redaksiutama.com – Google dan anak usahanya di Indonesia tengah mendapat perhatian dari Komisi Pengawas Persaingan Usaha ( KPPU ).
KPPU akan melakukan penyelidikan terhadap Google atas dugaan praktik monopoli. Berdasarkan penelitian internal, KPPU menduga bahwa Google melanggar UU Nomor 5 Tahun 1999 mengatur tentang larangan praktik monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
Salah satu poin yang menjadi sorotan adalah kebijakan penggunaan sistem transaksi Google Play Billing (GPB) dalam aplikasi yang didistribusikan melalui Google Play Store .
Berdasarkan aturan Google, pengembang aplikasi tidak diizinkan menggunakan sistem transaksi lain. Kebijakan penggunaan GPB ini efektif diterapkan pada 1 Juni 2022.
Jika pengembang tidak manut, Google dapat menerapkan sanksi penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store atau pengembang tidak diperkenankan dilakukan update pada aplikasi tersebut.
Menanggapi dugaan tersebut Google menyatakan pihaknya mendukung pengembang aplikasi di Indonesia untuk maju dengan memberikan akses ke berbagai alat pengembang aplikasi maupun bisnis.
“Google Play telah mendukung developer Indonesia untuk maju dengan memberikan akses ke berbagai alat untuk membantu mereka mengembangkan aplikasi dan bisnisnya dengan baik, serta memberikan dukungan agar mereka dapat terus berkembang,” ungkap perwakilan Google kepada KompasTekno, Jumat (16/9/2022).
Terkait sistem transaksi dalam aplikasi, Google juga mengeklaim bahwa mereka terus mendengarkan berbagai masukan dari komunitas Play dan melakukan peningkatan fitur serta layanan.
Google juga mengatakan tengah melakukan uji coba terhadap sistem transaksi dari pihak ketiga sebagai alternatif Google Play Billing pada awal bulan September ini. Uji coba ini dilakukan di sejumlah negara termasuk di Indonesia.
“Pada awal bulan ini, kami meluncurkan fase selanjutnya dari program uji coba sistem penagihan sesuai pilihan pengguna (User Choice Billing) di Indonesia. Program ini memungkinkan developer untuk menawarkan sistem penagihan alternatif kepada pengguna, di samping sistem penagihan Google Play yang sudah ada,” lanjut pihak Google.
Berdasarkan upaya tersebut, Google Indonesia berharap pihaknya dapat bekerja sama dengan KPPU dalam mendukung para developer Indonesia.
KPPU selidiki Google 60 hari ke depan
Berdasarkan hasil Rapat Komisi, KPPU akan melakukan proses penyelidikan selama 60 hari kerja ke depan guna mendapatkan bukti yang cukup, kejelasan serta kelengkapan dugaan pelanggaran Undang-Undang.
Menurut Direktur Ekonomi KPPU, Mulyawan Ranamanggala, KPPU sebelumnya sudah melakukan penelitian selama beberapa bulan pada kebijakan Google yang mewajibkan penggunaan Google Play Billing (GPB).
GPB adalah metode transaksi pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan melalui Google Play Store.
Untuk memakai GPB, Google menetapkan tarif sebesar 15-30 persen dari harga pembelian kepada pengembang aplikasi.
Berdasarkan aturan Google, para pengembang tidak diizinkan menggunakan alternatif pembayaran laiannya. Kebijakan penggunaan GPB ini efektif diterapkan pada 1 Juni 2022.
Menurut penelitian KPPU, Google Play Store merupakan platform distribusi aplikasi terbesar di Indonesia dengan pangsa pasar mencapai 93 persen. Memang, terdapat beberapa platform lain yang menawarkan layanan serupa seperti Galaxy Store, Mi Store, atau Huawei App Gallery.
Akan tetapi, layanan tersebut bukan perbandingan yang sepadan bila dibandingkan dengan Play Store milik Google. Pengembang juga menilai bahwa Google Play Store sulit digantikan karena mayoritas pengguna di Indonesia mengunduh aplikasi menggunakan Google Play Store.
Tarif GPB dinilai memberatkan pengembang
KPPU juga menemukan bahwa Google memberlakukan kebijakan yang mewajibkan penggunaan GBP untuk pembelian produk dan layanan digital dalam aplikasi yang didistribusikan di Google Play Store.
“Aplikasi yang terkena kewajiban ini tidak dapat menolak kewajiban, karena Google dapat menerapkan sanksi penghapusan aplikasi tersebut dari Google Play Store atau tidak diperkenankan dilakukan update atas aplikasi tersebut. Artinya aplikasi tersebut akan kehilangan konsumennya,” kata Mulyawan dikutip KompasTekno dari halaman resmi KPPU.
Kewajiban ini ditemukan KPPU sangat memberatkan pengembang aplikasi di Indonesia karena pengenaan tarif yang tinggi, yakni 15-30 persen dari harga konten yang dijual.
Sebelum kewajiban penggunaan GPB, pengembang atau developer aplikasi dapat menggunakan metode pembayaran lain dengan tarif di bawah 5 persen.
Selain mengakibatkan kenaikan biaya produksi dan harga, kewajiban ini juga mengakibatkan terganggunya pengalaman penggunaan (user experience) bagi konsumen.
KPPU juga menduga Google melakukan praktik penjualan bersyarat (tying) untuk jasa dalam dua model bisnis berbeda, yaitu dengan mewajibkan pengembang aplikasi untuk membeli bundling, aplikasi Google Play Store dan Google Play Billing.
Kedua, untuk pembelian di aplikasi, Google hanya bekerja sama dengan salah satu penyedia payment gateway /system, sementara beberapa penyedia lain di Indonesia tidak memperoleh kesempatan yang sama dalam menegosiasikan metode pembayaran tersebut.
Praktik ini berbeda dengan kebijakan yang ditujukan bagi digital content provider global, karena Google memungkinkan mereka untuk kerja sama dengan payment system alternatif.
“Dengan demikian berdasarkan analisis KPPU, berbagai perbuatan Google tersebut dapat berdampak pada upaya pengembangan konten lokal yang tengah digalakkan pemerintah Indonesia,” kata Mulyawan.
Berdasarkan penelitian dan jajak pendapat berbagai pihak, KPPU menyimpulkan bahwa kebijakan Google itu merupakan bentuk persaingan usaha tidak sehat di pasar distribusi aplikasi secara digital.