redaksiutama.com – Rusia melarang ekspor minyak ke negara-negara G7 termasuk Uni Eropa. Keputusan itu sebagai bentuk balas dendam Presiden Vladimir Putin karena ada kebijakan batasan harga impor minyak.
Sebagai negara penghasil minyak terbesar ketiga dunia, Rusia memiliki cukup banyak langganan pengimpor salah satunya negara di Eropa. Negara G7 sendiri terdiri dari Kanada, Prancis, Jerman, Italia, Jepang, Inggris dan Amerika Serikat (AS).
Dengan larangan itu apa dampak yang akan dirasakan negara G7 serta Australia dan Uni Eropa?
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Tauhid Ahmad dampaknya akan lebih besar kepada negara-negara di Eropa, seperti Jerman, Prancis, Italia dan juga Inggris.
Harga minyak di sejumlah negara itu akan mengalami kenaikan. Otomatis harga bahan bakar minyak (BBM) juga akan melonjak tajam, biaya transportasi umum akan meningkat, dan biaya logistik akan semakin mahal.
“Dampaknya itu ke transportasi ya itu BBM akan melonjak, biaya transportasinya naik, biaya logistik naik, karena di perdagangan itu kapal-kapal pakai solar mesti pakai minyak. Biaya kendaraan umum itu akan naik, karena BBM ini kan fundamental,” katanya kepada detikcom, Rabu (28/12/2022).
Sementara negara G7 seperti AS dan Kanada disebut tidak akan berpengaruh besar. Hal itu disebabkan karena AS dan Kanada mampu memproduksi minyak mentah sendiri. Masing-masing produknya untuk kebutuhan dalam negeri mencapai 18,8 juta barel dan 5,6 juta barel.
“AS produksinya sekitar 18,8 juta barel, Kanada 5,6 juta barel, China 4,9 juta barel, Irak 4,1 juta barel, UEA 3,8 juta barel, Brazil 3,7 juta barel, Iran 3,4 juta barel, dan Kuwait 2,7 juta barel,” jelasnya.
Jadi melihat data tersebut, bisa disimpulkan kebijakan balas dendam Putin tidak akan banyak berpengaruh pada Amerika Serikat dan juga Kanada.
Di sisi lain, negara-negara di Eropa akan berupaya membeli dari negara lain, meskipun lebih mahal.
Dihubungi terpisah, Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS), Bhima Yudhistira mengatakan keputusan Rusia menyetop ekspor minyak akan menyebabkan Eropa kehilangan 14,4% minyak, dampaknya bisa membuat Eropa krisis energi di musim dingin.
“Harga BBM yang naik akan memukul berbagai sektor di Eropa, kemungkinan lebih buruk dari depresi besar 1930,” jelasnya. Dampak ke negara Eropa akan terjadi inflasi yang lebih tinggi dan berdampak ke krisis biaya hidup yang memburuk,” ungkapnya.
Bhima menunjukkan data importasi minyak Uni Eropa dari Rusia. Data Eurostat mencatat per kuartal ke III 2022, Uni Eropa mengimpor minyak paling besar dari Rusia sebesar 14,4%, disusul AS 11,9%, Norwegia 10,4%, Saudi Arabia 9,1%, Iraq 7,6%, dan Kazakhstan 6,8%. Porsi impor minyak dari Rusia sudah menyusut jauh dari 2021 sebesar 24,8% menjadi 14,4%.