redaksiutama.com – melandainya pandemi Covid-19, tren pemulihan industri pariwisata dalam negeri ditunjukkan oleh pertumbuhan industri pariwisata yang makin membaik.
Meskipun demikian, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara masih jauh di bawah angka kunjungan sebelum pandemi.
Ke depan, industri pariwisata dihadapkan pada tantangan perubahan tren berwisata sehingga diperlukan strategi yang tepat agar industri pariwisata tidak kehilangan momentum untuk bangkit dan berkembang.
Berbagai persoalan mulai dari perkembangan industri pariwisata dan kontribusinya terhadap perekonomian, tantangan yang dihadapi, perubahan kecenderungan berwisata, peluang baru pariwisata, dan strategi membangkitkan pariwisata nasional menarik untuk ditelisik.
Isu-isu tersebut muncul dalam acara yang digagas Bank Indonesia bertajuk “Flagship Diseminasi Laporan Nusantara serta Launching Buku Penguatan Struktur Ekonomi Indonesia dan Pariwisata” di Nusa Dua Bali pada 18 November 2022.
Dalam buku yang dirilis Bank Indonesia berjudul, “ Pariwisata Indonesia: Bertahan di Masa Pandemi, Bersiap Bangkit Lebih Kuat”, ditegaskan bahwa diperlukan sinergi dan komitmen dari pemerintah, otoritas terkait, dan dunia usaha untuk mempercepat pemulihan pariwisata guna mendukung pertumbuhan ekonomi yang kuat, inklusif, dan berkesinambungan.
Hal ini menjadi penting mengingat jumlah kunjungan wisatawan saat ini masih jauh di bawah kondisi sebelum pandemi, dan tantangan yang dihadapi semakin berat seiring perubahan tren pariwisata di masa depan.
Industri Pariwisata
Dalam kurun tiga triwulan 2022, sektor terkait dengan industri pariwisata tumbuh positif setelah mengalami kontraksi dalam beberapa triwulan sebelumnya.
Sektor transportasi dan pergudangan tumbuh sebesar 15,79 persen, 21,27 persen, dan 25,81 persen berturut-turut sejak triwulan I hingga triwulan III 2022.
Sementara itu, sektor penyediaan akomodasi dan makan minum juga tumbuh positif dengan angka 6,56 persen, 9,76 persen, dan 19,83 persen pada periode sama.
Ini menunjukkan bahwa kegiatan ekonomi di sektor industri pariwisata mulai pulih sejalan dengan melandainya kasus Covid-19 dan pelonggaran pembatasan mobilitas sosial.
Pelonggaran mobilitas terus diperluas baik domestik maupun antarnegara. Meski sempat tertahan akibat merebaknya varian Omicron awal 2022, permintaan terhadap perjalanan global cenderung meningkat.
Tren jumlah kunjungan baik wisatawan mancanegara (Wisman) maupun wisatawan nusantara (Wisnu) terus meningkat. Sepanjang Januari-September 2022, jumlah kunjungan Wisman telah mencapai 2,27 juta kunjungan.
Angka ini masih jauh dari kondisi sebelum pandemi, yaitu hanya 23,3 persen total Wisman yang berkunjung pada periode sama tahun 2019. Namun demikian, data ini menunjukkan bahwa tren pertumbuhan positif sedang berlangsung.
Pemulihan pariwisata dunia diprediksi baru akan terjadi pada 2024, mengingat situasi ekonomi, sosial, dan politik yang kurang kondusif.
Kontraksi pertumbuhan ekonomi di berbagai negara di dunia, konflik Rusia-Ukraina, dan masih adanya pandemi Covid-19 di banyak negara adalah faktor-faktor penyebab lambatnya pemulihan pariwisata dunia.
Meskipun demikian, data yang dirilis dari Amadeus per 17 November 2022, menunjukkan bahwa ada 114.000 pemesanan perjalanan pulang-pergi dari luar negeri ke Indonesia menggunakan pesawat terbang.
Perjalanan ini dijadwalkan berlangsung pada triwulan I hingga triwulan III 2023. Adapun para pemesan perjalanan itu yang terbanyak berasal dari Australia, Korea Selatan, dan Eropa.
Sementara itu, perkembangan perjalanan Wisnus cenderung makin meningkat. Pada 2021, tercatat 603 juta perjalanan Wisnus atau 83,5 persen jumlah perjalanan di 2019 yang berjumlah 722,1 juta perjalanan.
Angka ini lebih besar dari tahun sebelumnya (2020) yang hanya 524,5 juta perjalanan. Diperkirakan perjalanan Wisnus akan berperan besar dalam mengakselerasi pemulihan pariwisata nasional karena trennya yang terus meningkat.
Arah perkembangan
Tren pemulihan pariwisata nasional tersebut didukung oleh meningkatnya daya saing pariwisata nasional.
Travel and Tourism Development Index (TTDI) 2021 yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) pada Mei 2022, menempatkan daya saing pariwisata Indonesia di peringkat 32 atau naik 12 peringkat dari 2019. Ini menjadikan Indonesia menempati posisi kedua di ASEAN setelah Singapura.
Selain itu, Global Muslim Travel Index (GMTI) 2022 yang dirilis oleh Crescent Rating menempatkan Indonesia pada peringkat 2 setelah Malaysia sebagai salah satu destinasi ramah Muslim terbaik dunia.
Posisi ini memberikan harapan bagi tumbuh dan berkembangnya pariwisata nasional sejalan dengan tren wisatawan Muslim yang makin besar di masa depan.
Crescent Rating memproyeksikan pergerakan wisatawan Muslim global mencapai 140 juta pada 2023 dan akan meningkat menjadi 160 juta pada 2024.
Seiring dengan upaya beradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19, preferensi masyarakat dalam berwisata mengalami pergeseran.
Pariwisata berkualitas menjadi pilihan masyarakat di mana destinasi yang dipilih adalah yang jauh dari keramaian (secluded), berlokasi di alam terbuka, dan memprioritaskan aspek kebersihan, keamanan, kesehatan, dan ramah lingkungan.
Berkembangnya pola bekerja jarak jauh turut menggeser preferensi masyarakat dalam berwisata. Pola bekerja ini meningkatkan ketergantungan pada teknologi di satu sisi, tetapi dapat melepaskan ikatan pada tempat dan waktu dalam menyelesaikan pekerjaan.
Dengan demikian, workcation yang merupakan konsep bekerja sambil berlibur dapat menggantikan konsep bleisure.
Konsep bleisure adalah kombinasi dari perjalanan bisnis dan wisata yang berkembang sebelum pandemi.
Konsep ini diarahkan untuk mendorong Wisman dalam jumlah besar dikaitkan dengan penyelenggaraan MICE (meeting, incentive, conference, dan exhibition) di destinasi wisata.
Berkembangnya konsep workcation dapat mendorong Wisman tinggal lebih lama sehingga pengeluarannya menjadi lebih besar.
Kemunculan desa wisata yang menawarkan berbagai atraksi wisata unik merupakan tren lain yang mengemuka di tengah pandemi. Keberadaan desa wisata sejalan dengan upaya untuk mengarahkan pengembangan pariwisata yang berkesinambungan dan inklusif.
Keterlibatan masyarakat lokal dalam pengelolaan desa wisata akan mengakselerasi upaya pengentasan kemiskinan, menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan, dan memperbaiki distribusi pendapatan.
Ke depan, agar pariwisata berkualitas dapat terwujud, maka peningkatan daya saing destinasi wisata harus dilakukan.
Daya saing merupakan prasyarat utama bagi suksesnya penyelenggaraan pariwisata berkualitas. Daya saing terkait dengan kepuasan atas kualitas produk dan layanan pariwisata sesuai harapan konsumen pada tingkat harga yang diterima.
Faktor-faktor yang termasuk dalam kualitas produk dan layanan di antaranya adalah keselamatan, keamanan, kebersihan, aksesibilitas, komunikasi, infrastruktur, fasilitas, dan layanan umum.
Karena itu, dalam upaya untuk mengembangkan pariwisata berkualitas dibutuhkan sinergi dan kolaborasi semua pemangku kepentingan di sektor pariwisata.
Selain itu, berbagai stimulus dan insentif perlu dioptimalkan untuk mendorong percepatan pemulihan kinerja pelaku usaha pariwisata.
Kemudahan dalam akses finansial dan insentif suku bunga perlu diberikan agar kualitas produk dan layanan pariwisata dapat ditingkatkan. Dengan demikian, harapan agar pariwisata nasional segera pulih dapat terwujud.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.