Kerukunan umat sampai di liang lahad

redaksiutama.com – Waktu menunjukkan sekitar pukul 11.00 Wita pada Rabu (30/11). Siang itu, seorang laki-laki sedang membersihkan area Kuburan Muslimin di Jalan Kasturi II, Kelurahan Syamsudin Noor, Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Lelaki bernama Salam atau akrab disapa Mbah Salam itu tak peduli terik matahari untuk menunaikan pekerjaan bersih-bersih area makam dengan sapu lidi.

Sesekali pria berusia senja 84 tahun itu memunguti daun kering dan mencabut rumput menggunakan tangannya.

Tubuhnya memang tak kokoh lagi berdiri, layaknya orang muda. Namun berkat dorongan rasa tanggung jawab mengabdi terhadap pekerjaan, semangat Mbah Salam tak pernah kendur.

Area makam yang dijaga dan dirawat Mbah Salam, tak hanya kuburan orang Islam, namun juga nonmuslim, baik Kristen Protestan maupun Katolik.

Posisinya pun berdampingan, tak ada jarak, apalagi sekat tembok yang memisahkan. Semuanya bercampur antara kuburan Islam dan nonmuslim.

Mbah Salam tak sendiri, ada Barno yang berusia lebih muda juga melakukan rutinitas serupa sebagai juru kunci makam.

Pria 52 tahun ini tampak lebih gesit. Usai menyiram cairan pembasmi rumput, dia langsung bergegas membuat peti jenazah yang terbuat dari kayu ulin pesanan dari warga setempat.

Dibantu beberapa warga lainnya secara bergotong royong, peti jenazah pun dengan waktu singkat rampung dikerjakan.

Kebetulan pengurus alkah Y Lanjarianto (72) juga hadir bersama Sudirjo, tokoh masyarakat setempat.

Goyong royong membuat peti jenazah memang sudah menjadi tradisi warga untuk saling membantu jika ada yang meninggal dikuburkan di alkah tersebut.

Tak memandang Islam ataupun nonmuslim, semuanya diperlakukan sama. Fenomena itu menunjukkan kerukunan umat beragama begitu kental di wilayah itu, bahkan hingga ke liang lahad.

Pak Lanjar, sapaan akrab Lanjarianto, bercerita alkah dengan luas sekitar satu hektare itu sudah berdiri sejak tahun 1960 yang menjadi makam tertua di kawasan yang dulunya populer disebut warga sebagai Kampung Sumber Rejoitu.

Hal itu dibuktikan dari beberapa batu nisan tertulis waktu meninggalnya seseorang.

Lahannya sendiri adalah milik masyarakat yang dihibahkan untuk area pemakaman bagi warga di Kecamatan Landasan Ulin dan sekitarnya, kala itu.

Perantau dari Yogyakarta yang bertugas sebagai guru sekolah dasar (SD) itu pun tak bisa menghitung jumlah pasti kubur yang sudah ada, namun diperkirakan tak kurang dari 2.000 liang.

Terkait adanya kuburan nonmuslim, sejarahnya bermula dari anggota Angkatan Udara Republik Indonesia (AURI) yang kala itu dikuburkan.

Sebagaimana diketahui, di kawasan sekitar pekuburan itu terdapat Pangkalan TNI Angkatan Udara (Lanud) Sjamsudin Noor Banjarmasin yang sekaligus saat ini juga berdiri megah Bandara Internasional Syamsudin Noor.

“Jadi sejak saat itu hingga kini masyarakat tidak mempermasalahkan adanya nonmuslim jika ingin dikubur di sini,” kata Lanjar, selaku bendahara pengurus alkah yang sejak tahun 1976 tinggal di kawasan tersebut.

Pengurus alkah juga tidak mematok biaya bagi yang ingin dikubur, asal berstatus warga setempat dan sudah terdata di masing-masing rukun tetangga (RT).

Warga hanya dikenakan iuran kebersihan Rp18 ribu per tahun untuk satu kepala keluarga (KK).

Dana yang terkumpul itu sebagian untuk honor bagi Mbah Salam dan Barno, masing-masing sebesar Rp600 ribu per bulan.

Honor itu terbilang kecil di zaman sekarang, namun dengan semangat sosial dan mengharap ridhoIlahi, maka keduanya terus teguh menjalani tugas sembari mengabdi untuk masyarakat.

Kuburan Muslimin di Jalan Kasturi II ini pernah mendapatkan bantuan dari Pemerintah Kota Banjarbaru, berupa pembangunan pagar tembok mengelilingi area pemakaman sekitar tahun 2000.

Dalam perawatannya hingga sekarang, pengurus alkah dibantu masyarakat secara gotong royong memperbarui cat pagar jika sudah kusam agar tetap terlihat baru kembali.

Bapak Pembangunan

Area pemakaman yang bercampur antara Islam dan nonmuslim ternyata juga terdapat di Taman Pemakaman Umum CTN Pulau Beruang, Km 29, Landasan Ulin, Banjarbaru.

Menariknya, di tempat ini ada kuburan Dick Andries Willem Van Der Pijl, yang merupakan Bapak Pembangunan Kota Banjarbaru.

Dick Andries Willem Van Der Pijl lahir di Belanda, 23 Januari 1901, dan wafat di Banjarbaru para 27 September 1974.

Dia adalah tokoh yang dikenal sebagai perancang awal Kota Banjarbaru, sebelum berpisah dari Kabupaten Banjar.

Sebagai bentuk penghormatan atas jasa sang tokoh besar, Wali Kota dan Wakil Wali Kota BanjarbaruAditya Mufti Ariffin dan Wartono langsung berziarah di hari pertama keduanya menjabat pada 27 Februari 2021.

Bahkan,Aditya kala itu langsung memerintahkan dinas terkait untuk membuatkan pelang menandai keberadaan makam Van Der Pijl yang dipasang di tepi jalan raya depan pintu masuk makam sebagai petunjuk bagi masyarakat yang ingin berziarah.

Bicara bercampurnya makam antara Islam dan nonmuslim, sang juru kunci, Raib (61), menceritakan lahan makam dulunya dihibahkan oleh anggota TNI yang mempunyai semangat persatuan tanpa membeda-bedakan suku dan agama.

Kuburan Islam dan nonmuslim pun diatur sedemikian rupa. Saat memasuki area pemakaman, pada bagian sebelah kiri diisi Islam dan bagian sisi kanan diisi nonmuslim.

Raib menyebut perbandingannya dua banding satu alias lebih banyak yang Islam dibandingkan nonmuslim.

Saat ini area pemakaman seluas sekitar satu hektare itu sudah penuh, sehingga tidak bisa lagi menerima jasad yang baru untuk dikuburkan.

Dibantu tiga orang, Raib yang merupakan purnawirawan TNI dari Detasemen Zeni Tempur 8/Gawi Manuntung (Denzipur 8/GM) mengaku hanya bekerja sosial tanpa digaji untuk menjaga makam.

Rezeki datang ketika ada pihak keluarga yang memberikan secara sukarela saat berziarah ataupun meminta untuk perbaikan atau renovasi makam.

“Sewaktu masih ada lubang untuk kuburan, untuk Muslim dikenakan biaya Rp2 juta dan nonmuslim Rp5 juta karena lebih luas dan dalam,” kata Raib.

Dia berharap ada perhatian dari pemerintah daerah untuk mereka yang menjaga makam sehingga ada pendapatan rutin yang pasti perbulan sekaligus menjadi suntikan semangat untuk tetap bertahan menekuni pekerjaan.

Kerukunan terpelihara

Bercampurnya antara kuburan Islam dan nonmuslim pada satu area pemakaman merupakan fenomena duniawi yang tidak lepas dari fakta terpeliharanya kerukunan umat beragama di Kalimantan Selatan.

Data terakhir indeks kerukunan umat beragama yang dirilis Kementerian Agama pada tahun 2021 menunjukkan Kalsel memperoleh skor 72,51 dari rata-rata nasional 73,82.

Berdasarkan Peraturan Bersama Menteri (PBM), yakni Menag dan Mendagri Nomor 9 dan 8 Tahun 2006 disebutkan konsepsi kerukunan umat beragama adalah keadaan hubungan sesama umat beragama yang dilandasi toleransi, saling pengertian, saling menghormati, dan menghargai.

Kemudian kesetaraan dalam pengamalan ajaran agamanya dan kerja sama dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di dalam bingkai NKRI, berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.

Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Provinsi Kalimantan Selatan Ilham Masykuri Hamdie mengakui harmonisasi kerukunan umat beragama di “Bumi Lambung Mangkurat” itu sangat didukung kearifan lokal masyarakat Suku Banjar yang tidak anti kepada pendatang dan bisa menerima setiap perbedaan.

“Dalam sejarah tidak pernah terjadi konflik menonjol terkait agama di Kalsel, semua bisa hidup rukun saling berdampingan,” ucap dia.

Pemahaman keagamaan masyarakat Kalsel pun semakin meningkat yang diwujudkan dengan makin kuatnya harmoni antarumat beragama dalam kehidupan sehari-hari, seperti saling bergotong-royong dan menggalang solidaritas mengesampingkan perbedaan suku, ras, agama dan golongan.

Meski begitu, potensi ketidakukunan harus tetap diwaspadai dan diantisipasi bersama.

Misalnya dalam beberapa kasus pernah dicatat FKUB Kalsel terjadinya penolakan pendirian rumah ibadah bagi kelompok minoritas.

Gesekan tersebut sejatinya bisa diredam jika pemerintah bersikap tegas karena izin pendirian rumah ibadah ada pada pemerintah.

Untuk itulah, diharapkan kerja pemerintah menanamkan kerukunan semakin dimasifkan agar persoalan di akar rumput bisa diatasi dan tak ada lagi potensi pertentangan terkait perbedaan agama, demi tegaknya ideologi negara Indonesia, yaitu Pancasila.

error: Content is protected !!