redaksiutama.com – Pemerintah berupaya untuk mempercepat tren pemakaian kendaraan listrik di Indonesia. Meski demikian ke depan ada celah yang juga mesti dipikirkan, yaitu soal limbah baterai kendaraan.
Joni Hermana, Guru Besar Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengatakan, jika tujuan utamanya ialah mereduksi emisi karbon maka perpindahan dari kendaraan bensin ke listrik kurang tepat.
Hal itu disampaikan Joni dalam seminar nasional, bertajuk 100 tahun industri otomotif Indonesia, Teknologi Energi Terbarukan untuk Transisi Menuju Net-Zero Emission dan Tantangannya.
“Ini yang memang kita takutkan sebetulnya, pendekatan yang dilakukan secara parsial. Artinya menyelesaikan masalah emisi karbon dengan cara mengganti kendaraan (bensin jadi) berbasis listrik, padahal di sisi lain listriknya sendiri dihasilkan dari batu bara dan 70 persen masih,” kata Joni, Selasa (12/10/2022).
“Sehingga yang jadi persoalan emisinya tidak berkurang dan yang justru timbul ialah bagaimana limbah baterai,” kata dia.
Pria yang pernah terlibat dalam pengembangan motor listrik Gesits tersebut mengatakan, Indonesia bisa melihat peta jalan di Thailand yang lebih matang.
“Thailand sudah membuat konsep yang terstruktur secara bagus dan bekerjasama dengan salah satunya Toyota. Itu sebetulnya bisa ditiru,” kata Joni.
“Sebab tanpa kebijakan itu tidak akan bisa dicapai. jadi mereka melalukan perubahan secara bertahap untuk jadi energi listrik full untuk kendaraan dari hybrid dulu dan ekosistem dibangun,” ungkap dia.
Joni mengatakan, jika tidak dipersiapkan dengan baik maka nanti ketika tren kendaraan listrik booming atau meledak baru memikirkan masalah limbah baterai.
“Sehingga kalau timbul masalah limbah merek sudah siap. Kita tidak siap loh nanti. Sekarang sebentar lagi booming kita baru tahu beberapa saat lalu kendaraan listrik dipasarkan baik sepeda motor Gesits dan lainnya nanti suatu saat kita terheran-heran sendiri akibat dampak kita tidak terstruktur,” ungkap dia.
Seperti diketahui, era mobil dan sepeda motor listrik mulai terang setelah adanya Perpres No.55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai .
Namun sejalan dengan hal itu, isu lingkungan mengenai limbah baterai pun turut mencuat. Sebab peningkatan populasi kendaraan listrik sebanding dengan bertambahnya jumlah limbah baterai.
Produsen kendaraan sendiri sebetulnya tidak lepas tangan. Indra Chandra, Project General Manager Toyota Daihatsu Engineering & Manufacturing (TDEM) mengatakan, pihaknya telah memikirkan bagaimana langkah ke depan dalam menghadapi limbah mobil listrik .
“3R (recycle, reused, reduce), sudah kita sudah siapkan, karena bagaimanapun juga end to end sudah harus kita pikirkan,” ucap Indra, saat webinar Toyota Indonesia pada Mei lalu.
Di sisi lain, pemerintah akan membuat aturan mengenai limbah baterai kendaraan listrik hasil konversi. Aturan ini akan melengkapi aturan soal mobil dan sepeda motor listrik yang sudah ada.
Direktur Sarana Angkutan Jalan Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Danto Restyawan, mengatakan, ke depan pihaknya akan membuat aturan baru soal penanganan limbah kendaraan listrik.
“Nah itu baru tadi pagi dirapatkan sama Pak Menko Marves. Itu harus dipikirkan juga soalnya. Jadi disebutkan limbah harus dipikirkan siapa nanti yang mengatasi dan akan bikin aturan baru,” kata Danto di Jakarta, akhir September 2022.
Danto mengatakan, aturan soal limbah baterai kendaraan listrik hasil konversi menyusul ketimbang regulasi yang lain sebab saat ini kendaraan listrik merupakan sesuatu yang baru, sehingga pemerintah belum mengatur semua secara rinci.
“Karena kendaraan listrik sesuatu yang baru maka banyak aturan yang masih kurang dan dibenahi serta diperbaiki,” kata Danto.