redaksiutama.com – Manga Jepang “The Rose of Versailles” atau yang juga dikenal dengan “Lady Oscar” merayakan ulang tahunnya yang ke 50. Pameran digelar di Tokyo, Jepang, saat ini.
Manga ini memiliki latar belakang cerita unik dengan mengambil era Revolusi Prancis. Pakaian yang rumit, intrik istana dan romansa, membuat manga tersebut sempat menjadi salah satu yang populer di kalangan remaja pada masanya.
Diceritakan bagaimana karakter fiksi Oscar Francois de Jarjayes, seorang gadis muda dibesarkan sebagai anak laki-laki. Ia kemudian menjadi kepala penjaga ratu Marie Antoinette dan terlibat cinta segitiga dengan sahabatnya Andrew.
Manga ini memiliki dampak budaya yang besar, mendorong penggemar Jepang untuk berduyun-duyun ke Istana Versailles, Prancis. Seri yang mulai di majalah tahun 1972 itu telah dipuji karena penggambaran feminisnya yang langka tentang karakter wanita kuat di manga.
“Berkat dia, saya sudah membacanya sejak saya masih kecil,” kata seorang penggemar, bernama Manami Suzuki, 22 tahun, dikutip AFP, Jumat (14/10/2022).
“Ketika saya pertama kali melihat Oscar, saya terpesona oleh betapa keren, cantik, kuat, dan luar biasa dia,” ujarnya lagi seraya menyebut ibunya yang memperkenalkannya dengan manga itu.
Di Jepang sendiri, “The Rose of Versailles” juga diadaptasi ke beberapa pentas musikal. Serial televisi animasi juga dibuat dan menjadi hits di Prancis.
Di seluruh dunia, itu terjual 20 juta kopi. Terjemahan Inggrisnya sudah dijual tahun lalu.
“Sulit untuk melebih-lebihkan betapa penting dan berpengaruhnya genre manga ini dan dalam budaya pop Jepang pada umumnya,” kata profesor di Departemen Studi Jepang Universitas Nasional Singapura, Deborah Shamoon.
“Oscar adalah pahlawan yang luar biasa dan ideal untuk anak perempuan,” ujarnya lagi.
“Dia mengagumi semua kualitasnya dan tidak mencoba mengubahnya atau membuatnya lebih feminin secara stereotip,” kata Shamoon.
Sementara itu penulis manga ini yang kini juga berkecimpung dalam politik, Riyoko Ikeda, mengatakan ia ingin mengguncang pola tradisional manga kala itu. Termasuk kesenjangan antara pria dan wanita di Jepang.
“Pada saat itu ada kesenjangan antara pria dan wanita. Ada orang yang mengatakan ‘wanita dan anak-anak tidak akan mengerti sejarah’,” kata Ikeda dalam sebuah pernyataan.
“Saya masih muda, dan saya menjawab ‘Saya akan memastikan ini menjadi hit’,” tegasnya.