TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Pelatih Tim Nasional (Timnas) Paracyling Indonesia yang sukses mengantarkan M Fadly Imamnudin dan kawan-kawan menyumbangkan 1 emas, 8 perak dan 8 perunggu bagi Kontingen Indonesia di Asian Para Games 2018 Jakarta, Puspita Mustika Adya mengalami nasib tragis.
Sejak November 2019 hingga kini, mantan pebalap nasional ini harus menjalani pengobatan marathon di RS Persada Malang, Jawa Timur akibat dampak insiden kecelakaan saat menangani Tim Balap Sepeda Brunai di Muaravtitong Highway Brunai Darussalam pada 23 Juli 2008 lalu.
“Sejak November 2019, Puspita sudah menjalani pengobatan secara marathon. Dan, kita terpaksa mengeluarkan biaya pribadi setiap bulan sekitar Rp6 juta lebih karena BPJS dan Axxa Allianz tidak mengcover biaya pengobatan kecelakaan lama,” ungkap Istri Puspita Mustika Adya, Riries Widya yang dihubungi, Senin (11/7/2022).
Dari hasil MRI dan data MCU yang dilakukan RS Persada Malang yang melibatkan dokter spesialis ahli bedah syaraf, dokter mata, THT, dan penyakit dalam tersebut, kata Riries Widya, Puspita harus menjalani operasi untuk mengatasi dampak total permanen kecelakaan di Brunei tersebut.
“Mas Puspita harus menjalani operasi penggantian 4 selang yang terpasang dari kepala ke saluran pembuangan karena alirannya mampet . Pergantian itu harus dilakukan selama 5 tahun sekali karena kotor atau banyak plak sehingga aliran nya mampet. Kalau slang lagi mampet itu cairan merendam saraf lainnya jadi mengeras dan pusing menyebabkan Puspita blank dan kesakitan,” jelasnya.
“Mas Puspita itu kelebihan cairan otak karena total accident permanen kecelakaan di Brunei. Kalau pada anak kecil yang tulang kepalanya masih tipis kepalanya membesar Hidrosefalus, pada mas Puspita kelebihan cairan otak itu harus dikeluarkan lewat slang dari otak ke pembuangan. Namanya cairan otak kadang keluar di mata itu cairannya bisa mengeras menekan mata dari pori pori udara yang masuk lewat kulit,” katanya lagi.
Tindakan operasi itu, kata Riries Widya, perlu dilakukan dalam upaya menghindari dampak buruk terhadap Puspita yang pernah mengalami koma dan stroke serta mengurangi pengeluaran pribadi.
Sejak kecelakaan di Brunai Darussalam tersebut, kata Riries, Puspita telah menjalani tiga kali operasi otak.
“Pertama, di RS RIPAS Brunei Emergency tahun 2008, kedua di RS Mount Elizabeth Singapura tahun 2008 dan terakhir di RS Siloam Karawaci Tangerang tahun 2010. Dan, Puspita juga sempat general check up di RS Tan Tock Seng Singapore tahun 2013 dan tahun 2015,” ungkapnya.
Untuk operasi keempat, kata Riries Widya, diperkirakan akan menelan biaya sekitar Rp400 juta. Namun, dia belum mendapatkan jadwal operasinya karena tim dokter masih terus melakukan observasi.
Pada masa jayanya, Puspita merupakan sprinter yang tak hanya merajai velodrom di berbagai ajang nasional, tetapi juga menjadi juara di ajang tingkat Asia Tenggara dan Asia.
Pria kelahiran Malang, Jawa Timur, 28 April 1966 ini pernah meraih medali emas SEA Games di Manila 1998 untuk nomor sprint 200 meter dan 1.000 meter Individual Time Trial (ITT). Tahun 1989, ia mencetak rekor baru SEA Games 1.000 meter ITT di Kuala Lumpur, Malaysia.
Terakhir di SEA Games 1991 Manila, ia meraih emas nomor 4.800 massed start. Sebagai pelatih ia telah mengantongi sertifikat IOC Cycling Course 1993, 1997, dan 2003 dengan gelar The Best Indonesia Coach dan pemilik sertifikat High Level Coach UCI.
Dan, ia sempat koma akibat kecelakaan saat menangani Tim Balap Sepeda Brunai Darusalam tahun 2008.
Saat ini, Ketua Umum Ikatan Sports Sepeda Indonesia (PB ISSI) dipimpin Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo menggantikan posisi Raja Sapta OKtohari yang menjabat sebagai Ketua Komite Olimpiade Indonesia (NOC Indonesia).
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.