redaksiutama.com – Pemandangan menarik dapat Anda temukan jika singgah ke Stasiun Wacol Queensland, Brisbane. Tepat di sebelah loket masuk stasiun Anda akan menemukan perpustakaan mini yang memungkinkan para calon penumpang meminjam buku untuk dibaca sembari menunggu kereta tiba. Selain itu mereka juga dapat bertukar pengalaman dengan pembaca lain sehingga membuat kegiatan menunggu menjadi tidak membosankan.
Ketergantungan pada ponsel atau smartphone tidak hanya dialami warga Indonesia saja. Ternyata warga Australia juga mengalami masalah yang sama. Hal ini bisa dilihat saat berada di tempat umum seperti stasiun kereta misalnya. Para calon penumpang yang menunggu kereta lebih asyik memainkan jari-jari mereka di layar ponselnya dan cuek pada orang lain di sekitarnya.
Fenomena seperti itu juga banyak ditemukan di stasiun kereta Wacol Queensland. Bahkan kepala stasiun kereta bercerita bahwa dirinya pernah mengalami peristiwa unik. Saat itu ia didatangi seorang pria dan bertanya apakah dirinya bisa menyewa ponsel di stasiun, sebab ia merasa terasingkan di sana melihat semua orang sibuk melihat layar ponsel mereka masing-masing.
Setelah kejadian itu para staf di stasiun juga mendapati seoarang penumpang yang meninggalkan buku bacaannya di bangku stasiun selama dua hari berturut-turut. Melihat fenomena tersebut muncullah ide untuk membuat sebuah perpustakaan mini di stasiun itu.
Perpustakaan ini menjadi yang pertama di stasiun kereta api di Queensland. Satu-satunya aturan untuk membaca buku koleksi perpustakaan ini adalah “Ambil satu buku, ganti dengan satu buku, sumbang satu buku.” Dengan aturan itu akan mendorong penumpang untuk mendonasikan buku-buku mereka ke perpustakaan tersebut. Kini lebih dari 100 judul buku telah menjadi koleksi perpustakaan di sana.
Menurut Kepala Stasiun Wacol Queensland yang dikutip dari ABC Australia mengatakan bahwa proyek itu telah membuat para penumpang di stasiun mulai menjauhkan wajahnya dari layar gadget dan kini saling berkomunikasi satu sama lain. Tentu ini adalah cara jitu yang mereka lakukan untuk mengurangi ketergantungan terhadap smartphone dan menumbuhkan kembali interaksi sosial yang beberapa waktu ini sempat hilang. Mungkinkah ide ini bisa diterapkan di Indonesia?