redaksiutama.com – Kenaikan kasus infeksi dan kematian akibat Covid-19 kini menghantui China. Kini kota-kota di negara tersebut mulai meningkatkan sistem kesehatan.
Melansir Reuters, Selasa (20/12/2022), otoritas kota-kota di China langsung bergegas memasang tempat tidur rumah sakit dan membangun klinik pemeriksaan demam. Hal ini dilakukan saat negara tersebut melaporkan lima kematian baru terkait Covid.
Sebagaimana diketahui, China telah melonggarkan aturan nol-Covid-nya yang ketat. Keputusan diambil setelah masyarakat memprotes aturan yang terlalu ketat, yang membuat kehidupan mereka sangat sulit.
Namun, ketika virus melanda negara berpenduduk 1,4 miliar orang yang tidak memiliki kekebalan alami yang telah terlindung begitu lama, ada kekhawatiran tentang kemungkinan kematian, mutasi virus, dan dampaknya terhadap ekonomi dan perdagangan.
Xu Wenbo, seorang pejabat Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit China, mengatakan kepada wartawan bahwa mutasi baru akan terjadi tetapi mengecilkan kekhawatiran.
“Kemampuan keluar dari kekebalan strain baru menjadi lebih kuat, lebih menular,” kata Xu.
“Tapi kemungkinan mereka menjadi lebih mematikan rendah. Kemungkinan strain yang lebih menular dan lebih patogen bahkan lebih rendah.”
Namun Alex Cook, wakil dekan untuk penelitian di Saw Swee Hock School of Public Health Universitas Nasional Singapura, mengatakan sebaliknya.
“Setiap gelombang epidemi baru di negara lain membawa risiko varian baru, dan risiko ini semakin tinggi semakin besar wabahnya, dan gelombang saat ini di China akan menjadi besar,” katanya.
“Namun, mau tidak mau China harus melalui gelombang besar Covid-19 jika ingin mencapai keadaan endemik, di masa depan tanpa penguncian dan kerusakan ekonomi dan politik yang diakibatkannya.”
Beijing melaporkan lima kematian terkait Covid pada Selasa, menyusul dua kematian pada Senin, yang merupakan kematian pertama yang dilaporkan dalam beberapa minggu. Secara total, China telah melaporkan 5.242 kematian akibat Covid sejak pandemi muncul di kota Wuhan pada akhir 2019.
Beberapa ahli kesehatan memperkirakan 60% orang di China, setara dengan 10% populasi dunia, dapat terinfeksi dalam beberapa bulan mendatang, dan lebih dari 2 juta orang dapat meninggal.