redaksiutama.com – Massa melakukan aksi unjuk rasa di depan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Kamis, 5 Januari 2023 siang sekitar pukul 13.11 WIB. Para demonstran menyuarakan tuntutan agar Majelis Hakim dapat menghukum Ferdy Sambo dan terdakwa lain yang terlibat dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir J dengan sanksi seberat-beratnya.
Mereka juga berharap Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan bersikap objektif dalam menangani perkara yang telah merenggut nyawa salah satu perwira kepolisian Republik Indonesia, Yoshua Hutabarat .
Dari foto yang beredar, tampak sejumlah orang membentangkan spanduk dengan tulisan bertinta merah seraya mudah dibaca oleh pihak terkait dan orang-orang yang melintas.
“Meminta Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar objektif dan jangan menjadikan persidangan kasus Ferdy Sambo Cs seperti drama yang penuh drama dan kebohongan,” tulis spanduk unjuk rasa yang dibawa pendemo di depan PN Jaksel, Kamis 5 Januari 2023.
Selain itu, para pengunjuk rasa meminta agar JPU memberi tuntutan pada Ferdy Sambo CS berupa sanksi maksimal hukuman mati.
“JPU TUNTUT HUKUMAN MATI FERDY SAMBO CS!!!,” katanya.
Mereka berharap jaksa penuntut umum (JPU) dapat menimbang dan memutus dengan bijak terkait vonis yang akan diberi pada Ferdy Sambo Cs.
“Bapak ibu saudara-saudara sekalian kehadiran kita di sini, kehadiran kita siang hari ini tentu tidak lain tidak bukan mendukung bapak-bapak jaksa agar memang betul-betul yang salah itu harus dihukum,” kata salah seorang orator.
Sebelumnya diketahui bahwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi didakwa melanggar Pasal 340 subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 KUHP bersama tiga terdakwa lainnya, yakni Richard Eliezer (Bharada E), Ricky Rizal (Bripka RR) dan Kuat Ma’ruf.
Namun dalam sidang yang digelar pada Selasa, 3 Januari 2023 di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, saksi ahli yang dihadirkan pihak Ferdy Sambo yang tak lain adalah ahli hukum pidana dan kriminologi dari Universitas Hasanudin, Said Karim mengatakan mantan Kadiv Provam itu tidak memenuhi Pasal 340.
Hal ini karena pada saat kejadian, yang berkaitan dinilai tidak mungkin dalam keadaan tenang.
“Menurut pendapat saya sebagai ahli, dia sudah tidak dalam keadaan tenang. Tetapi terkait tenang tidak tenang adalah aspek kejiwaan, maka itu adalah dijelaskan oleh ahli psikologi forensik,” ujarnya.
Sementara menurut Pasal 340, seseorang dikatakan melakukan pembunuhan berencana jika saat peristiwa keadaan psikologinya sedang tenang.
“Tetapi yang penting ada waktu untuk berpikir pelaku tindak pidana untuk memikirkan dengan cara bagaimana pidana pembunuhan itu dilakukan, dan di mana akan dilakukan, dan kemudian pada diri pelaku itu harus ada tindakan berpikir dengan tenang,” kata Said.
“Khusus berkait kasus ini, Pasal 340 ini, mensyaratkan adanya waktu dan ada ketenangan bagi pelaku untuk berpikir dengan cara bagaimana pembunuhan itu dilakukan dan di mana dilakukan, harus ada waktu dan berpikir dengan tenang,” ujarnya.***