Merdeka.com – Direktur Utama Sinemart David Suwarto menyampaikan biaya menjadi salah satu aspek yang perlu diperhatikan disamping konsep film tersebut. Anggaran pembuatan film di Indonesia masih lebih mahal dibanding Thailand dan Malaysia.
“Di Indonesia itu ada USD 100 juta setiap tahun untuk film, di Amerika itu kira-kira seratus kali lipatnya. Korea lebih besar dari kita, tapi kita lebih besar dari Thailand dan Malaysia,” kata dia dalam Webinar bertajuk ‘Dibalik Layar’ Emtek Career Festival, Kamis (4/8).
Dia mencatat, dalam satu tahun ada USD 121,02 total biaya yang dikeluarkan untuk film di Indonesia. Sementara, hanya USD 16,03 juta, dan Malaysia hanya USD 20,19 juta. Di samping itu, di Amerika Serikat ada USD 11.377 juta untuk film. Serta Korea Selatan mencapai USD 794,844 juta untuk film dalam satu tahun.
Dari sisi jumlah rilis lokalnya, film di Indonesia cukup banyak yang dirilis selama satu tahun, mencapai 128 film. Amerika Serikat paling banyak dengan 856 film. Korea Selatan tercatat merilis 88 film dalam setahun, Thailand sekitar 50 film, dan Malaysia 9 film.
Sementara itu, di Indonesia, biasanya berangkat dari besaran buget yang dimiliki, baru kemudian masuk kepada konsep. Sementara di Amerika Serikat cenderung lebih dulu konsep dan budget semaksimal mungkin menyesuaikan.
“Karena budget terbatas, kalau di luar negeri seringkali mereka mulai dari konsep dulu. Baru dihitung budgetnya berapa, kemudian dihitung semaksimal mungkin budgetnya berapa sesuai dengan visi dari produser pembuat konsep,” bebernya.
Sayangnya, anggaran yang dikeluarkan tidak seimbang dengan pendapatan dari penjualan tiket. Sebab pendapatan yang didapat oleh film dari penjualan tiket tidaklah besar, hanya mencapai USD 950 Ribu. Sementara, Amerika berhasil membagi USD 13,29 juta, Korea USD 9,03 juta, Thailand USD 320 ribu, dan Malaysia USD 2,24 juta.
“Ternyata jumlah film yang kita buat cukup banyak untuk total gross uang yang bisa didapatkan dari jualan tiket tersebut, sehingga setiap film di Indonesia itu hanya mendapatkan kurang dari USD1 juta,” ujarnya.
Menurutnya, ini menjadi salah satu masalah industri kreatif dalam negeri. Mengacu perolehan dibawah USD 1 Juta saja, dia bisa melihat ada fenomena di mana beberapa film bisa populer. Di sisi lain ada film yang bahkan tak bisa menutup biaya produksinya.
“Itu yang menjadi masalah, salah satu masalah utama yang kita hadapi di indnustri ini adalah size atau ukuran industrinya masih banyak bisa berkembang. Dan kita perlu untuk mengembangkan ini, supaya kita bisa menjajaki genre-genre atau teknik-teknik film making yang lebeih advance lagi, yang membutuhkan waktu atau biaya yang lebih besar,” jelasnya
Reporter: Arief Rahman H.
Sumber: Liputan6.com
Baca juga:
Gelar Festival Film Bulanan, Sandiaga: Buka Jalur Distribusi Pasar Internasional
Mengenal Apa Itu Storyboard beserta Fungsi dan Cara Membuatnya
Film Adalah Karya Seni Berupa Rangkaian Gambar Hidup, Pahami Jenis-jenisnya
Perjalanan Karier Adhisty Zara, Langganan Main Film Drama hingga Punya Keinginan Ini
Hadiri Premier Film Fuji, Respons Cemburu Thariq Halilintar Curi Perhatian
Jefri Nichol Beberkan Cara Hadapi Casting Film, Percaya Diri dan Fokus Pada Karakter
Artikel ini bersumber dari www.merdeka.com.