Korsel perintahkan sopir truk yang mogok kembali bekerja

redaksiutama.com – Korea Selatan pada Kamis memerintahkan pengemudi truk di industri baja dan petrokimia yang mogok untuk kembali bekerja.

Keputusan itu dikeluarkan menyusul perintah serupa kepada sopir truk di industri semen ketika mogok kerja secara nasional telah mengganggu rantai pasokan.

Saat membuka pertemuan kabinet yang disiarkan televisi, Perdana Menteri Han Duck-soo mengatakan kepada para anggota kabinet untuk mengeluarkan perintah “mulai bekerja”.

Puluhan ribu sopir truk yang mogok kerja menuntut agar program upah minimum menjadi permanen dan diperluas.

Pemerintah sejauh ini menolak tuntutan itu, tetapi mengatakan program itu dapat diperpanjang hingga melebihi tiga tahun yang diberlakukan saat ini. Dua perundingan belum menghasilkan terobosan.

“Pemerintah tetap pada pendiriannya. Kami benar-benar harus memutus lingkaran setan dari tindakan terorganisasiyang tidak dapat dibenarkan,” kata Han.

Belum ada lagi rencana perundingan, kata pejabat senior serikat pekerja.

Pekan lalu, pemerintah mengeluarkan perintah “mulai bekerja” untuk memaksa 2.500 pengemudi yang mogok kerja di industri semen.

Sekitar 35 persen dari 2.600 pengemudi truk tangki bahan bakar di seluruh negeri melakukan aksi mogok kerja, menurut laporan media yang mengutip Kementerian Perindustrian Korsel.

Aksi mogok kedua dalam waktu kurang dari enam bulan selama 12 hari pertama telah menunda pengiriman barang senilai 3,5 triliun won (sekitar Rp41,4 triliun), kata pemerintah pekan ini.

Pengiriman baja hanya berjalan 48 persen dari level normal dan pengiriman produk petrokimia turun menjadi sekitar 20 persen, kata Kementerian Transportasi Korsel pada Kamis.

Kondisi itu dikhawatirkan akan mengganggu produksi mobil dan kapal.

Sejumlah perusahaan petrokimia sedang mempertimbangkan untuk memangkas produksi paling cepat akhir pekan ini karena kekurangan bahan baku dan ruang untuk menyimpan stok yang tidak terpakai.

Perintah “mulai bekerja” bulan lalu adalah kali pertama pemerintah memaksa pekerja yang mogok.

Ketidakpatuhan terhadap aturan itu dapat menyebabkan pembatalan izin, hukuman penjara tiga tahun atau denda sampai 30 juta won (sekitar Rp354,9 juta).

Pemerintah mengatakan perintahnya efektif membuat pengemudi yang mogok kembali bekerja, tetapi serikat pekerja mengatakan mereka akan mengambil tindakan hukum dengan bantuan pengacara buruh bersertifikat untuk menentang aturan itu.

Beberapa pengemudi truk mengatakan hilangnya pendapatan selama pemogokan semakin menyulitkan mereka untuk terus melakukan aksi tersebut.

Sumber: Reuters

error: Content is protected !!