Manuver Baru AS Soal Ekspor Chip, Jegal Kemajuan Militer China

redaksiutama.com – Perang dagang antara dua negara adidaya (super power) dunia, Amerika Serikat dan China semakin memanas.

Yang paling baru, Amerika Serikat resmi membatasi ekspor semikonduktor dari perusahaan AS ke perusahaan China mulai Jumat (14/10/2022). Kebijakan ini diambil sebagai upaya AS mencegah teknologi bikinannya digunakan untuk memajukan kekuatan militer China .

Menurut pemerintah AS, komponen semikonduktor yang diekspor dari perusahaan AS ke China, bisa dirakit di sana dan dipakai untuk kepentingan militer China. Makanya, pemerintah AS membatasi urusan ekspor semikonduktor dari perusahaan-perusahaan AS ke China agar teknologinya tidak dipakai oleh militer China.

Bila kilas balik ke belakang, dalam beberapa tahun terakhir, Pemerintah AS memang rajin memasukkan nama-nama perusahaan China yang dinilai memiliki hubungan dengan China ke dalam daftar hitam investasi dan ” Entity List “.

Dengan begitu, banyak perusahaan China yang dilarang mendapatkan pendanaan dan pasokan komponen seperti chip dari perusahaan AS.

Beberapa nama perusahaan besar yang masuk dalam daftar hitam Entity List AS adalah produsen drone DJI, vendor ponsel Huawei dan ZTE, hingga produsen chip terbesar China Semiconductor Manufaturing International Corporation (SMIC).

Sebagai contoh, semenjak masuk daftar Entity List, Huawei kehilangan akses ke sejumlah mitra teknologi penting asal AS seperti Google dan Qualcomm.

Kini, Huawei tidak bisa lagi menggunakan sistem operasi Android beserta layanan dan aplikasi Google (Google Mobile Services/GMS). Huawei juga tidak bisa menggunakan modem 5G dari Qualcomm.

Lantas, apa yang membedakan pembatasan ekspor semikonduktor kali ini dengan sebelum-sebelumnya?

Dampak pembatasan ekspor chip yang lebih luas

Perbedaannya terletak di subset teknologi yang dibatasi untuk diekspor serta cakupan pembatasannya.

Kebijakan pembatasan ekspor kali ini memiliki cakupan lebih luas. Sebab, Sebelumnya, pembatasan ekspor hanya menarget perusahaan tertentu, perusahaan individu, dan subset teknologi yang lebih sempit.

Dengan pembatasan ekspor semikonduktor ini, perusahaan AS, termasuk para produsen chip harus mendapatkan lisensi atau izin dari Departemen Perdagangan AS untuk mengekspor chip yang digunakan dalam komputasi kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) dan superkomputer canggih ke semua perusahaan China.

Sebab AI dan superkomputer menjadi teknologi penting untuk sistem senjata modern.

Niatnya, pemerintah AS ingin mencegah China untuk membangun militernya, mengembangkan persenjataan baru yang canggih, dan lebih jauh lagi meningkatkan jaringan pengawasannya yang disebut sudah menjadi salah satu yang paling canggih di dunia.

“Kami percaya kemampuan komputasi canggih tertentu yang mengandalkan chip, perangkat lunak, peralatan, dan teknologi AS memicu modernisasi militer (China), termasuk pengembangan senjata pemusnah massal,” kata seorang pejabat senior pemerintah AS.


Pembatasan ekspor ke China kali ini juga mencakup pembatasan pada mesin pembuat chip yang mampu membuat beberapa chip pengolah angka paling canggih serta chip memori komputer dan penyimpanan data.

Kebijakan baru ini juga akan memungkinkan AS untuk memblokir chip buatan luar negeri yang diproduksi dengan teknologi AS, untuk digunakan perusahaan China.

Menurut Pemerintah AS, mengekspor semikonduktor dan mesin pembuat chip ke China sama dengan mengizinkan China dan militernya mengakses chip dan peralatan pembuat chip paling canggih. Hal ini dinilai menimbulkan risiko keamanan nasional yang besar bagi AS.

Chip canggih saat ini semakin menjadi pilar kekuatan geopolitik. Hal ini mengingat chip merupakan salah satu komponen terpenting yang mengotaki berbagai perangkat termasuk sistem militer dan kemampuan pemrosesan data yang mendorong ekonomi modern, sebagaimana dihimpun KompasTekno dari The Wall Street Journal, Sabtu (15/10/2022).

Pembatasan ekspor chip bikin pasar semikonduktor lesu

Asosiasi Industri Semikonduktor mengatakan sedang menilai dampak dari aturan baru tersebut.

Namun, diwartakan sebelumnya, pembatasan ekspor chip dari AS ke perusahaan China ini disebut menjadi salah satu faktor utama yang bakal membuat pasar semikonduktor melesu sepanjang 2023 mendatang.

Saat ini, pasokan chip dunia sudah berangsur normal pasca-krisis kelangkaan chip global akibat pandemi Covid-19. Tak hanya kembali normal, firma riset IDC memperkirakaan stok chipset akan oversuply pada 2023. Hal itu terjadi karena penambahan kapasitas besar-besaran di akhir tahun 2022.

Di tengah stok chip yang melimpah, pembatasan ekspor ini justru membuat produsen chip asal AS tak bisa menjual chip bikinannya ke perusahaan China, tanpa izin dari pemerintah AS. Padahal China disebut-sebut menjadi pasar semikonduktor terbesar di dunia.

Akibat kontrol ekspor terhadap perusahaan China tersebut, permintaan chip diprediksi bakal menurun sehingga membuat pasar chip lesu.

error: Content is protected !!