redaksiutama.com – Hasil pengamatan pertama selama satu tahun terhadap infeksi yang terjadi di 120 ICU rumah sakit seluruh India mengungkapkan gambaran buruk tentang superbug.
Superbug atau ‘kuman super’ dikhawatirkan akan menjadi ancaman pandemi baru. Sebab, kuman ini memiliki sifat yang resistan atau kebal terhadap obat antibiotik. Dilansir dari Times of India, mikroorganisme ini ditemukan pada 3.080 sampel darah dan 792 sampel urin yang dikumpulkan.
Menurut Healthcare Associated Infection Surveillance India (HAI-Surveillance India), kehadiran superbug merupakan indikator resistansi terhadap antibiotik yang ada sehingga dibutuhkan antibiotik pilihan terakhir, seperti carbapenem dan colistin. Kedua antibiotik tersebut sangat mahal dan membutuhkan infus IV (Intravenous Infusion).
HAI-Surveillance India adalah upaya antara pemerintah pusat India, All India Institute of Medical Sciences (AIIMS-Delhi), Dewan Penelitian Medis India (ICMR), dan Pusat Pengendalian Penyakit (CDC) untuk meneliti Hospital Acquired Infection (HAI). HAI adalah infeksi yang dialami pasien karena berada di rumah sakit dalam waktu yang sangat lama hingga harus dirawat dengan ventilator invasif atau kateter urin.
Pasien yang dirawat lebih lama di ICU lebih rentan terinfeksi mikroorganisme gram negatif. Hal itu menyebabkan pengobatan jadi lebih sulit bila dibandingkan dengan organisme gram positif.
Studi menemukan bahwa bakteri gram negatif tersebar luas di ICU India, yaitu sebesar 73,3 persen dari kasus infeksi darah dan 53,1 persen kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK). Selain itu, ditemukan pula bahwa 38,1 persen pasien dengan infeksi aliran darah dan 27,9 persen pasien ISK meninggal dalam periode 14 hari. Meski begitu, penelitian menyebutkan bahwa HAI kemungkinan tidak berkontribusi langsung terhadap kematian pasien.
Dokter Kamini Walia, Ilmuan ICMR yang memimpin keseluruhan studi resistansi antimikroba di India, menyebutkan bahwa ICU adalah ‘sarang’ infeksi di sejumlah layanan kesehatan sehingga perlu adanya pengendalian infeksi yang lebih baik di rumah sakit.
“Perlu adanya praktik pengendalian infeksi rumah sakit yang lebih baik dan mengadopsi praktik penatagunaan yang mengurangi penggunaan antibiotik tidak rasional,” sebut dr. Wali.
Saat ini, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan resistansi antibiotik atau antimikroba sebagai ancaman kesehatan masyarakat dunia. Sementara itu di Indonesia, Wakil Menteri Kesehatan RI, Dante Saksono Harbuwono telah menyebutkan bahwa resistansi antimikroba adalah ‘pandemi senyap’ yang harus diwaspadai.