Alasan KPK Tak Seret Anggota DPR yang Ditemui Bupati Pemalang Sebelum Kena OTT

Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap alasan tak ikut membawa anggota DPR yang diduga ditemui Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo (MAW) sebelum terjaring operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis, 11 Agustus 2022. KPK belum memiliki bukti kuat untuk menyeret legislator tersebut.
 
“Untuk membawa seseorang tentulah itu harus ada bukti dulu,” kata Ketua KPK Firli Bahuri di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat malam, 12 Agustus 2022.
 
Firli mengatakan bukti permulaan yang cukup penting untuk menyatakan seseorang terlibat tindak pidana atau tidak. KPK tidak bertindak gegabah dalam melaksanakan upaya hukum.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


“Menghormati asas-asas yang diamanatkan di dalam asas prinsip-prinsip pelaksanaan tugas pokok KPK. Di antaranya adalah demi kepentingan umum, kepastian hukum, keadilan, proporsionalitas, transparansi termasuk juga menegak hormati hak asasi manusia,” jelas Firli.
 
Berdasarkan kronologi penangkapan, KPK menangkap Mukti beserta rombongan setelah menemui seseorang di Gedung DPR Jakarta. Namun, Lembaga Antikorupsi tak mengungkap sosok legislator tersebut.
 

Lalu, Mukti diamankan bersama 34 orang dari unsur pejabat di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pemalang. Mereka diamankan setelah KPK menggelar giat di Jakarta dan Pemalang.
 
KPK menetapkan enam tersangka dalam perkara dugaan suap terkait jual beli jabatan di lingkungan Pemkab Pemalang pada 2021-2022. Yakni, Bupati Pemalang Mukti Agung Wibowo (MAW); Komisaris PD Aneka Usaha (AU) Adi Jumal Widodo (AJW); penjabat (Pj) Sekretaris Daerah (Sekda) Slamet Masduki (SM); Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Sugiyanto (SG); Kepala Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Yanuarius Nitbani (YN); dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum (Kadis PU) Mohammad Saleh (MS).
 
Slamet, Sugiyanto, Yanuarius, dan Saleh selaku pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 
Mukti dan Adi selaku penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 199 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
 

(END)

Artikel ini bersumber dari www.medcom.id.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!