesia juga dapat menginisiasi kerja sama dengan organisasi internasional yang memiliki tujuan bersama untuk meningkatkan kesejahteraan nasional,” ujar dia.

Misalnya, Daerah Otonomi Guangxi Zhuang, salah satu provinsi termiskin China di barat daya, memperoleh bantuan dari Bank Dunia pada tahun 2018 untuk membiayai platform bertenaga big data untuk memantau dan mengevaluasi kesejahteraan warga. Pemerintah Guangdong bermitra dengan perusahaan teknologi dan perusahaan telekomunikasi – Tencent, China Mobile, dan China Unicom – untuk memberikan 800 layanan e-government melalui aplikasi mini.

Di sisi lain, menyiapkan komite khusus e-government sangat penting untuk mengamankan pendanaan TIK yang signifikan, memfasilitasi kolaborasi lintas kementerian, dan memastikan layanan e-government dapat ditegakkan. Seperti halnya Korea yang menciptakan Biro Pemerintah Digital di bawah Kementerian Dalam Negeri dan Keamanan untuk mengelola berbagi data publik sambil memastikan desain dan pengiriman layanan digital.

“Selanjutnya, komite khusus harus diikuti oleh kebijakan yang relevan, seperti keamanan siber, perlindungan data, dan tanda tangan digital,” jelas Shirley Santoso, Presiden Direktur dan Partner di Kearney.

[faz]


Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.

error: Content is protected !!
Exit mobile version