2.000 Pejuang Pro-demokrasi Myanmar Disebut Tewas Lawan Junta Militer

redaksiutama.com – Sedikitnya 2.000 pejuang pro-demokrasi Myanmar tewas dalam memerangi junta militer yang merebut kekuasaan pada tahun lalu.

Hal itu dikatakan oleh pemimpin pemerintah sipil paralel, Duwa Lashi La, dalam wawancara yang disiarkan pada Kamis (1/12/2022).

Dia pun mendesak sekutu untuk menyediakan bantuan militer di Myanmar.

Duwa Lashi La adalah penjabat presiden Pemerintah Persatuan Nasional (NUG).

Dia merupakan salah satu tokoh demokrasi yang tersisa dari pemerintahan pemimpin terguling Aung San Suu Kyi.

“Kami menganggap (kematian) sebagai harga yang harus kami bayar,” kata Duwa Lashi La dalam forum Reuters NEXT.

Mantan guru dan pengacara berusia 70-an tahun itu telah meninggalkan rumahnya di Negara Bagian Kachin di Myanmar utara bersama keluarganya.

Militer Myanmar telah mencap dia dan rekan-rekannya sebagai teroris dan melarang warga berkomunikasi dengan mereka.

Namun, pemerintah sipil paralel mereka mendapat dukungan luas.

Sementara itu, kelompok bersenjata sekutu yang dikenal sebagai Pasukan Pertahanan Rakyat telah muncul di seluruh negeri.

Duwa Lashi La telah digambarkan sedang mengunjungi pasukan, termasuk mantan pelajar dan profesional yang dibawa ke hutan oleh tindakan keras militer, mengenakan jaket antipeluru serta helm.

“Saya tidak tahu kapan saya akan menyerahkan hidup saya,” katanya.

“Terserah kehendak Tuhan. Saya sudah berkomitmen untuk mengorbankan apapun untuk negara saya,” kata dia dari lokasi yang dirahasiakan.

Myanmar telah berada dalam kekacauan sejak junta militer merebut kekuasaan pada Februari tahun lalu.

Junta militer membalikkan eksperimen demokrasi selama satu dekade dan menggunakan kekuatan mematikan untuk menghancurkan protes.

Menurut Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, selain 2.000 kematian dalam pertempuran di Myanmar, lebih dari 2.500 warga sipil tewas di tempat lain, sebagian besar dalam penumpasan protes.

Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik adalah sebuah kelompok hak asasi yang memantau kerusuhan.

Pejuang pro-demokrasi dikalahkan oleh tentara yang dilengkapi oleh Rusia, China, dan India, yang menggunakan jet tempur untuk melakukan serangan bom yang mematikan.

PBB sendiri mengatakan bahwa lebih dari 1,3 juta orang telah mengungsi sejak kudeta militer Nyanmar, yang mengatakan serangan militer dapat merupakan kejahatan perang.

Junta tidak menanggapi permintaan komentar oleh Reuters.

Sebelumnya, Junta Militer Myanmar mengatakan tidak menargetkan warga sipil dengan serangan udara dan operasinya menanggapi serangan oleh “teroris”.

Duwa Lashi La mengatakan pejuang oposisi telah membunuh sekitar 20.000 tentara junta.

“Jika kami memiliki senjata anti-pesawat, aman untuk mengatakan bahwa kami bisa menang dalam enam bulan,” katanya.

“Jika saja kami menerima dukungan yang sama seperti yang diterima Ukraina dari AS dan UE, penderitaan orang-orang yang dibantai akan segera berhenti,” ucap dia.

error: Content is protected !!