redaksiutama.com – Ibu hamil atau yang baru melahirkan sangat membutuhkan dukungan dan perhatian yang cukup agar terhindar dari risiko depresi postpartum.
Selain itu, menurut dr Ardiansjah Dara Sjahruddin, Sp.OG., dukungan dan perhatian yang cukup dibutuhkan untuk memastikan anak tumbuh dan berkembang dengan baik.
“Selama masa kehamilan, banyak perubahan yang terjadi pada wanita, mulai dari fisik hingga psikis, serta yang tidak tampak, yaitu perubahan hormonal,” kata dr Ardiansjah, dikutip Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Jumat, 2 Desember 2022.
Pada trimester pertama, hormon estrogen dan progesteron dalam tubuh wanita akan mengalami peningkatan.
Ada pula hormon kehamilan yang muncul, yakni hormon beta chorionic gonadotropin (beta hCG). Hormon tersebut merupakan hormon yang mengakibatkan mual dan muntah pada wanita hamil.
“Makanya enggak heran trimester pertama sekitar 75-80 persen ibu hamil pasti mual. Nah, yang 20 persen enggak mual atau istilahnya hamil kebo,” ujar dokter yang akrab disapa Dara itu.
Ketiga hormon tersebutlah yang memberikan pengaruh terhadap perubahan psikis ibu hamil , di antaranya mudah sedih, menangis, dan mudah marah-marah.
Hal itu selaras dengan hasil survei yang dilakukan oleh Teman Bumil terhadap 1.504 ibu hamil . Hasil survei tersebut menyatakan 64,6 persen mengaku lebih mellow dan sering merasakan kesedihan.
Sementar itu, sebanyak 38,4 persen ibu hamil mengaku lebih stres selama proses kehamilannya tersebut.
Selain faktor hormon, faktor lain yang memicu ketidakbahagiaan dan stres pada ibu hamil adalah faktor eksternal.
Sebanyak 44,3 persen ibu hamil tidak merasakan bahagia atau mengalami stres karena kondisi finansial.
Sebanyak 35,8 persen lainnya dipicu oleh masalah kehamilan yang cukup mengganggu. Selain itu, 23,9 persen ibu hamil tidak bahagia atau alami stres karena sulit menyiapkan biaya persalinan.
Masih harus bekerja atau mengurus seluruh pekerjaan rumah tangga sendirian salah satu faktor eksternal lain sebanyak 21,5 persen dan menjalani kehamilan sambil mengurus anak sebanyak 20,7 persen.
Meski kebanyakan kondisi psikis yang naik turun ibu hamil terjadi di trimester pertama, tetapi bisa juga terjadi hingga trimester kedua, bahkan ketiga.
Meskipun hormon memiliki peran besar, menurut dr Dara, kesedihan pada ibu hamil juga tidak boleh dibiarkan.
“Dampak secara tidak langsung itu ada, ya. Contohnya, ibu-ibu yang bersedih berkepanjangan berpotensi mengalami persalinan prematur. Bisa juga, anaknya kecil. Kita istilahkan BBLR (bayi berat lahir rendah),” katanya.
Sementara itu, Teman Bumil juga melakukan survei terhadap 1.259 orang ibu yang memiliki anak 0-5 tahun, sebanyak 44,3 persen diketahui mengalami baby blues.
Baby blues tersebut bisa terjadi 2-3 hari setelah seorang ibu hamil melahirkan dan berlanjut hingga kurang lebih 2 minggu setelahnya.
“Normalnya ini akan hilang. Namun bila diabaikan, dapat berlanjut menjadi depresi postpartum. Ini cukup berbahaya karena ibu dapat melakukan hal-hal yang bisa membahayakan dirinya sendiri maupun sang anak,” tutur dr Dara.
Menurut dr Dara, serorang ibu hamil memang sesekali perlu meluapkan isi perasaannya kepada orang-orang terdekat atau yang berada di sekitarnya.
Dia juga menyarankan kepada orang-orang terdekat perlu memahami kondisi sang ibu, tentunya hal tersebut tidaklah mudah dan punya banyak tantangan.***