Pajak Karbon PLTU Ditunda, Ada Tekanan Pengusaha Batu Bara?

redaksiutama.com – Pemerintah kembali menunda wacana penerapan pajak karbon untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) hingga tahun 2025. Sontak, penundaan pajak karbon itu disesalkan oleh berbagai pihak mengingat pajak karbon merupakan instrumen penting dalam transisi energi di Indonesia.

Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mempertanyakan sikap pemerintah yang akhirnya kembali menunda implementasi pajak karbon. Apalagi penerapannya mundur hingga ke 2025.

“Kenapa tidak diterapkan saja secepatnya? Ini yang kami heran. Apakah pemerintah khawatir ditekan oleh pengusaha batubara yang merasa dirugikan dengan pajak karbon?,” kata Bhima kepada CNBC Indonesia, Jumat (10/12/2022).

Menurut Bhima dengan mundurnya pajak karbon, pemerintah sebetulnya tidak konsisten lagi dalam mendorong mitigasi perubahan iklim. Padahal dari sisi tarif, Indonesia termasuk yang paling rendah di dunia, idealnya pajak karbon yang diterapkan ke PLTU tidak akan berdampak terhadap harga jual listrik ke tingkat konsumen.

Bhima menilai penerapan pajak karbon sebenarnya juga dapat menjadi insentif bagi PT PLN untuk mengembangkan sumber energi terbarukan. Logika dari kebijakan pajak karbon adalah memungut pajak dari penyumbang emisi karbon kemudian hasil dananya dikembalikan ke sektor yang bisa menurunkan emisi karbon.

“Dilihat dari logika tadi yang untung dari pajak karbon justru pembangkit EBT termasuk PLN dengan catatan ada realisasi pembangunan EBT yang masif dari PLN,” ujarnya.

Sementara, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada, Fahmy Radhi memandang pajak karbon salah instrumen penting dalam transisi energi. Penundaan pajak karbon mengindikasikan bahwa Menteri Keuangan tidak sepenuhnya mendukung komitmen Presiden Jokowi dalam transisi energi.

Kemudian, indikasi kedua adanya kekuatan lobi oligarki yang sangat kuat sehingga dapat menunda pajak karbon hingga 2025. “Kalau indikasi kedua benar, maka Pemerintah dipaksa menggelar karpet merah bagi pengusaha batu bara dan PLTU,” ujarnya.

Seperti diketahui, pemerintah akhirnya menunda penerapan pajak karbon. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengungkapkan penerapan pajak karbon akan berlaku pada 2025.

“Untuk merealisasikan komitmen menurunkan emisi gas rumah 2060 atau lebih cepat dan yang diterapkan awal adalah perdagangan karbon maupun pajak karbon yang ditargetkan akan berfungsi di tahun 2025,” jelas Airlangga dalam pembukaan Capital Market Summit & Expo (CMSE) 2022, Jakarta, Kamis (13/10/2022).

Penundaan pajak karbon ini, merupakan penundaan yang kesekian kali setelah pada akhir 2021 pemerintah berencana mengimplementasikan pajak karbon yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Perpajakan mulai 1 April 2022. Saat itu, pemerintah berdalih implementasi diundur untuk menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon.

error: Content is protected !!
Exit mobile version