redaksiutama.com – Dokter spesialis bedah mulut maksilofasial konsultan Dr. drg. Dwi Ariawan, Sp.BM(K) mengatakan perawatan yang dilakukan secara komprehensif pada anak dengan bibir sumbing diharapkan dapat menghilangkan stigma di masyarakat.
“Dengan perawatan yang ditangani oleh sebuah tim yang berisikan tenaga profesional multidisiplin, ada spesialis bedah mulut, dokter gigi ortodonti, dokter THT, dokter anak, ahli terapi wicara, diharapkan satu per satu stigma pada anak dengan celah bibir dan lelangit itu hilang,” kata dokter dari Rumah Sakit Universitas Indonesia itu dalam acara bincang-bincang diikuti secara virtual di Jakarta, Jumat.
Dwi menjelaskan celah bibir dan lelangit atau lebih dikenal dengan bibir sumbing merupakan kelainan bawaan yang terjadi pada kehamilan trimester pertama atau pekan keempat sampai pekan kesepuluh kehamilan.
“Terjadi gagal penyatuan sehingga anak lahir dengan celah yang mereka akan memiliki banyak masalah ke depannya,” ujarnya.
Menurutnya, penyebab anak yang lahir dengan bibir sumbing terjadi karena faktor genetik. Selain itu, faktor lingkungan juga berperan seperti defisiensi nutrisi, ibu yang mengonsumsi alkohol dan merokok. Bibir sumbing juga dapat terjadi dengan kombinasi dari faktor genetik dan faktor lingkungan.
Kondisi bibir sumbing hanya bisa ditangani dengan tindakan operasi. Dwi mengatakan tindakan operasi membutuhkan sebuah tim terpadu dari berbagai spesialis kedokteran sehingga diharapkan kondisi anak tidak hanya normal secara estetis namun juga normal secara fungsi, mulai dari fungsi bicara, pendengaran, hingga makan.
Dwi menjelaskan operasi dilakukan secara terpadu yang berlangsung sejak anak lahir hingga setidaknya berusia 18 tahun.
Perawatan dimulai dari penggunaan alat bantu nasoalveolar molding, operasi labioplasti atau penutupan celah bibir, pemeriksaan ke dokter THT, operasi palatoplasti atau penutupan celah lelangit, terapi wicara, perawatan ortodonti, penutupan celah di gusi tulang alveolar, hingga operasi bedah rahang.
“Jadi kompleks dan panjang, dari lahir sampai paling tidak 18 tahun,” tuturnya.
Ia mengatakan celah bibir dan lelangit dapat menimbulkan berbagai gangguan perkembangan di kemudian hari apabila tidak ditangani di antaranya gangguan perkembangan gigi dan mulut, gangguan fungsi bicara, defisiensi nutrisi karena daya hisap yang terganggu ketika menyusui, hingga gangguan pendengaran.
“Jadi banyak sekali yang bisa timbul masalah pada anak dengan celah bibir dan lelangit, termasuk masalah psikososial bagaimana mereka bergaul dengan teman-temannya,” katanya.
Dwi pun mengimbau para orang tua yang memiliki anak dengan celah bibir dan lelangit untuk tidak khawatir mengingat para dokter ahli siap membantu sesuai prosedur operasi.
“Kemudian untuk terapi wicarajuga tersedia tenaga ahli terapi wicara di RSUI. Beberapa pasien yang kami operasi penutupan celah lelangit sudah mendapatkan terapi wicara di sini dan yang saya dengar perkembangannya cukup bagus dari fungsi bicaranya,” kata Dwi.*