redaksiutama.com – Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM ) Penny K. Lukito menilai Badan Perlindungan Konsumen Nasional ( BPKN ) tak bisa melakukan pemeriksaan sewenang-wenang soal peran BPOM dalam kasus gagal ginjal akut.
Hal ini menanggapi adanya delapan temuan Tim Pencari Fakta (TPF) BPKN terkait kasus gagal ginjal akut yang menghasilkan empat rekomendasi untuk diberikan kepada Presiden Joko Widodo.
Adapun salah satu temuan BPKN adalah adanya kelalaian otoritas kefarmasian termasuk BPOM dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran obat.
Menurut Penny, hasil rekomendasi itu tidak mencantumkan penjelasan BPOM terkait cara kerja pengawasan yang dilakukan lembaganya. Padahal, Penny mengaku BPOM sudah menjelaskan secara gamblang kasus tersebut hingga sore hari pada satu pertemuan.
“Kalau kami melihatnya, apa yang sudah kami jelaskan tidak tergambarkan dari rekomendasi tersebut. Biasanya pada institusi seperti BPK, Ombudsman, auditor itu tidak bisa melakukan pemeriksaan dengan sewenang-wenang karena ini untuk kepentingan bangsa,” kata Penny dalam konferensi pers di Gedung BPOM, Jakarta Pusat, Senin (26/12/2022).
Penny menjelaskan, biasanya auditor seperti BPK dan Ombudsman akan meminta penjelasan atau respons pihak terperiksa terlebih dahulu sebelum membuat kesimpulan dan rekomendasi.
Bahkan hingga kini, Penny mengatakan, BPOM belum mendapat tembusan atau salinan apapun terkait rekomendasi tersebut.
“Kami juga tidak dikasih tembusan, tidak ada rekomendasi hasil pemeriksaan. Jadi harus ada hasil pemeriksaan yang dibahas kembali sebelum disimpulkan, harus meminta respons lagi,” tutur Penny.
“Respons itu adalah solusi dan (respons) BPOM untuk memberikan solusi. Ada langkah-langkah solusi untuk memastikan ke depan ini tidak terjadi lagi, kelihatannya tidak ada dari rekomendasi tadi,” sambung Penny.
Penny lantas mempertanyakan legalitas Tim Pencari Fakta BPKN. Sebab biasanya, entitas pemeriksa punya tata cara yang adil bagi pihak terperiksa, yaitu meminta respons lembaga yang bersangkutan dalam investigasi sebelum membuat kesimpulan.
Apalagi kata Penny, pihaknya sudah menjelaskan secara gamblang (clear) dan mengidentifikasi masalah serta melakukan koreksi dengan lintas sektor terkait kasus gagal ginjal akut.
BPOM kata dia, sudah menindak perusahaan yang terlibat dalam lingkaran kasus tersebut. Salah satu penindakannya adalah mencabut izin edar dan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB).
Sejauh ini, sudah ada enam perusahaan farmasi yang dicabut izin edar dan sertifikat CPOB-nya. BPOM juga telah mencabut sertifikat CDOB terhadap dia distributor kimia yang menyalurkan zat kimia tidak sesuai standar farmasi tersebut ke perusahaan farmasi.
“Pemeriksa dan terperiksa ada transparansi dan proses respons, ada tahapan, ada tanya jawab terhadap hasil pemeriksaan. Jadi saya kira para entitas pemeriksa itu punya tata cara yang berlaku fair (adil),” jelas Penny.
Sebelumnya diberitakan, Tim Pencari Fakta (TPF) BPKN telah menyelesaikan investigasi kasus gagal ginjal akut dan menghasilkan delapan temuan serta empat rekomendasi. Hasil rekomendasi akan disampaikan kepada Presiden untuk ditindaklanjuti.
Berikut delapan temuan TPF BPKN terkait gagal ginjal akut:
1. Ketidakharmonisan komunikasi dan koordinasi antar instansi di sektor kesehatan dan farmasi dalam penanganan lonjakan kasus GGAPA (Gangguan Ginjal Akut Progresif Atipikal)
2. Ada kelalaian otoritas sektor kefarmasian dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran obat. BPKN menyimpulkan ada kelalaian instansi dalam pengawasan bahan baku obat dan peredaran produk obat
3. Penindakan oleh penegak hukum yang dilakukan kepada industri farmasi tidak transparan. BPKN menilai ada ketidakadilan karena ada korporasi yang sudah jadi tersangka dan belum
4. Tidak ada protokoler khusus penanganan krisis terkait persoalan darurat di sektor kesehatan seperti lonjakan kasus GGAPA
5. Belum ada kompensasi yang diberikan kepada keluarga korban GGAPA dari pihak pemerintah
6. Belum ada pemberian ganti rugi kepada korban GGAPA dari pihak industri farmasi. BPKN menyebut pihak industri farmasi belum ada tanda-tanda memberikan ganti rugi terhadap korban GGAPA
7. Bahan kimia EG dan DEG merupakan termasuk kategori berbahaya bagi kesehatan
8. Belum dilibatkan instansi lembaga perlindungan konsumen dalam permasalahan sektor kesehatan karena korbannya konsumen.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.