Partai Gelora Minta Pemerintah Cermat Atur Keungan Agar Tidak Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka

Laporan wartawan Tribunnews, Mario Christian Sumampow

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia meminta pemerintah Indonesia untuk lebih cermat dalam mengatur keuangan negaranya agar tidak terancam bangkrut seperti Sri Lanka.

Sebab, paska kerusuhan di Sri Lanka pada Senin (11/7/2022), sejumlah negara di dunia juga terancam bangkrut seperti Sri Langka, antara lain tetangga Indonesia seperti Laos dan Myanmar, bahkan hingga Argentina juga terancam bangkrut.

Ketua Bidang Kebijakan Publik Partai Gelora Achmad Nur Hidayat mengatakan, kekacauan yang terjadi di Srilanka yang dimulai pada 9 Juli 2022 yang lalu di mana pertumbuhan ekonomi tidak mengalami kenaikan, sehingga membuat masyarakat menjadi anarkis.

Baca juga: Berpotensi Jadi Negara Gagal Seperti Sri Lanka, Partai Gelora Beri Saran untuk Pemerintah RI

Akibatnya, rumah Perdana Menteri dan Istana Presiden dibakar massa dan dikepung.

“Saat ini utang luar negeri Sri Lanka yang mencapai 60,85 persen dari PDB yaitu sekitar $50,72 miliar. Pinjaman besar untuk pembangunan infrastruktur tidak membuahkan manfaat ekonomi yang berarti,” kata Achmad Nur Hidayat dalam keterangannya, Selasa (12/7/2022).

Imbas krisis ekonomi yang terus memburuk di Sri Lanka, sebagai akibat dari pasokan makanan dan bahan bakar yang terbatas serta harga yang meroket.

Hal ini tentunya menjadi pelajaran penting bagi negara-negara lain, jelas Achamad, agar berhati-hati dalam membuat kebijakan anggaran negara.

“Indonesia dan dunia harus belajar dari apa yang terjadi di Sri Lanka. Saat ini utang Indonesia sudah lebih dari 7.000 triliun per Februari 2022,” katanya pria yang akrab disapa MadNur ini.

Baca juga: Jatuhnya Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa karena Kesalahan Fatal yang Jadi Awal Kebangkrutan

MadNur ini menyebut angka tersebut sekitar lebih dari 40 % PDB Indonesia. Melihat angka ini, lanjutnya, maka penggalian utang berikutnya akan mengancam Indonesia terperosok kepada krisis seperti yang terjadi di Srilanka.

Apalagi utang didominasi karena agresifitas pemerintah membiayai infrastruktur. Selain tol, pemerintah juga agresif dalam membangun IKN dimana sampai saat ini belum ada investor besar yang bersedia membiayai setelah mundurnya Softbank dan konsorsiumnya dari pembangunan IKN

“Indonesia harus bijak melakukan spending. Diakui bahwa spending pembangunan Infrastruktur nilai manfaat ekonominya sangat rendah bagi PDB Indonesia,” katanya.

Berkaca dari kekacauan yang terjadi di Sri Lanka, Indonesia, kata MadNur, harus mengalihkan anggaran-anggaran yang ada kepada proyek-proyek yang dapat menciptakan kemandirian pangan dan energi sehingga Indonesia mempunyai ketahanan dalam menghadapi krisis pangan dan energi yang beresiko menciptakan krisis yang besar.

Contohnya proyek seperti Kereta Api Cepat dan pembangunan IKN yang menyerap anggaran yang sangat besar tapi mempunyai manfaat ekonomi yang rendah.

“Jadi Indonesia harus belajar dari apa yang terjadi di Srilanka. Apalagi kondisi negara lagi tidak baik-baik saja. Masyarakat masih menderita dengan kenaikan-kenaikan harga,” katanya.


Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.

error: Content is protected !!
Exit mobile version