redaksiutama.com – Setelah resesi seks, kini fenomena memilukan lain bernama ‘godoksa’ kembali melanda Korea Selatan , yaitu orang-orang lansia yang meninggal sendirian dalam keadaan sebatang kara.
Godoksa jelasnya merupakan kasus di mana seseorang meninggal di rumah sendirian , dan mayatnya ditemukan setelah berhari-hari ia tidak terlihat, lantaran terputus dari anggota keluarga dan kerabatnya.
Pada tahun 2021, sekitar 3.000 orang di Korsel alami godoksa. Tahun ini kembalinya godoksa disadari pemerintah usai kematian seorang pria berusia 60-an di sebuah flat kecil, pada September 2022.
Rumah tinggal si kakek berada di distrik Songpa, Seoul selatan. Dia tak sengaja ditemukan oleh polisi dan petugas damkar ketika hendak memperbaiki alarm darurat di unit tersebut yang rusak.
Dua pekan setelah kematiannya, Polisi menyimpulkan kasus itu adalah salah satu ‘godoksa’ sebab para tetangga mengungkap si kakek hidup sebatangkara tanpa satupun kontak dari keluarga .
Menanggapi hal ini, Kementerian Kesehatan dan Kesejahteraan Korsel mulai memetakan kasus mayat godoksa sejak April lalu, dan mengumumkan hasilnya di bulan Desember.
Menurut kementerian, jumlah orang yang meninggal sendirian terus meningkat selama lima tahun terakhir. Pada tahun 2021 misalnya, 3.378 orang meninggal sendirian di Korea.
Jumlahnya meningkat secara bertahap dari 2.412 pada 2017 menjadi 3.378 pada 2021, dengan sedikit penurunan pada 2019, yaitu dari 3.048 pada 2018 menurun ke angka 2.949.
Dari data yang ada, kematian godoksa paling sering terjadi di Provinsi Gyeonggi (3.185 kasus), diikuti oleh Seoul (2.748) dan Busan (1.408) selama lima tahun terakhir. Sedang Kota Sejong terendah dengan 54 kasus.
Dalam fenomena godoksa, jumlah pria yang meninggal sendirian bisa empat sampai lima kali lebih banyak daripada wanita. Gapnya melebar di tahun 2021 jadi 5,3 kali lipat.
Pada tahun 2021, 2.187 pria meninggal sendirian sementara 529 wanita meninggal dengan cara tersebut.
Berdasarkan usia, lebih dari separuh korban godoksa berusia 50-an dan 60-an. Orang berusia 20-an dan 30-an mencapai tujuh persen dari jumlah totalnya.
Dikutip dari Koran Times, motif kematian didominasi oleh bunuh diri daripada penyakit. Sehingga mental health terus digencarkan di negeri ginseng tersebut.
“Orang yang meninggal sendirian seolah merendahkan martabat manusia sebab mayat ditemukan sudah sangat membusuk lantaran diabaikan dalam waktu lama,” kata Kim Mi-ae, dari People Power Party dan Ewha Institute for Age Integration Research.
“Ini akan menjadi masalah sosial yang (lebih) serius dan membutuhkan kewaspadaan serta kemauan setiap anggota sosial untuk menyelesaikannya,” ucap dia lagi. ***