redaksiutama.com – Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Nawir Messi mengingatkan adanya risiko nilai tukar rupiah dapat melampaui target dalam APBN 2023, yang sebesarRp 14.800 per dolar AS.
Dia menjelaskanrisiko tersebut sudah terjadi pada tahun lalu, yang mana nilai tukar rupiah berada di posisi Rp15.737 per dolar AS pada akhir 2022, atau memiliki margin sebesar Rp1.387 dibandingkan target APBN yang sebesar Rp14.350.
“(Margin) ini besar bagi perekonomian, dunia usaha, bagi APBN,” kata Nawir dalam diskusi publik bertajuk “Catatan Awal Ekonomi Tahun 2023” secara daring di Jakarta, Kamis.
Dia mengatakan risiko tersebut dapat terulang, karena dolar AS masih akan menguat terhadap mata uang negara lain pada tahun 2023, meskipuncenderung melandai.
“Bisa jadi bias- bias (margin) seperti ini akan terjadi tahun berjalan 2023, karena kecenderungan global yang tetap mengalami ketidakpastian dan gejolak,” kata NawirMessi.
Ditambah, dia memperkirakan bank sentral AS Federal Reserve (Fed) masih akan menaikkan suku bunga acuannya pada tahun 2023, meskipun tidak seagresif seperti tahun 2022.
“Saya kira sepanjang 2023 ini nilai tukar tetap harus diwaspadai, masih banyak pekerjaan besar dalam mengelola nilai tukar di sektor moneter,” kata NawirMessi.
Dia pun memperkirakan bank sentral AS tersebut akan menaikkan suku bunga acuannya maksimum 50 basis poin (bps) pada awal tahun 2023 ini.
“Saya kira The Fed tetap akan menaikkan suku bunga acuan, meskipun tidak seagresif kenaikan sebelumnya yang 50-75 bps. Saya kira tidak akan seketat itu,” ujarnya.
Sepanjang tahun 2022 The Fed telah menaikkan suku bunga acuannya sebanyak tujuh kali atau sebesar 425 bp, dari level 0,00 – 0,25 persen pada Februari 2022 ke level 4,25- 4,5 persen pada Desember 2022.
Adapunkebijakan The Fed tersebut telah memicu penguatan dolar AS terhadap mata uang utama dunia, tercermin dari indeks dolar AS yang sempat menyentuh level tertingginya di angka 114 pada Oktober 2022.