redaksiutama.com – Jakarta Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati buka suara terkait peluang politisi menjabat Anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia hingga Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Hal ini sebagaimana tertuang dalam Rancangan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK).
Sri Mulyani menyampaikan, pihaknya akan memastikan kredibilitas dan fungsi lembaga keuangan tetap terjaga. Dirinya pun berencana bakal mendatangi gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) untuk membahas rencana tersebut.
Enam+
“Nanti kita akan diskusikan dengan DPR. Kita akan jaga supaya kredibilitas dan fungsi fungsi lembaga keuangan tetap dijaga,” ucap Sri Mulyani kepada wartawan di Gedung Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Jumat (28/10/2022).
Terlebih, lanjut Sri Mulyani, ke depan perekonomian nasional dihadapkan pada sejumlah tantangan berat dari sisi eksternal. Antara lain lonjakan inflasi hingga ketegangan geopolitik antara Rusia dan Ukraina yang tak kunjung usai.
Oleh karena itu, dia menilai pemimpin lembaga jasa keuangan memerlukan sosok yang kredibel dan berintegritas. Hal ini untuk memastikan tren pemulihan ekonomi nasional tetap terjaga.
“Karena dengan kondisi ekonomi dunia yang memang sangat dinamis membutuhkan semua institusi berfungsi secara efektif akuntabel dan kredibel,” ujarnya.
* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Ini Dampak Jika OJK, LPS dan Bank Indonesia Dipimpin Orang dari Partai Politik
Sebelumnya, Peneliti Senior Departemen Ekonomi CSIS, Deni Friawan mengatakan bahwa akan terjadi kemunduran yang luar biasa, jika dalam Rancangan Undang-Undang tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (RUU PPSK) disetujui. Sebab, dalam aturan tersebut membolehkan pimpinan Bank Indonesia, OJK dan LPS berasal dari partai politik.
Hal itu disampaikan Deni Friawan dalam Media Briefing CSIS dengan tema Kesiapan Menghadapi Krisis dengan RUU PPSK, Kamis (27/10).
Center for Strategic and International Studies (CSIS) menilai, independensi lembaga-lembaga otoritas keuangan, seperti BI, OJK dan LPS juga diperlemah dengan bolehnya anggota partai politik menjadi anggota dewan pimpinan.
“Hal ini merupakan sebuah kemunduran yang luar biasa. Jika hal ini disetujui, pimpinan BI, OJK dan LPS dapat merupakan pengurus dan/atau anggota partai politik. Ketiga lembaga otoritas keuangan tersebut akan rentan diintervensi oleh partai politik, parlemen dan pemerintah,” kata Deni Friawan.
Enam+
Sulit Ambil Keputusan
Menurut dia, ketiganya akan sulit memiliki independensi dalam menentukan kebijakan moneter, kebijakan makroprudensial dan kebijakan stabilitas sistem keuangan. Selain itu, juga kesulitan dalam mengambil keputusan internal organisasi karena anggotanya terafiliasi kepentingan politik tertentu.
“Independensi lembaga-lembaga otoritas keuangan, khususnya BI sebagai Bank Sentral, merupakan hal yang sangat penting dan sangat berpengaruh dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional selama ini,” tegasnya.
Di sisi lain, dia juga melihat dalam RUU PPSK masih terdapat beberapa pasal bermasalah yang dapat mengancam independensi lembaga otoritas keuangan yang ada di Indonesia. Sehingga ke depannya bisa menimbulkan masalah pelik.
Salah satunya terkait kekuatan Absolut KSSK dan Peran Sentral Menteri Keuangan dalam KSSK. RUU PPSK ini memberikan kewenangan dan tugas yang sangat besar kepada Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK), berikut keberadaan forum koordinasi stabilitas sistem keuangan.
Reporter: Sulaeman
Sumber: Merdeka.com