redaksiutama.com – Pantai Marunda kondisinya memprihatinkan. Selain kotor, kawasan ini juga terancam hilang ditelan air laut.
Pantai Marunda berbeda dengan pantai-pantai pada umumnya yang memiliki hamparan pasir luas. Pantai ini menyuguhkan pemandangan pabrik dan kapal-kapal barang yang dapat dinikmati dari tanggul pemecah ombak.
Bila berkunjung ke sana, traveler akan mendapati kawasan bakau atau mangrove yang jumlahnya tak sebanding dengan luasnya lautan. Traveler juga akan menemukan rumah-rumah warga bahkan cagar budaya seperti Rumah Si Pitung dan Masjid Al Alam Marunda yang berdiri di balik tanggul.
Kondisi pantai ini tentu jauh berbeda dengan pantai yang traveler bayangkan. Air lautnya kotor tercemar limbah dan sampah-sampah yang bermuara di sana.
Kondisi ini tampak menyedihkan. Padahal dulu, Pantai Marunda pernah menjadi primadona bagi masyarakat pesisir.
detikTravel sempat mendengarkan cerita nostalgia itu dari Ruwinda, salah satu warga yang sudah setengah dekade tinggal di Marunda. Ruwinda mengatakan, dulunya Pantai Marunda ini juga memiliki pasir bersih yang dapat dinikmati untuk wisata.
“Dulu waktu saya masih kecil, saya sering memungut keong-keong di pasir untuk dijual,” kenangnya.
Kala itu sekitar tahun 1970-1980-an, Ruwinda harus naik perahu bila ingin ke Pantai Marunda. Ia akan melewati hutan-hutan mangrove dan tambak milik warga.
“Dulu mangrovenya ini banyak. Hutan dulu ini. Tapi dipotong mangrovenya untuk jadi lahan permukiman,” kata dia.
“Dulu ini banyak pohon mangrove sampai ditebang-tebang tapi sekarang sudah sering banjir rob, pada ditanami lagi. Tapi tetap nggak bisa sebanyak dulu,” imbuhnya.
Tak ayal hilangnya hutan mangrove di Pantai Marunda membuat tempat itu kerap dihantam banjir rob. Abrasi pantai yang terjadi selama hampir 50 tahun terakhir telah mengikis bibir pantai. Kondisi itu diperparah dengan penambangan pasir yang juga dilakukan di sana.
Saat ini, Marunda lebih dikenal sebagai kawasan padat penduduk. Di sana berdiri sejumlah rumah susun (rusun) serta pabrik-pabrik.
Alih fungsi lahan ini membuat kawasan Marunda kian rentan tenggelam. Pasalnya tak ada lagi mangrove yang berjejer membentengi gelombang air laut. Begitupun dengan aktivitas penyedotan air tanah yang masif karena padatnya penduduk, menyebabkan penurunan muka tanah.