redaksiutama.com – Pada 2022, banyak peristiwa terjadi di Indonesia. Salah satunya soal masifnya kasus gagal ginjal akut yang terjadi pada kalangan anak-anak di sejumlah daerah.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pun mendatangkan vial obat Fomepizole dari berbagai negara sebagai penawar untuk penyakit gagal ginjal akut .
Setelah ditelusuri, gagal ginjal akut pada anak-anak tersebut diduga diakibatkan oleh Etilen Glikol dan Dietilen Glikol melebihi ambang batas yang terkandung dalam obat sirop .
Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia pun telah menguji dan menarik sejumlah produk obat sirop yang terbukti mengandung cemaran tersebut.
Terbaru, BPOM juga mencabut izin edar obat sirop dari salah satu industri farmasi di Tanah Air, yaitu PT Rama Emerald Multi Sukses (REMS).
Diketahui, pencabutan izin edar obat produksi PT REMS merupakan kelanjutan dari investigasi kandungan Etilen Glikol (EG) dan Dietilen Glikol (DEG).
“Berdasarkan pemeriksaan lebih lanjut ke sarana produksi PT REMS, ditemukan ketidaksesuaian dalam penerapan Cara Produksi Obat yang Baik (CPOB),” kata BPOM, dikutip pada Senin, 19 Desember 2022.
Tak hanya menjatuhkan sanksi administratif berupa pencabutan seluruh izin edar terhadap 32 obat sirop produksi PT. REMS, BPOM juga mencabut sertifikat CPOB cairan oral non-betalaktam dari industri farmasi tersebut.
Selain itu, BPOM juga meminta PT. REMS untuk menghentikan kegiatan produksi dan distribusi serta menarik produknya dari pasaran.
Di satu sisi, BPOM juga telah merilis daftar obat sirop yang boleh dikonsumsi. Terbaru, terdapat 172 daftar obat sirop yang dinyatakan memenuhi ketentuan dan aman digunakan. Hal tersebut terlihat dalam unggahan Instagram @bpom_ri pada awal bulan Desember tahun ini.
“#SahabatBPOM, berikut adalah 172 produk obat hasil verifikasi yang telah memenuhi ketentuan dari 22 industri farmasi, sehingga direkomendasikan untuk dapat diedarkan,” ujarnya.
“Daftar produk ini berdasarkan perkembangan hasil pengawasan terkait sirup obat yang mengandung Etilen Glikol/Dietilen Glikol,” ucapnya melanjutkan.
Meski demikian, BPOM sempat berpesan kepada masyarakat agar tetap selalu berhati-hati dan mengecek terlebih dahulu kandungan produk obat sebelum dikonsumsi.
Sebagai informasi, sejauh ini, BPOM telah bertindak tegas dengan melakukan berbagai upaya untuk memberikan efek jera bagi industri farmasi yang memproduksi obat sirop dengan kandungan berbahaya tersebut, di antaranya dengan mencabut izin edar dan sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB).
Kemudian, BPOM juga menghentikan produksi, distribusi hingga melakukan pemusnahan terhadap produk obat sirop tersebut.
BPOM juga telah melakukan verifikasi hasil uji bahan baku obat secara mandiri hingga menggelar sosialisasi obat yang aman untuk dikonsumsi.
Tak hanya itu, BPOM juga meminta asosiasi industri farmasi untuk menggelar pembinaan terkait produksi obat sirup. Tenaga kesehatan juga dihimbau untuk aktif melaporkan kejadian lain yang tidak diharapkan.
Sebagai informasi, pihak kepolisian juga terlibat dalam pengusutan kasus gagal ginjal akut yang diduga disebabkan oleh obat sirop dengan kandungan Etilen Glikol dan Dietilen Glikol tersebut.
Hingga saat ini, terdapat dua industri farmasi yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh pihak kepolisian atas kasus tersebut, yaitu PT Afi Farma dan CV Samudera Chemical (SC).
Sementara, itu, tersangka lain, PT Yarindo Farmatama dan PT Universal Pharmaceutical Industries ditetapkan oleh pihak BPOM.***