Anggota TGIPF soal Detik-detik Maut di Pintu 13 Stadion Kanjuruhan: Penonton Jatuh Terinjak hingga Sekarat

redaksiutama.com – Tim Gabungan Independen Pencari Fakta ( TGIPF ) Tragedi Kanjuruhan yang dibentuk pemerintah di bawah Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memaparkan temuan sementara terkait penyelidikan rangkaian peristiwa yang menyebabkan kericuhan pada 1 Oktober 2022 hingga menewaskan 131 orang.

Salah satu anggota TGIPF, Nugroho Setiawan , yang ditugaskan melakukan evaluasi terhadap infrastruktur Stadion Kanjuruhan memaparkan, melalui rekaman kamera CCTV terlihat bagaimana para penonton terhimpit dan sekarat saat berebut keluar dari Pintu 13 untuk menghindari gas air mata yang ditembakkan polisi.

“Situasinya adalah orang itu berebut keluar, sementara sebagian sudah jatuh, pingsan, terhimpit, terinjak karena efek dari gas air mata,” kata Nugroho Setiawan, seperti dikutip dari akun YouTube Kemenko Polhukam, Minggu (9/10/2022).

“Jadi miris sekali saya melihat detik-detik beberapa penonton yang tertimpa, tertumpuk, dan meregang nyawa. Terekam sekali di CCTV,” sambung Nugroho.

Menurut Nugroho, situasi kepanikan penonton di Stadion Kanjuruhan usai laga Arema FC melawan Persebaya Surabaya yang terekam melalui kamera CCTV sangat mengerikan.

“Jadi ya situasinya adalah pintu terbuka, tapi sangat kecil. Yang itu seharusnya pintu untuk masuk, tapi terpaksa jadi pintu keluar,” ucap Nugroho yang merupakan pakar keamanan pertandingan (security officer) berlisensi FIFA.

Nugroho mengatakan, kesimpulan sementara yang bisa diambil adalah Stadion Kanjuruhan tidak layak untuk menggelar pertandingan berisiko tinggi (high risk match), seperti laga Arema FC melawan Persebaya.

“Kesimpulannya sementara bahwa stadion ini tidak layak untuk menggelar pertandingan high risk match. Mungkin kalau itu medium atau low risk masih bisa,” kata Nugroho.

Nugroho mengatakan, untuk pertandingan yang diperkirakan berisiko tinggi pelaksana harus membuat perhitungan secara rinci dan mempertimbangkan kemungkinan terburuk yang bisa terjadi.

“Kita harus membuat kalkulasi yang sangat konkret misalnya adalah bagaimana cara mengeluarkan penonton pada saat keadaan darurat,” ujar Nugroho.

Nugroho menyoroti ketiadaan pintu darurat di Stadion Kanjuruhan.

“Jadi sementara yang saya lihat adalah pintu masuk berfungsi sebagai pintu keluar, tapi itu tidak memadai. Kemudian tidak ada pintu darurat,” kata Nugroho.

Diduga faktor ketiadaan pintu darurat itu yang membuat korban jiwa dalam peristiwa desak-desakan pada 1 Oktober 2022 lalu cukup tinggi.

Menurut Nugroho, dari rekaman kamera pemantau atau kamera CCTV di Stadion Kanjuruhan saat peristiwa kericuhan yang menewaskan 131 orang itu terjadi, terlihat massa penonton panik dan berebut mencari pintu untuk bisa keluar menghindari asap gas air mata yang ditembakkan aparat kepolisian guna menghentikan kericuhan.

Dia mengatakan, saat itu massa penonton berebut menyelamatkan diri mereka berupaya keluar dari pintu 13 stadion.

Akan tetapi, karena pintu itu sebenarnya untuk penonton masuk maka terjadi desak-desakan yang membuat sejumlah penonton terhimpit dan terinjak-injak hingga kehabisan napas.

“Jadi mungkin ke depan perbaikannya adalah merubah struktur pintu itu,” kata Nugroho.

Nugroho memaparkan dari temuan sementara terungkap anak tangga di Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang, kurang ideal terutama jika terjadi kepanikan massa penonton.

“Anak tangga ini kalau secara normatif dalam safety regulate, ketinggian 18 senti, lebar tapak 30 senti. Ini tadi antara lebar tapak dan ketinggian sama. Rata-rata mendekati 30 (sentimeter),” kata Nugroho.

Menurut Nugroho, jika konstruksi anak tangga ideal diterapkan di stadion maka menekan kemungkinan para penonton terjatuh ketika berlari saat naik atau turun, termasuk ketika terjadi kepanikan.

Di samping itu, Nugroho yang ditugaskan menyelidiki segi infrastruktur di TGIPF Tragedi Kanjuruhan menyatakan lebar anak tangga di stadion itu juga kurang memadai.

“Kemudian lebar dari anak tangga ini juga tidak terlalu ideal untuk kondisi crowd, karena karena harus ada railing. Railing untuk pegangan,” ucap Nugroho.

“Nah railing-nya juga sangat tidak terawat. Dengan stampede, desakan yang luar biasa, akhirnya railing-nya patah, dan itu juga termasuk yang melukai korban,” ucap Nugroho.

Nugroho juga menyarankan supaya aparat keamanan mempertimbangkan kembali penggunaan gas air mata di stadion.

Hal itu disampaikan Nugroho dari hasil temuan sementara TGIPF setelah bertemu sejumlah korban selamat dari Tragedi Stadion Kanjuruhan.

Nugroho mengatakan, TGIPF menemui dan melihat kondisi korban luka-luka atau yang terpapar gas air mata.

Menurut dia, anggota TGIPF juga melihat perubahan trauma akibat efek gas air mata terhadap fisik para korban terutama pada bagian mata.

“Dari menghitam kemudian memerah, dan menurut dokter itu recovery-nya paling cepat adalah 1 bulan,” kata Nugroho.

“Jadi efek dari zat yang terkandung di gas air mata sangat luar biasa. Ini juga patut dipertimbangkan untuk crowd control di masa depan,” ujar Nugroho.

Nugroho menilai Stadion Kanjuruhan harus dibenahi supaya sesuai standar keselamatan guna mencegah insiden maut seperti pada 1 Oktober 2022 tidak terulang.

Nugroho mengatakan, pembenahan yang perlu dilakukan adalah perbaikan akses pintu keluar dan masuk bagi penonton serta membuat pintu darurat.

“Jadi mungkin ke depan perbaikannya adalah merubah struktur pintu itu, kemudian juga mempertimbangkan aspek akses seperti anak tangga,” kata Nugroho.

“Jadi itu tadi sekali lagi perlu perbaikan ke depan untuk pertangindan yang high risk match,” kata Nugroho.

error: Content is protected !!