redaksiutama.com – Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat tingkat kecemasan dan depresi meningkat sebesar 25 persen di seluruh dunia, hanya dalam tahun pertama pandemi Covid-19.
Dikutip dari Channel News Asia, para peneliti terus menemukan lebih banyak bukti bahwa virus Corona mendatangkan malapetaka pada kesehatan mental.
Dalam sebuah studi tahun 2021, lebih dari setengah orang dewasa Amerika melaporkan gejala gangguan depresi berat setelah infeksi virus corona.
Risiko Covid-19 memicu gejala-gejala ini – serta gangguan kesehatan mental lainnya – tetap tinggi hingga satu tahun setelah pasien pulih. Tidak heran jika pandemi ini memiliki dampak yang begitu besar.
“Ini adalah peristiwa seismik,” kata Dr. Ziyad Al-Aly, ahli epidemiologi klinis di Universitas Washington di St Louis dan kepala penelitian dan pengembangan di Sistem Perawatan Kesehatan St Louis, dikutip Sabtu (26/11/2022).
Masalah kesehatan, kesedihan karena kehilangan orang yang dicintai, isolasi sosial, dan gangguan aktivitas sehari-hari adalah pemicu untuk depresi terutama di awal pandemi.
Namun dibandingkan dengan mereka yang berhasil menghindari infeksi, orang yang terjangkit Covid-19 tampaknya jauh lebih rentan terhadap berbagai masalah kesehatan mental.
“Ada sesuatu tentang virus corona yang benar-benar mempengaruhi otak,” kata Dr. Al-Aly.
“Beberapa orang mengalami depresi, sementara yang lain dapat mengalami stroke, kecemasan, gangguan memori, dan gangguan sensorik. Yang lain tidak memiliki kondisi neurologis atau psikiatri sama sekali,” sambungnya.
Hingga saat ini, para ilmuwan masih mempelajari dengan tepat bagaimana virus Corona mengubah kondisi otak. Tetapi penelitian mulai menyoroti beberapa penjelasan yang mungkin terjadi di otak manusia.
Beberapa penelitian, misalnya, telah menunjukkan bahwa sistem kekebalan menjadi pemicu utama ketika beberapa orang sakit. Tak menutup kemungkinan, pasien bisa berakhir dengan kondisi peradangan di seluruh tubuh dan bahkan di otak.
Ada juga beberapa bukti bahwa sel-sel endotel yang melapisi pembuluh darah di otak menjadi terganggu selama serangan Covid-19, yang secara tidak sengaja memungkinkan zat berbahaya masuk dan ini bisa memengaruhi fungsi mental.
Dr. Al-Aly mengungkapkan sel-sel yang disebut mikroglia, yang biasanya bertindak sebagai pembantu otak, dapat menjadi jahat pada beberapa pasien. Mereka kemudian akan menyerang neuron dan merusak sinapsis.
Dia juga melihat ada kemungkinan bahwa Covid-19 bahkan dapat membahayakan keragaman bakteri dan mikroba di usus. Pasalnya, mikroba di usus telah terbukti menghasilkan neurotransmiter seperti serotonin dan dopamin, yang mengatur suasana hati, perubahan ini bisa menjadi akar dari beberapa masalah neuropsikiatri.