Antisipasi Ricuh Pemilu 2024, KPU Siapkan Ribuan Pamdal Mirip Pasukan Antihuru-hara

redaksiutama.com – Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI menyiapkan ribuan personel pengamanan dalam (pamdal) untuk menghadapi Pemilu dan Pilkada Serentak 2024.

Personel bernama Jagat Saksana ini disiapkan seperti pasukan antihuru-hara, dilengkapi dengan beberapa perangkat pengamanan seperti helm dan tameng, kendaraan taktis berupa motor trail, hingga senjata tumpul berupa tongkat.

Jumat (2/12/2022), bertepatan dengan Konsolidasi Pemilu 2024 yang digelar di Jakarta, kesiapan Jagat Saksana didemonstrasikan dengan simulasi menghalau massa aksi unjuk rasa bersama dengan Korps Samapta Bhayangkara (Sabhara).

Ketua KPU RI Hasyim Asy’ari menyebut bahwa para personel ini dilatih di SPN Lido Polda Metro Jaya.

“Ini untuk pengamanan di kantor KPU, karena kantor KPU adalah obyek yang harus dilindungi oleh orang-orang yang terlatih,” ujar Hasyim kepada wartawan, Jumat.

“Semuanya dididik, ditingkatkan kapasitas, disekolahkan di sekolah kepolisian Lido di bawah Polda Metro Jaya untuk peningkatan kapasitas,” jelasnya.

Menurutnya, penyiapan kapasitas pamdal semacam ini krusial bagi KPU sebagai lembaga yang memiliki kantor dari pusat dan tersebar hingga seluruh kota dan kabupaten.

Hasyim menganggap gaya Jagat Saksana yang mirip pasukan antihuru-hara memang diperlukan sebagai antisipasi semua kemungkinan terburuk.

Ia tidak menampik bahwa pada Pemilu dan Pilkada 2024, ekskalasi konflik kemungkinan meruncing. Oleh karena itu, pasukan ini diklaim akan disiapkan di seluruh kantor KPU di seluruh wilayah Indonesia dan di seluruh tingkatan, termasuk di tingkat kota dan kabupaten.

“Yang namanya pemilu, pilkada, adalah konflik yang dianggap sah dan legal untuk meraih kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan,” ujar Hasyim.

“Dalam situasi konflik itukan bisa menggunakan kekerasan fisik, bisa menggunakan kekerasan verbal. Jadi segala sesuatu kita harus antisipasi, nah kalau situasi kaya tadi kan, supaya kita inikan selalu siap siaga. Bukannya kita mengharap ada seperti itu ya, tetapi kalau ada kejadian seperti itu relatif siap dari dalam,” jelasnya.

Ancaman konflik

Sebelumnya, kekhawatiran soal konflik dalam Pemilu dan Pilkada Serentak 2024 diungkapkan Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja dalam rapat bersama Komite I DPD RI di Jakarta, Selasa (8/11/2022).

Berdasarkan pengalaman yang sudah-sudah kerusuhan menurutnya paling banyak terjadi saat pilkada bukan pemilu level nasional.

Ia mengaku resah karena pilkada digelar serentak dan khawatir kepolisian kekurangan personel, karena postur keamanan akan difokuskan mengamankan wilayah masing-masing.

“Misalnya dulu Pilkada Makassar ribut karena calon tunggal, ribut di mana-mana. Datang perbantuan personel dari Polres Gowa dan Polres sekitarnya untuk Kota Makassar. Sekarang (Pilkada 2024) tidak bisa karena masing-masing polres harus jaga wilayah masing-masing,” kata Bagja.

Wakil Ketua Komnas HAM Pramono Ubaid Tanthowi menilai, pendekatan keamanan tidak bisa menjadi satu-satunya cara menangani potensi konflik pilkada. Sebab, postur keamanan diperkirakan akan terbatas pada 2024 nanti karena pilkada digelar di berbagai tempat dalam waktu yang sama, di mana setiap satuan kepolisian perlu mengamankan wilayah masing-masing.

“Program-program sosialisasinya (KPU dan Bawaslu) itu harus mendorong bukan hanya sosialisasi tentang hak pilih, tentang teknis-teknis kepemiluan misalnya soal hari H, TPS, dan lain sebagainya,” ujar Ubaid pada Jumat (18/11/2022).

“Tetapi juga bagaimana mendorong sosialisasi itu lebih ke hal yang substansial, yaitu bagiamana menghargai perbedaan pendapat,” katanya.

Sosialisasi semacam ini diharapkan dapat membuat masyarakat lebih dewasa dalam berpolitik. Ubaid mendorong program ini harus masuk ke dalam fokus sosialisasi kedua lembaga penyelenggara pemilu tersebut.

Khusus untuk Bawaslu, Ubaid berharap agar indeks kerawanan pemilu yang tengah disusun dapat juga mencakup indeks kerawanan terkait potensi konflik.

“Jadi, itu berkaca pada kasus-kasus di masa lalu. Itu bisa dilengkapi sehingga bisa diantisipasi,” tambahnya.

Terlebih, potensi konflik horizontal saat pilkada memang selalu tinggi, dan hal ini dikhawatirkan semakin buruk karena 2024 pilkada digelar serentak.

Ubaid beranggapan bahwa sampai saat ini, profil pilkada di Indonesia belum berubah, di mana terdapat sentimen kedekatan yang tinggi antara pendukung dan kandidat yang maju kontestasi.

error: Content is protected !!