redaksiutama.com – Indonesia Corruption Watch ( ICW ) menyatakan tidak terdapat landasan hukum yang menyatakan penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara dugaan korupsi yang disangkakan kepada Gubernur Papua Lukas Enembe bisa dihentikan hanya karena klaim dia diangkat menjadi kepala suku.
Menurut peneliti ICW Kurnia Ramadhana, hanya ada 2 landasan hukum yang mengatur tentang pemberhentian penyidikan perkara tindak pidana korupsi.
Yaitu Pasal 109 Ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
“Dua regulasi itu sama sekali tidak menyebutkan alasan penghentian penyidikan karena seseorang diangkat sebagai kepala suku,” kata Kurnia dalam keterangannya saat dihubungi Kompas.com, Selasa (11/10/2022).
Kurnia mengatakan, dalam Pasal 109 Ayat (2) KUHAP disebutkan penyidikan hanya dapat diberhentikan karena kondisi-kondisi tertentu yakni tidak terdapat cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum.
Sedangkan dalam Pasal 40 UU KPK disebutkan, KPK dapat menghentikan penyidikan jika penanganannya tidak selesai dalam jangka waktu paling lama 2 tahun.
“Indonesia Corruption Watch berharap pengacara saudara Lukas Enembe segera bergegas membeli buku tentang hukum pidana dan membacanya secara perlahan agar kemudian dapat memahami secara utuh bagaimana alur penanganan suatu perkara,” ujar Kurnia.
KPK menetapkan Enembe sebagai tersangka dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) serta gratifikasi sejak 5 September 2022.
Selain itu, KPK juga mengajukan permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri terhadap Enembe kepada Direktorat Jenderal Imigrasi.
Selain dilarang bepergian ke luar negeri, beberapa rekening sebesar Rp 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas Enembe telah diblokir oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Bahkan rekening istri Enembe turut diblokir atas permintaan KPK.
Akan tetapi, proses pemeriksaan terhadap Enembe terhambat.
Padahal, lembaga antirasuah itu sudah 2 kali melayangkan panggilan pemeriksaan sebagai tersangka kepada Enembe.
KPK memanggil Lukas Enembe untuk diperiksa sebagai tersangka pada 12 September lalu, tetapi dia tidak hadir dengan alasan sakit.
Kemudian KPK menjadwalkan pemeriksaan kedua dengan mengirim surat panggilan kedua kepada Lukas Enembe agar dia hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada 25 September 2022.
Akan tetapi Enembe kembali tidak hadir dalam pemeriksaan kedua karena alasan kesehatan.
Dalam proses penyidikan, KPK turut melayangkan panggilan pemeriksaan kepada istri dan anak Enembe, yaitu Yulice Wenda dan Astract Bona Timoramo Enembe sebagai saksi pada 5 Oktober 2022. Namun, keduanya juga tidak memenuhi panggilan pemeriksaan.
KPK pernah menyampaikan supaya pihak-pihak yang dipanggil dalam kaitan pemeriksaan perkara memenuhi undangan. Bahkan mereka memperingatkan supaya jangan ada pihak-pihak yang mempengaruhi saksi atau bakal dijerat dengan pasal merintangi penyidikan.