redaksiutama.com –
Sistem wandering hour dapat ditelusuri kembali pada abad ke-17 (sekitar tahun 1655), ketika Paus Alexander VII ingin dibuatkan jam khusus.
Diceritakan, Paus Alexander VII menderita insomnia. Kondisi itu diperparah setiap kali mendengar detak jam.
Dia memesan jam malam (night clock) pada Campani bersaudara, dan meminta agar jam tersebut tidak bersuara dan mudah dibaca dalam gelap.
Hasilnya, lahirlah jam dengan sistem wandering hour di mana waktu dibaca pada bukaan setengah lingkaran yang menunjukkan seperempat jam.
Di kemudian hari, komplikasi ini ditemukan pada jam saku.
Selama abad ke-19, popularitas wandering hour mulai meredup dan digantikan oleh sistem jumping hour yang menjadi ciri khas dari periode Art Deco.
Namun pada tahun 1989, pembuat jam Swiss, Audemars Piguet menemukan kembali wandering hour dalam sebuah artikel di Journal Suisse d’Horlogerie.
Dua tahun kemudian, atau tepatnya di tahun 1991, Audemars Piguet mengenalkan Star Wheel referensi 25720, jam tangan elegan dengan sistem wandering hour berupa tiga cakram safir yang dipasang pada central wheel berukuran besar.
Selama periode 1991-2003, ada sekitar 30 model Star Wheel yang dirilis AP dalam berbagai bentuk dan desain.
Tidak jarang, Star Wheel yang diusung pembuat jam juga digabungkan dengan komplikasi lain seperti pengulang menit (minute repeater).
Audemars Piguet membawa Starwheel Code 11.59
Setelah hampir 20 tahun absen, Star Wheel dengan wandering hour kembali dibawa di tahun ini.
Diberi tajuk Starwheel Code 11.59, konsep jam tangan ini agak berbeda dari Star Wheel orisinal keluaran 1991, namun tetap membawa semangat yang sama.
Sama seperti kebanyakan pendahulunya, fokus utama arloji Starwheel Code 11.59 adalah mengungkap komplikasi yang berada di atas dial.
Bedanya, ketiga cakram yang menandakan waktu setiap seperempat jam tidak lagi memiliki permukaan transparan, melainkan permukaan solid dalam warna hitam.
Arloji berdimensi 41 x 10,7 milimeter ini juga didesain ulang agar sesuai dengan estetika modern dari koleksi Starwheel.
Edisi baru Starwheel diberi lapisan white gold pada cangkang depan, bezel, dudukan jam, dan cangkang belakang.
Sementara itu, cangkang tengah dan kenop pemutar dilapisi warna black ceramic.
Setiap komponen diberi sentuhan akhir yang elegan, dengan bezel yang dipoles dan permukaan bodi dipoles satin.
Bodi arloji dipadukan bersama tali berlapis karet hitam yang memiliki permukaan bertekstur.
Fitur yang boleh dibilang paling rumit di arloji ini adalah dial atau wajah.
Bagian berwarna blue aventurine berfungsi sebagai latar belakang cakram yang berputar pada porosnya serta pada poros tengah.
Tiga cakram kecil yang menandakan waktu seperempat jam terbuat dari bahan aluminium dan dikelir hitam dengan metode physical vapor deposition (PVD), lalu diberi sentuhan akhir opaline sandblasted.
Angka jam pada setiap cakram kemudian dihubungkan ke dial untuk membaca waktu.
Bagian dial diberi cincin di bagian dalam (flange) berwarna hitam yang menunjukkan waktu 120 menit, serta skala detik yang bisa dibaca dengan melihat jarum detik di bagian tengah.
Mesin arloji
Di balik komplikasi tersebut, terdapat versi baru dari mesin Calibre 4310 yang memiliki modul di bagian atas agar sistem wandering hour bekerja sempurna.
Modul itu digerakkan oleh central axis yang berevolusi penuh dalam waktu tiga jam, dan memutar ketiga cakram dengan menggerakkan roda berbentuk bintang.
Meski menggunakan modul baru, Audemars Piguet masih memertahankan fitur cadangan daya 70 jam yang ada pada mesin Calibre 4310 terdahulu.
Harga
Audemars Piguet Starwheel Code 11.59 referensi 15212NB.OO.A002KB.01 dihargai sebesar 48.000 franc Swiss atau setara Rp 788 juta.
Untuk informasi lebih lanjut, bisa mengunjungi situs www.audemarspiguet.com.