Singapura Larang Film soal Agama dan LGBT, Ini Alasannya

redaksiutama.com – Sebuah film buatan lokal bertemakan agama dan LGBT dilarang tayang oleh pemerintah Singapura karena dinilai berpotensi memicu ‘perpecahan sosial’. Larangan terhadap berjudul #LookAtMe ini bertepatan dengan penayangannya dalam Festival Film Asia New York di Amerika Serikat (AS).

Seperti dilansir AFP, Selasa (18/10/2022), Otoritas Pengembangan Media Infokom (IMDA) menyatakan bahwa film berjudul #LookAtMe hasil karya pembuat film Singapura Ken Kwek itu ‘melampaui pedoman klasifikasi film’ dan tidak bisa ditayangkan secara lokal.

Film itu ditayangkan perdana pada Juli lalu di Film Festival Asia New York, di mana film tersebut bersaing untuk kategori ‘Best Feature’ dan telah memenangkan penghargaan Juri Khusus untuk ‘Best Performance’.

IMDA dalam pernyataannya, yang dirilis bersamaan dengan Kementerian Budaya dan Dalam Negeri Singapura, menyebut film #LookAtMe itu ‘merendahkan komunitas keagamaan dan memiliki potensi untuk memicu permusuhan dan perpecahan sosial dalam masyarakat Singapura yang multi-ras dan multi-agama’.

Film itu berkisah soal karakter utamanya yang tersinggung dengan pendirian seorang pendeta soal homoseksualitas dan memposting komentar bernada ‘menghasut’ di media sosial yang menjadi viral.

Ketegangan meningkat dalam film itu, dengan karakter protagonisnya ‘merencanakan serangan balasan’ terhadap sang pendeta, yang juga digambarkan terlibat dalam tindakan yang dilarang oleh keyakinan agamanya.

“Konteksnya mungkin terlihat menyarankan atau mendorong kekerasan terhadap pendekat,” sebut IMDA dalam pernyataannya.

Tim produksi film itu dalam pernyataannya menyatakan kekecewaan atas keputusan IMDA dan akan mengajukan banding.

“#LookAtMe merupakan karya fiksi sinematik. Film ini berusaha menghibur dan mendorong percakapan soal isu-isu sosial penting yang relevan dengan Singapura,” demikian pernyataan tim produksi film itu.

Tim produksi film #LookAtMe berharap agar warga Singapura bisa menonton film itu, yang disebut telah dipilih untuk tayang dalam Festival Film Internasional Singapura pada Desember mendatang.

Singapura diketahui membanggakan budaya modern dan dinamis, tapi perilaku terhadap homoseksualitas tetap konservatif. Beberapa tahun terakhir, dukungan untuk hak-hak LGBT semakin berkembang di negara ini, dengan banyak orang menghadiri acara tahunan mendukung hak-hak LGBT bernama Pink Dot.

Perdana Menteri (PM) Lee Hsien Loong, pada Agustus lalu, menyebut negaranya akan mencabut aturan hukum era kolonial yang mengkriminalisasi hubungan seks antar sesama laki-laki, namun akan tetap mendefinisikan pernikahan sebagai antara laki-laki dan perempuan.

error: Content is protected !!