Soal 111 Bukti yang Dibawa KPK pada Sidang Praperadilan, Kubu Gazalba Saleh: Tak Ada Relevansinya

redaksiutama.com – Kuasa Hukum Hakim Agung nonaktif Mahkamah Agung (MA) Gazalba Saleh, Firman Wijaya menilai, ratusan bukti yang dibawa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam sidang gugatan praperadilan tidak ada kaitannya dengan kasus yang menjerat kliennya.

Firman mengatakan, bukti-bukti yang dihadirkan tidak Tim Biro Hukum KPK tidak satu pun ada yang bisa memperlihatkan dugaan penerimaan suap yang dituduhkan kepada Gazalba Saleh.

Adapun Gazalba Saleh ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana yang bergulir di MA.

“Bukan banyaknya bukti, 100 bukti atau seribu bukti, tapi relevansi dan akurasi bukti terkait perkara tersebut tidak ada yang menjawab (dalil gugatan),” ujar Firman di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Kamis (5/1/2023).

Firman menilai, bukti-bukti yang dibawa oleh Komisi Antirasuah itu merupakan bukti yang didapat dari perkara yang menjerat tersangka lainnya.

Menurut dia, tak ada satu pun bukti yang bisa disampaikan KPK perihal penerimaan suap yang disangkakan kepada Hakim Agung nonaktif MA tersebut.

“Kan harus pada dirinya, kalau menggunakan istilah klasik, misalnya ada ‘maling’, ya harus ada (bukti) pada diri seseorang itu ditemukan,” tegas Firman.

Adapun Tim Biro Hukum KPK membawa 111 alat bukti dan tiga orang ahli dalam sidang gugatan praperadilan Gazalba Saleh.

Kepala Bagian (Kabag) Pemberitaan KPK Ali Fikri menyatakan bahwa ratusan bukti dihadirkan untuk memperkuat argumentasi jawaban atas gugatan yang dilayangkan Hakim Agung nonaktif MA tersebut.

“111 bukti terdiri dari beberapa dokumen dan bukti eletronik termasuk juga bukti uang,” ujar Ali kepada Kompas.com, Kamis siang.

Dalam gugatannya, Kubu Gazalba Saleh mempermasalahkan alat bukti yang dimiliki KPK sehingga bisa menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (Sprindik) KPK Nomor: B/714/DIK.00/23/11/2022 tanggal 01 November 2022.

Menurut kubu Gazalba Saleh, penetapan tersangka yang dilakukan komisi antirasuah itu tidak didasari oleh adanya surat penetapan tersangka sebagaimana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) melainkan hanya melalui Spindik.

Adapun penahanan terhadap Hakim Agung nonaktif itu dilakukan tepat 10 hari setelah KPK mengumumkan Gazalba sebagai tersangka pada 28 November 2022.

Dalam kasus ini, Gazalba Saleh dan bawahannya disebut dijanjikan uang Rp 2,2 miliar. Suap itu diberikan melalui PNS Kepaniteraan MA bernama Desi Yustria.

Suap diberikan agar MA memenangkan gugatan kasasi yang diajukan Debitur Intidana, Heryanto Tanaka. Ia didampingi dua pengacaranya, yaitu Yosep Parera dan Eko Suparno.

Gazalba diduga menerima suap uang 202.000 dollar Singapura terkait pengurusan perkara pidana Koperasi Simpan Pinjam Intidana di MA.

Selain Gazalba, KPK juga telah menetapkan Prasetio Nugroho, Redhy Novarisza, serta Nurmanto Akmal dan Desy Yustria yang merupakan PNS di MA, sebagai tersangka penerima suap.

Mereka disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau b Jo Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sementara itu, Heryanto Tanaka, Yosep Parera, dan Eko Suparno ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap.

Mereka dijerat melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 atau Pasal 6 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Adapun perkara ini merupakan pengembangan dari kasus suap Hakim Agung Sudrajad Dimyati. Ia diketahui menangani perkara perdata gugatan kasasi Koperasi Simpan Pinjam Intidana. Sementara itu, Gazalba menangani perkara gugatan kasasi pada perkara pidana Intidana.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram “Kompas.com News Update”, caranya klik link , kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

error: Content is protected !!
Exit mobile version