Mengapa Orang Merasa Sedih dan Bahagia Secara Bersamaan Menjelang Pergantian Tahun?

redaksiutama.comPIKIRAN RAKYAT – Semua orang mungkin pernah merasakan perasaan gembira dan sedih secara bersamaan dalam waktu tertentu, terlebih menjelang pergantian tahun.

Saat pergantian tahun misalnya, seseorang terkadang merasakan perasaan sedih dan bahagia secara bersamaan meski ada di tengah keramaian, hingga membuat kondisinya terganggu.

Tak sedikit yang bertanya-tanya terkait keadaan ‘campur aduk’ yang saling bertentangan itu, apakah berpengaruh terhadap kesehatan , atau ada pengaruhnya terhadap kehidupan sekarang dan yang akan datang?

Bergulat dengan perasaan bertentangan disebut ambivalensi . Kebanyakan kondisi pikiran dan perasaan tak selaras, bak berada di puncak roller coaster, bersemangat namun merasa ketakutan.

Baca Juga: Doa Agar Dilancarkan Berbicara Saat Interview Kerja

Dilansir dari Psychology Today, ada lima macam ambivalensi , yakni ambivalensi tentang apa yang mesti dilakukan, tentang keputusan masa lalu dibuat, tentang keputusan masa lalu yang dibuat orang lain, tentang masa depan, dan tentang kebenaran. Kelimanya dapat membebani diri, bahkan menyebabkan Anda ketinggalan.

Dalam KBBI, ambivalensi disebutkan sebagai perasaan tidak sadar yang saling bertentangan terhadap situasi yang sama atau terhadap seseorang pada waktu yang sama.

Apa Pemicu Ambivalensi?

Profesor bidang psikologi University of Tennessee Knoxville, Amerika Serikat, Jeff Larsen, menuturkan, ambivalensi dapat dipicu oleh peristiwa sehari-hari, seperti kondisi yang berakhir penuh makna.

Seperti ketika mahasiswa merayakan kelulusan, ‘membunuh waktu’ dengan mengenang masa-masa indah yang telah dilalui, kebahagiaan dan kesedihan bercampur aduk.

Baca Juga: Doa Sebelum Tidur Sesuai Hadits Nabi, Amalkan Setiap Hari

Dilansir dari laman Today, Jeff menuturkan, acap kali lanskap emosional ditata sedemikian rupa sehingga kita merasakan salah satu perasaan, atau tidak keduanya. Ada tempat di mana kita bisa merasakan keduanya, dan tempat-tempat itu sedikit dan jarang ditemukan, tapi menarik.

Jangan Khawatir dengan Ambivalensi

Ketika merasakan ambivalensi , janganlah merasa khawatir. Sebab profesor psikologi, filsafat, dan neurologi University of Southern California, Amerika Serikat, Antonio Damasio, menuturkan, ambivalensi memiliki manfaat evolusioner. Kendati demikian, perlu diketahui kapan ambivalensi menjadi masalah.

Dilaporkan Washington Post, ambivalensi berkepanjangan dikaitkan dengan gangguan stres pascatrauma, gangguan obsesif kompulsif, depresi , dan kecanduan

Kondisi tersebut bisa bikin kita ‘membeku’ saat memutuskan sesuatu. Keadaan ‘pro-kontra’ membikin seseorang kesulitan menentukan keputusan.

Apa yang Harus Dilakukan Jika Mengalami Ambivalensi?

Orang yang mengalami ambivalensi tidak sehat dapat melakukan pelbagai langkah, paling sederhana rutin membikin jurnal bersyukur.

Membiasakan diri rutin untuk fokus pada hal positif menurut ahli dari Departemen Psikiatri dan Ilmu Perilaku University of California San Fransisco, David Newman, bisa meningkatkan kesejahteraan seseorang.

Di samping melakukan ‘ritual’ sederhana tersebut, bisa juga dibantu dengan melakukan terapi, menyibukkan diri mempelajari berbagai keterampilan, untuk meningkatkan kesadaran, atau kemampuan menahan tekanan.

Bisa pula berlatih pernapasan, dengan menarik napas dalam-dalam, dan mengeluarkannya perlahan. Latihan tersebut bisa dilakukan tanpa panduan terapis.

Selain itu, terkadang perasaan campur aduk bersamaan juga bisa dibiarkan berjalan dengan sendirinya hingga dapat terselesaikan.***

error: Content is protected !!