TRIBUNNEWS.COM – Kemajuan teknologi yang berkembang dengan cepat dan semakin modern, khususnya di bidang kedokteran, memberi harapan bagi pasien untuk bisa mendapatkan penanganan yang lebih baik.
Salah satunya dengan kehadiran operasi laparoskopi, yaitu teknik bedah invasif minimal yang digunakan di daerah perut dan panggul. Bedah laparoskopi ini menjadi alternatif dari operasi atau pembedahan terbuka.
Tidak seperti pembedahan terbuka dengan sayatan 15-30 cm, operasi laparoskopi hanya menggunakan satu hingga empat sayatan kecil berukuran 0.5cm-2cm. Dalam proses pembedahan digunakan bantuan laparoskop —batang teleskopik tipis dengan kamera di ujungnya— untuk melihat ke dalam tubuh pasien tanpa membukanya sepenuhnya.
Terdapat satu untuk kamera, dan yang lainnya untuk instrumen bedah atau satu port untuk kamera dan instrumen bedah (single port).
Operasi dengan tindakan laparoskopi ini dilakukan dengan tujuan untuk mengurangi luka dan perdarahan pada pasien saat operasi serta mempercepat masa penyembuhan pasca operasi (prosedur minimal invasif) atau akses minimal dengan hasil sesuai prosedur operasi yang diharapkan.
Teknologi terbaru dukung prosedur laparoskopi
Prosedur laparoskopi sebetulnya sudah berkembang di Indonesia sejak beberapa puluh tahun yang lalu. Namun, disamping keterampilan dokter operator, kecanggihan alat juga menjadi hal penting dalam tindakan laparoskopi.
Maka dari itu, kehadiran teknologi yang mutakhir sangat penting, contohnya dari laparoskopi 2-dimensi berkembang menjadi 3-dimensi, dan dari ketajaman SD, HD, sampai ketajaman 4K/ultraHD.
Dokter Errawan Wiradisuria Sp.B-KBD, M.Kes, menjelaskan, laparoskopi yang baik tentu saja yang memudahkan dokter operator untuk melihat ke dalam rongga perut.
“Kalau dengan laparoskopi 2D, apalagi yang gambarnya kurang tajam, dokter memiliki keterbatasan untuk melihat organ mendekati keadaan yang aktual. Sama seperti TV, semakin jernih dan tajam gambarnya pasti lebih enak dilihat,” jelasnya.
Dokter Spesialis Bedah Konsultan Bedah Digestif dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan ini mengungkapkan bahwa Mayapada Hospital telah menggunakan laparoskopi dengan teknologi terbaru yaitu 3-dimensi dengan ketajaman 4K (ultraHD).
Dengan teknologi terbaru tersebut, ia mengungkapkan dokter bisa melihat jaringan dengan lebih jelas, pembuluh darah juga tervisualisasi dengan baik, dan saluran-saluran kecil lainnya.
“Jadi gambarnya sangat detail dan clear. Sebagai contoh pada kasus bedah digestif, alat ini bisa membantu mendeteksi batas tumor, pembuluh darah usus, dan saluran empedu bila ditambahkan pewarnaan (indocyanine green),” tambahnya.
Disamping itu, studi turut menunjukkan bahwa terdapat pengurangan waktu operasi dan kehilangan darah saat operasi yang signifikan pada pasien yang dioperasi dengan teknologi 4K ultraHD dibandingkan dengan pembedahan terbuka.
Kasus yang dapat ditangani dengan laparoskopi
Sejumlah penyakit yang bisa ditangani menggunakan laparoskopi diantaranya yaitu, usus buntu, batu empedu, hernia, kista, sampai kasus-kasus kanker seperti kanker serviks, kanker usus besar, kanker/tumor hati, kanker prostat, dan perlekatan usus akibat berbagai penyebab.
Dokter Tricia Dewi Anggraeni Sp.OG, Subsp.Onk, Spesialis Kebidanan dan Kandungan Konsultan Onkologi dari Mayapada Hospital Jakarta Selatan menjelaskan laparoskopi bisa memberikan penanganan yang lebih baik kepada pasien.
“Pada kanker endometrium dan serviks yang masih dini, pengangkatan rahim bisa dilakukan secara laparoskopi sehingga bekas sayatan kecil namun radikalitas operasi tetap tercapai. Prosedur ini diharapkan dapat mempercepat waktu pemulihan serta waktu rawat inap sehingga pasien dapat segera kembali beraktivitas pasca operasi,” ungkapnya.
Dirinya merupakan salah satu dokter yang berpengalaman melakukan laparoskopi untuk kasus-kasus penyakit organ reproduksi wanita seperti penegakan diagnosis dan tata laksana tumor kandungan jinak seperti kista ovarium, endometriosis, mioma uteri, adenomiosis, sampai penanganan tumor kandungan ganas.
“Saat ini, operasi laparoskopi sudah berkembang dari teknik 2 dimensi menjadi 3 dimensi. Kelebihan teknik tersebut yaitu visualisasi lebih baik sehingga penggunaan alat lebih efisien dan waktu pengerjaan lebih cepat, namun tentu saja, keterampilan seorang dokter yang kompeten menentukan keberhasilan operasi,” tambahnya.
Sementara itu, pada bidang urologi atau yang berkaitan dengan saluran kemih, laparoskopi juga bisa dilakukan untuk pengambilan batu di saluran kemih, perbaikan saluran kemih, pengangkatan kelenjar prostat, dan lain-lain sesuai indikasi klinis.
Dokter Syamsu Hudaya, Sp.U (K) Spesialis Urologi Konsultan Urologi Onkologi Mayapada Hospital Jakarta Selatan menjelaskan, pada kasus pengangkatan kelenjar prostat menggunakan laparoskop yang 3D, waktu operasinya lebih singkat dan kehilangan darahnya juga lebih sedikit.
“Karena kanker prostat cukup tinggi kejadiannya apalagi pada pria di Indonesia, saya berpengalaman melakukan pengangkatan prostat dengan laparoskopi 3D 4K (ultraHD). Studi untuk kasus-kasus bedah urologi memang sudah membuktikan bahwa semakin advanced alat laparoskopnya, contohnya 2D versus 3D, maka outcome klinis untuk pasiennya juga lebih baik,” jelas dr. Syamsu.
“Pada kasus pengangkatan kelenjar prostat menggunakan laparoskop yang 3D, waktu operasinya lebih singkat dan kehilangan darahnya juga lebih sedikit. Pasiennya juga lebih cepat pulih kemampuan BAK-nya,” tambahnya.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai tindakan operasi laparoskopi ini, Anda bisa mengunjungi link berikut. Sebagai informasi, Mayapada Hospital siap memberikan pelayanan terbaik dengan ditunjang keahlian dokter spesialis yang berpengalaman dan alat yang canggih sehingga pasien diharapkan mendapatkan manfaat dan penanganan yang terbaik.
Artikel ini bersumber dari www.tribunnews.com.