Bawaslu Sebut Butuh Kolaborasi untuk Tindak Hoaks Pemilu

redaksiutama.com – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI mengaku butuh butuh berkolaborasi dengan banyak pihak dalam menangkal isu hoaks yang terjadi di media sosial selama tahapan pemilu.

Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty, menganggap bahwa kolaborasi itu diperlukan dengan lembaga-lembaga swadaya masyarakat yang fokus pada isu literasi digital.

“(Bawaslu butuh) kolaborasi dengan banyak pihak seperti MAFINDO (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia), AJI (Aliansi Jurnalis Independen), dan lain-lain, sangat diperlukan dalam menangkal isu hoaks di media sosial,” kata Lolly dikutip keterangan tertulis Bawaslu RI, Kamis (1/12/2022).

Kolaborasi dengan multipihak tersebut diharapkan dengan memproduksi konten-konten informasi yang benar untuk disebarluaskan.

Lolly menilai, masifnya hoaks dan disinformasi soal pemilu kerapkali tak terlepas dari ketidakmampuan berita yang “benar” untuk menandinginya.

“(Kerjasama) Ini harus kita lakukan, sebab seringkali hoaks viral karena berita yang benar tidak viral,” ungkapnya.

Di sisi lain, Lolly memperkirakan bahwa tantangan pada Pemilu 2024 khususnya dalam hal penyebaran informasi di media sosial tidak banyak berubah ketimbang Pemilu 2019. Regulasi yang tak berubah dinilai menjadi penyebabnya.

Sebelumnya, Bawaslu mengakui adanya keterbatasan regulasi untuk menindak hoaks dan disinformasi pemilu.

“Bawaslu punya keterbatasan. Bawaslu bekerja diatur regulasi, sehingga ruang keterbatasan sangat banyak, termasuk menindak jika ada informasi hoaks, misalnya,” kata Lolly dalam diskusi panel Indonesia Fact Checking Summit 2022, Rabu (30/11/2022).

“Ranah Bawaslu tidak di situ. Ranah Bawaslu hanya bisa sampai melakukan analisis, kemudian melakukan kajian, dan merekomendasikan kepada platform (media sosial) untuk men-take down,” ujarnya.

Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu disebut belum secara spesifik mengatur soal hoaks dan disinformasi.

Dalam pasal 280, beleid tersebut hanya mengatur sanksi pidana soal hasutan, hinaan, dan adu domba, sebagai larangan kampanye.

Lolly menuturkan, perdebatan akan panjang untuk membuktikan suatu konten yang dianggap hoaks/disinformatif sebagai kategori menghasut, menghina, dan mengadu domba.

Keterbatasan ini membuat Bawaslu, menurutnya, melakukan penegakan hukum lain untuk menangani kasus-kasus semacam itu.

“Dalam konteks ini kita bisa menggunakan UU ITE. Maka, kolaborasi kerja sama akan langsung kita lakukan dengan teman-teman kepolisian karena payung hukum yang berbeda,” ujar Lolly.

error: Content is protected !!