redaksiutama.com – pada Senin (24/10/2022), seorang pegawai perempuan berusia 23 tahun tewas tanggal 14 Oktober 2022 di salah satu pabrik perusahaan.
Saat bekerja, tubuhnya tertarik ke dalam alat lalu jasadnya ditemukan hancur keesokan hari oleh rekan-rekan kerjanya.
Pabrik melanjutkan produksi saat jasad ditemukan, dan karyawan yang melihat serta menarik tubuh pegawai yang tewas dari mesin itu diharuskan bekerja di sebelah lokasi kecelakaan.
Para kritikus mengatakan, mesin tersebut seharusnya dioperasikan oleh dua orang. Aksi protes dan boikot kemudian bermunculan di Korea Selatan terhadap Paris Baguette dan perusahaan induknya, SPC Group.
“Jangan pernah membeli atau pergi ke SPC si perusahaan pembunuh!” kata Konfederasi Serikat Buruh Korea yang merupakan pusat serikat pekerja nasional di Korea Selatan, di akun Twitter resmi mereka.
Tagar seperti “Boikot SPC”, “Perusahaan pembunuh SPC”, dan “Gerakan larangan membeli” sedang tren di Twitter Korea Selatan. Beberapa unggahan mendapatkan ribuan retweet.
Sehari setelah insiden, Presiden Korea Selatan Yoon Suk-yeol memerintahkan penyelidikan atas kematian pegawai tersebut.
Ketua SPC Group Huh Young In kemudian meminta secara terbuka dalam konferensi pers.
Ia mengaku salah meminta para pegawai kembali bekerja di lokasi kecelakaan dan tindakannya tidak bisa dimaafkan, menurut isi surat permintaan maaf SPC yang dirilis pada 17 Oktober 2022.
SPC Group juga berjanji mengalokasikan 100 miliar won (Rp 1 triliun) selama tiga tahun untuk meningkatkan keselamatan pekerja, kata Presiden SPC, Hwang Jae-bok, pada Jumat (21/10/2022).
SPC Group, konglomerat makanan Korea Selatan yang memiliki Paris Baguette dan mengoperasikan merek-merek global besar lainnya di negara itu, sudah berulang kali dikecam karena praktik perburuhannya yang buruk.
Di Korea Selatan, SPC Group juga mengoperasikan merek internasional seperti Shake Shack dan Baskin Robbins.
Seminggu sebelum karyawati yang tidak disebutkan namanya tadi tewas masuk mesin, tangan seorang pegawai tersangkut di mesin lini produksi lain. Namun, perusahaan tidak mengirim pekerja itu ke rumah sakit karena bukan pegawai penuh waktu, lapor .
Pada Mei 2022, sekelompok aktivis memprotes SPC Group karena diduga gagal memberikan hak-hak dasar pekerja perempuan.
Meskipun sekitar 80 persen pegawai roti Paris Baguette adalah wanita, para demonstran mengeklaim bahwa mereka tidak diberi istirahat makan siang satu jam, libur tahunan yang tetap digaji, dan cuti menstruasi, menurut laporan media Korea Selatan .
Bisnis toko roti Paris Baguette berkembang pesat dengan lebih dari 4.000 lokasi di seluruh dunia.