Sri Mulyani Beberkan Biang Kerok RI Susah Jadi Negara Maju!

redaksiutama.com – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut Indonesia menjadi salah satu negara yang sulit naik kelas dari negara berpenghasilan menengah menjadi negara maju, penyebabnya karena tindakan korupsi yang sering terjadi di tanah air.

Sri Mulyani mengatakan, dengan mengutip dari pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Kofi Annan, bahwa korupsi memberikan dampak negatif dan melukai kaum miskin, serta menjadi penghalang tumbuhnya ekonomi bagi banyak negara-negara berkembang dan miskin.

Negara yang sulit naik kelas menjadi negara maju itu, pada akhirnya terperangkap dalam jebakan negara berpenghasilan menengah alias middle income trap.

Jebakan negara berpenghasilan menengah, lanjut Sri Mulyani bukan hanya karena masalah sumber daya manusia (SDM) yang tidak mumpuni ataupun kebijakan ekonominya yang salah tata kelola.

Elemen paling penting yang membuat suatu negara terjebak dalam negara berpenghasilan rendah adalah adanya perilaku tindakan korupsi di negara tersebut, hal ini pun terjadi di Indonesia.

“Setiap kali maju, efek erosi dan korosif dari korupsi menggerogoti dari upaya kemajuannya. Sehingga negara ini (termasuk Indonesia) terperangkap menjadi negara setengah maju atau sedikit di atas negara miskin,” jelas Sri Mulyani dalam Acara Puncak Peringatan Hari Antikorupsi Sedunia (Hakordia) Kementerian Keuangan, Selasa (13/12/2022).

Oleh karena itu, kata Sri Mulyani berharap upaya melawan korupsi harus selalu digaungkan untuk menciptakan kesejahteraan bersama yang adil. Mendeklarasikan perang terhadap korupsi merupakan elemen yang tak terpisahkan untuk terus mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

Seperti diketahui, Indonesia telah terjebak dalam negara berpendapatan menengah selama hampir 20 tahun lamanya.

Merujuk pada data Kementerian PPN/Bappenas, pada 1997-1998 status negara Indonesia masih menjadi negara low income atau negara berpenghasilan rendah/rentan.

Kemudian sejak 2002 hingga 2020 Indonesia berhasil naik kelas menjadi negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower middle income). Setelah sebelumnya, pada 2019 sempat naik peringkat menjadi negara berpendapatan menengah ke atas (upper middle income).

“Indonesia 29 tahun masih nge-down di middle income, karena itu kita disebut middle income trap,” ujar Menteri PPN/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa Suharso dalam acara Indonesia Development Forum 2022: Knowledge and Initiate Session yang terselenggara pada 21 November 2022.

Berdasarkan laporan Bank Dunia yang dirilis pada 1 Juli 2021, peringkat Indonesia turun menjadi negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle income), dari sebelumnya sebagai kategori berpendapatan menengah ke atas (upper middle income).

Bank Dunia menetapkan kategori Indonesia sebagai negara menengah ke bawah, berdasarkan Pendapatan Nasional Bruto atau Gross National Income (GNI) per kapita. GNI Indonesia pada 2020 sebesar US$ 3.870, turun dari tahun 2019 yang sebesar US$ 4.050.

Adapun, pada 2021 Bank Dunia juga telah membuat klasifikasi negara terbaru, yang dihitung berdasarkan GNI per capita, dengan 4 kategori peringkat.

Kategori peringkat tersebut yakni negara berpenghasilan rendah atau Low Income dengan GNI sebesar US$ 1.046. Negara berpenghasilan menengah ke bawah atau Lower Middle Income (US$ 1.046 – US$ 4,045), kemudian negara berpenghasilan menengah ke atas atau Upper Middle Income (US$ 4.096 – US$ 12.695) dan negara berpenghasilan tinggi atau High Income dengan GNI lebih dari US$ 12.695).

Pada kesempatan yang sama, Direktur Upaya Hukum Luar Biasa, Eksekusi dan Ekseminasi Jampidsus Kejagung, Undang Mugopal menjabarkan berdasarkan data yang ada, terdapat ribuan tindakan perkara pidana khusus.

Undang merinci, 1.182 kasus masih dalam tahap penyelidikan, 1.1515 sedang di dalam tahap penyidikan, serta sebanyak 1.497 sedang di dalam tahap penuntutan perkara. Sedangkan dalam upaya hukum terdapat 609 perkara dan pada tahap eksekusi terdapat 971 terpidana.

“Jumlah kasus penanganan korupsi yang meningkat di lain sisi memberikan gambaran melawan korupsi tidak dapat hanya dilakukan dengan penindakan atau represif, namun harus diatasi dengan pencegahan atau preventif,” jelas Undang.

Seperti diketahui, indeks persepsi korupsi Indonesia pada 2021 meningkat dari 37 menjadi 38. Dari total 100 negara, Indonesia menempati peringkat ke-96 yang masih lemah melawan korupsi. “Hal ini mengindikasikan adanya indeks yang kurang signifikan. Bahwa agenda pemberantasan korupsi masih memerlukan perhatian khusus yang lebih serius,” kata Undang lagi.

error: Content is protected !!
Exit mobile version